Setelah Insiden Material “Made In China”, Lockheed Martin Siap Kirim Delapan Unit F-35 Lightning II

Setelah insiden ditemukannya material “Made in China” pada jet tempur stealth F-35 Lightning II, Departemen Pertahahan AS (Pentagon) telah menghentikan sementara jadwal pengiriman F-35 untuk pengguna di dalam negeri dan ekspor. Pihak Lockheed Martin yang mendapat tamparan dari insiden ini, lantas melakukan serangkaian inspeksi mendalam pada unit yang akan diserahkan.

Baca juga: Ditemukan Material “Made in China”, AS Hentikan Sementara Pengiriman Jet Tempur F-35 Lightning II

Dikutip dari defensenews.com (21/9/2022), setelah inspeksi dijalankan, saat ini Lockheed Martin telah menyiapkan delapan unit F-35 yang siap dikirim kepada militer AS. Untuk itu pihak pabrikan mendorong Pentagon untuk kembali membuka jalur pengiriman yang saat ini dihentikan sementara.

Dalam sebuah wawancara, Greg Ulmer, Lockheed Martin Executive Vice President for Aeronautics, mengatakan perusahaannya terus membangun F-35 sambil menunggu lampu hijau dari Departemen Pertahanan yang memungkinkan pengiriman dilanjutkan.

Ulmer menambahkan akan memakan waktu sekitar satu atau dua bulan untuk ‘membangun’ kembali F-35 yang tidak terkirim sebelum perusahaan kehabisan ruang untuk menyimpan pesawat tempur yang sudah jadi.

Pentagon pada 7 September 2022 mengumumkan telah menghentikan sementara pengiriman F-35 setelah ditemukan magnet – salah satu bagian dari komponen utama buatan Honeywell di mesin pesawat yang dibuat dari bahan paduan kobalt dan samarium, yang berasal dari Cina. Ini sempat menimbulkan kekhawatