Update Drone KamikazeKlik di Atas

Sudah Telat Bayar, Indonesia Kini Minta ‘Diskon’ Pembayaran Angsuran KF-21 Boramae, Nilai Alih Teknologi Rela Dipangkas

Jangan dulu bicara rencana akuisisi dan produksi 48 unit KF-21 Boramae untuk TNI AU, posisi Indonesia ibarat ‘serba salah’ dalam proyek KF-21 Boramae (d/h KFX/IFX). Bila ingin dilanjutkan, terasa berat dengan beban anggaran yang ada, ditambah dengan hutang yang menggunung terkait telatnya pembayaran angsuran biaya pengembangan.

Baca juga: “Maju Sulit Mundur Pun Rugi,” Dilema Indonesia dalam Program Jet Tempur KF-21 Boramae

Sementara bila mundur proyek KF-21 Boramae, juga tidak mungkin karena jumlah investasi yang dikucurkan sudah sangat besar. Belum lagi rusaknya reputasi Indonesia di mata internasional. Berangkat dari situasi pelik yang dihadapi Indonesia, ada kabar yang terbilang baru dalam sengkarut pembayaran angsuran pengembangan KF-21 Boramae.

Sepert dikutip Korea JoongAng Daily (6/5/2024), Indonesia mengusulkan pemotongan pembayaran jet tempur hingga sepertiganya.Persisnya Indonesia telah mengusulkan pengurangan kontribusi yang dijanjikan terhadap proyek pengembangan jet tempur KF-21 sekitar dua pertiganya, kata sumber pemerintah Korea Selatan pada hari Senin.

Usulan Jakarta untuk membayar total 600 miliar won (US$440 juta) pada tahun 2026 – termasuk pembayaran yang telah diberikan untuk pengembangan jet tempur supersonik generasi 4,5 – muncul di tengah kekhawatiran atas penundaan pembayaran.

Indonesia awalnya berjanji untuk menanggung 20 persen dari proyek pengembangan KF-21 senilai 8,1 triliun won ketika diluncurkan pada tahun 2015 dengan imbalan satu prototipe dan data teknis, serta hak untuk membangun 48 jet tempur KF-21 di Indonesia.

 

Indonesia saat ini menunggak lebih dari 1 triliun won, dan sejauh ini baru membayar sekitar 278,3 miliar won. Dalam usulannya baru-baru ini, Jakarta mengatakan kepada Seoul bahwa bersedia menerima lebih sedikit transfer teknologi sebagai imbalan jika kontribusinya terhadap proyek tersebut diturunkan.

Sumber-sumber pemerintah Korea Selatan sebelumnya mengatakan tahun lalu bahwa Indonesia meminta untuk menunda pembayaran hingga tahun 2034, namun DAPA (Defense Acquisition Program Administration) mengatakan pada bulan Maret bahwa “tidak ada perubahan” dalam pendiriannya bahwa pembayaran Indonesia harus dilakukan pada tahun 2026, yakni ketika pengembangan KF- 21 dijadwalkan berakhir.

Seorang pejabat pemerintah Korea Selaatan mengatakan pembicaraan masih berlangsung dengan Indonesia dan Seoul belum membuat keputusan mengenai proposal terbaru dari Jakarta, yang muncul empat bulan setelah dua insinyur Indonesia dilarang meninggalkan negara tersebut karena memiliki beberapa perangkat penyimpanan USB dengan data vital dari proyek KF-21.

Tak Ada Kepastian dari Indonesia, Korea Selatan Buka Opsi Kurangi Produksi KF-21 Boramae

Enam prototipe KF-21 telah dibangun. Pesawat-pesawat tersebut lulus uji berbagai macam kemampuan, seperti penerbangan supersonik sampai peluncuran rudal udara-ke-udara, untuk memenuhi syarat sebagai pesawat yang cocok untuk pertempuran. Model produksi pertama akan dikirim ke Angkatan Udara Korea Selatan (RoKAF) pada paruh pertama tahun 2026.

Selama proses pengembangan KF-21, para insinyur Korea melokalisasi teknologi penting yang diperlukan dalam pesawat tempur siluman dalam negeri, termasuk adopsi radar AESA (Active Electronically Scanning Array)  infrared search and tracking system, pod penargetan elektro-optik, dan rangkaian sistem peperangan elektronik.

Menurut pihak manufaktur, Korea Aerospace Industries (KA), 40 unit KF-21 akan dikirim ke Angkatan Udara pada tahun 2028 dan 80 unit lagi pada tahun 2032. KAI berencana untuk mengekspor jet tersebut mulai tahun 2028 dan seterusnya dengan harga sekitar US$65 juta per unit. Potensi berkurang, atau batalnya pesanan Indonesia atas produksi KF-21, secara langsung akan berimbas pada harga biaya produksi per unit KF-21, yang bisa jadi akan lebih mahal. (Gilang Perdana)

DAPA Bantah Ada Proposal dari UEA Terkait Pendanaan Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae

20 Comments