Sniper Advanced Targeting Pod: Perangkat Intai dan Penjejak Sasaran Untuk F-16 C/D Block 52ID TNI AU
Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dan TNI AU nampak serius melengkapi kemampuan F-16 C/D Block 52ID agar dapat beroperasi optimal mengawal ruang udara NKRI. Selain program pemasangan drag chute (rem parasut) dan persetujuan DPR RI untuk paket pengadaraan rudal udara ke udara jarak menengah AIM-120 AMRAAM (Advanced Medium Range Air-to Air Missile), dalam daftar belanja alutsista periode 2016 – 2019 juga disebutkan rencana pengadaan perangkat targeting pod untuk F-16 Fighting Falcon.
Baca juga: Perkuat Daya Gempur F-16, DPR RI Setujui Pembelian AIM-120 AMRAAM
Mengikuti platform manufaktur F-16, perangkat targeting pod untuk F-16 TNI AU besar kemungkinan akan mengadopsi jenis Sniper Advanced Targeting Pod besutan Lockheed Martin. Sesuai fungsinya, targeting pod ini dipasang di pesawat tempur dan bomber, perannya yakni menyediakan identifikasi positif pada sasaran, pelacakan otonom, pointing koordinat GPS (Global Positioning System) dan panduan untuk presisi pelepasan rudal/bom.
Baca juga: F-16 C/D Block 52ID: Welcome The New Indonesian Fighting Falcon
Dalam dinas militer AS, targeting pod ini diberi label seri AN/AAQ-33, namun dalam label marketing dari Lockheed Martin disebut Sniper Advanced Targeting Pod (ATP). Pod ini dirancang dengan bobot ringan (119 kg) dan tentunya sangat memperhitungkan sisi aerodinamis, sehingga punya drag aerodinamis yang lebih rendah ketimbang pod generasi terdahulu. Dilengkapai sensor FLIR (Forward Looking Infra Red), kamera TV dan laser designator, sniper pod canggih ini sanggup mengolah citra imaging, dan memungkinkan bagi pilot untuk mendeteksi, mengidentifikasi, serta melakukan eksekusi misi tempur ke jantung pertahanan lawan. FLIR punya kebisaan melakukan dukungan observasi penuh pada sasaran yang berada di lingkungan berawan dan berasap tebal pada siang dan malam hari.
Baca juga: FLIR SAFIRE III – Penjejak Berbasis Thermal Andalan CN-235 220 MPA TNI AL
Dengan bekal kamera CCD (charge-coupled device) beresolusi tinggi, TV, laser spot tracker, FLIR dan dual mode eye safe, sniper pod dapat mendukung misi intai untuk kebutuhan peran intelijen, terutama pada misi di wilayah urban sebagai pendukung counter insurgency operations. Kemampuan deteksi dan jangkauan yang bisa diendus targeting pod ini kabarnya 3 sampai 5 kali lebih baik dari LANTIRN (Low Altitude Navigation and Targeting Infrared for Night), navigation and targeting pod jenis lama yang dipakai F-15 dan F-16.
Pola kerja Sniper ATP dengan cara meracik beragam output dari elemen sensor, seperti 1K high definition mid-wave FLIR, dual-mode laser, 1K visible-light HDTV, laser spot tracker, laser marker, video data link, dan digital data recorder. Kemudian Advanced sensor dan image processing dikombinasikan untuk kebutuhan image stabilization, alhasil pilot mendapatkan sajian visual identifikasi target secara maksimal. Sistem Dual-mode laser di pod ini menawarkan eye safe mode untuk penggunaan bom pintar (smart bomb) berpemandu laser.
Baca juga: Mengintip Prototipe Smart Bomb JSOW dari Litbang Kementerian Pertahanan
Baca juga: BP-250 – Nasib Prototipe Smart Bomb dari Dislitbangau
Network Centric Warfare
Ujung tombak pelaksanaan Network Centric Warfare (NCW) adalah kemampuan berbagi informasi visual terkait video, foto dan data di lapangan secara real time ke ekosistem unit tempur lainnya. Terlepas dari urusan bandwidth dan jaringan komunikasi yang cepat, aman dan reliable, maka perangkat penunjang dalam misi NCW yang harus dipehatikan adalah keberadaan targeting and surveillance pod. Pasalnya sensor intai dan bekal kamera resolusi tinggi tak hadir secara embedded pada fitur pesawat tempur.
Baca juga: Network Centric Warfare – Kemampuan Yang Selayaknya Hadir di Jet Tempur Terbaru TNI AU


Dan bila kelak TNI berhasil menggelar model NCW, maka Sniper ATP pod siap menjalankan misi tersebut. Pihak Lockheed Martin menyebut urusan koordinasi sasaran pada unit Kodal (Komando Pengendalian) di darat dan udara bisa disokong dari kecanggihan laser spot tracker, laser marker dan HDTV (High Definition TV) quality video untuk akses downlink ke ground based controllers yang didukung rapid target detection and identification. Sniper ATP pod jika diminta juga dapat memberikan citra foto dengan resolusi tinggi untuk kepentingan misi non traditional Intelligence, surveillance and reconnaissance (NTISR). Hebatnya fokus pengawasan pada sasaran tetap dapat dipertahankan meski pesawat sedang melakukan manuver di udara.
Baca juga: Camera Pod Vicon 70 – Ujung Tombak Operasi Pemotretan Udara Jet Tempur TNI AU

Sniper ATP pod didesain dengan rangka model partisi dengan posisi sensor optic mengacu bed design. Untuk kemudaran perawatan, pod ini dilengkapi kemampuan diagnostik yang mengizinkan groud crew melakukan pemeliharaan dua tingkat. Untuk automated built-in testing, personel yang terlatih dapat melakukan penggantian unit disk dibawah waktu 20 menit, dan pod dapat kembali siap digunakan. Lockheed Martin merancang pod ini untuk kebutuhan perawatan tingkat menengah yang relatif mahal.
Bagaimana dengan soal battle proven? Sniper ATP dipastikan sudah kenyang digunakan di palagan operasi AS, seperti di Afghanistan dan Irak. AU AS (USAF) sampai saat ini sudah mendapat kiriman 125 Sniper ATP dan dalam proses kedatangan 522 unit tambahan. Sementara pihak Lockheed Martin menyebut sampai tahun 2015, 1.000 unit Sniper ATP sudah dikirimkan ke pemesan. Negara pengguna perangkat canggih ini tak hanya AS, melainkan ada Belgia, Kanada, Mesir, Irak, Yordania, Korea Selatan, Maroko, Norwegia, Oman, Pakistan, Polandia, Rumania, Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, Thailand, dan Singapura. Untuk kebutuhan jet tempur F-35 Lightning II, Lockheed Martin kini telah merilis versi yang paling canggih, yakni Sniper ATP-SE (Sensor Enhancement).

Baca juga: Intip dari Dekat Full Mockup Lockheed Martin F-35 Lightning II

Meski terbilang laris manis, nyatanya tak semua pesawat tempur NATO bisa cocok dipasangi Sniper ATP. Tercatat hanya F-16, F-15E, A-10 Thunderbolt, CF-18, Harrier, Tornado, pembom B-52, dan B-1 Lancer yang bisa di install Sniper ATP. Untuk F-16 tak bisa semua versi bisa menggunakan pod ini, hanya bisa digunakan pada F-16 Block 30/40/50. Artinya untuk lingkup TNI AU, F-16 C/D Block 52ID dari Skadron Udara 16 yang bisa menggunakan Sniper ATP. Dikutip dari deagel.com, harga per unit Sniper ATP mencapai US$1,6 juta. Karena mahalnya harga pod ini, tak heran bila Kemhan RI hanya memproyeksikan pengadaan 6 set perangkat ini. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Sniper ATP
– Length: 239 cm
– Diameter: 30 cm
– Weight: 202 kg (pod only)
– Aircraft: F-15 models C/E, F-16 Block 30/40/50, A-10, B-1, B-52, CF-18, Harrier, Tornado
– Sensors: Mid-wave third generation Forward looking infrared, dual mode eye-safe, laser designator, Charge-coupled device-TV, laser spot tracker and laser designator
– Mean Time between failures: 600 hrs
Mantap. ..
maaf min keluar dr topik…!!! Apa benar min KFX/IFX beda spek, jangan2 IFX setara f16 min, harga yg no 1 barang nya dapat yg no2 kalo bener kita di dibegobego in dong min..???
Kami malah belum tahu detailnya Bang @Udin. Namun kalau yang ditanya soal kemungkinan perbedaan spek itu bisa saja terjadi dan lumrah. Secara spesifikasi ditentukan oleh kebutuhan user dan anggaran yang tersedia. Dan itu bisa mempengaruhi spek antara KFX dan IFX.
Memang beda spec Bro, kalau punya Korsel pakai internal weapon bay and punya Indonesia internal weapon bay digantu dengan tangki bahan bakar (penempatan senjata konvensional/di luar). Plus minusnya adalah 1. KFX memliki fitru siluman (sejauh mana fitur ini masih menjadi misteri) namun combat radius terbatas 2. IFX tidak ada fitur siluman karena penempatan senjata secara konvensional namun memiliki combat radius yang lebih jauh karena penempatan bahan bakar tambahan pada ‘internal weapon bay’.
Perbedaan ini bukan atas tekanan ataupun permintaan dari Pemerintah atau institusi Korsel tapi dai Indonesia dalam hal ini Kemhan.
Kasusnya sama dengan CN-235 ketika bekerjasama dengan Spanyol, KFX/IFX Block-1 kemungkinan akan sama, namun setelah itu masing-masing negara akan meneruskan risetnya sendiri-sendiri.
tapi kita harus legowo, apa yang bisa diharapkan dengan investasi yang hanya 20% dibanding korea yang 80% ?
yakin saja bung korsel tidak pelit ilmu
Teknologi masih di bawah F-35.
memang dibawah F-35, awalnya namanya kan F-33
Sejujur nya proyek jet tempur ifx kfx di rancang saman demokrat sarat dengan krupsi buat indonesia secara politec internasional suram malah bakal jadi jebakan baru barat untuk menekan memaksa indonesia kembali ke saman orde baru jadi negara JOGOS . Di situlah bangsa indonesia kembali di uji megelola negara besar butuh ke sabaran dan ke hati hatian kalau tidak indonesia bakal jadi negara bulan bulanan karna sang peminpin terlalu bloo on gampang di tikung di tegah jalan .
Oiii Muarif, pendapat ngawur. Please deh, otak ga ada, tata bahasa ga bener lw orang mana si sebenernya. ga peduli lw ganti nama, da ketahuan tata bahasa dan penulisan lw yang ngaco
NOTE:
GUYS JANGAN PERCAYA AMA INI ORANG, DIA UDAH SERING BANGET NGASIH PENDAPAT KACAU AND GA DIDUKUNG FAKTA DI BLOG SEBELAH. CUMAN BISA NGOMONGIN ‘POLITEC’. KOMPOR PROVOKATOR
Min saya dengar indonesia kembali membahas rencana pembelian kapal selam kilo class dengan rusia…apa benar itu?
Enter your comment here…Ilmu itu mahal. Dg bergabungnya Indonesia dg Korsel adalah sangat tepat untuk mempelajari/membuat pesawat tempur,semoga sukses. Salam kenal semua dari saya. Indomiliter sangat bagus dalam komen&berargumen untuk menambah ilmu.
betul bung@arifin
kapal LPD dan IFV Badak juga ilmunya dari korea selatan.
tapi memang korea selatan karakter orangnya sangat pelit, jauh melebihi China, Taiwan, jepang
itu kata pembisnis dari Indonesia yang saya dengar sendiri, tetap waspada
Terbalik Bung Nakedangel. Orang Korea justru lebih pemurah/generous dianding orang Jepang dalam hal ilmu. Saya pernah bekerja di perusahaan elektronik Korea dan Jepang. Di perusahaan Jepang saya tidak dapat apa2 sementara di perusahaan Korea kami dididik agar memiliki kualifikasi setara dengan engineer di Korea
Orang Korea sangat gemar inovasi dan mengadopsi ilmu dari mana saja. Sementara Jepang terlalu konservatif.
Sejak awal tahun 70-an kita sudah bersekutu dengan Jepang, teknologi tinggi apa yang sudah kita dapatkan? Sementara kemesraan dengan Korea baru beberapa dasawarsa ini akan tetapi kita sudah mendapatkan banyak transfer teknologi tinggi bahkan sekarang bekerja sama mengembangkan pespur.
Apa kabar ToT rudal dengan China?
@admin
Kalo harganya selangit kenapa tidak beli Litening saja biar kompak dg Gripen….hihihi ngarep?
@Admin
Ada kabar kalo mesin GE-414 jadi mesin KF-X
Benar kah ?
Benar mas, rencananya memang seperti itu.
Semoga cepat terealisasi …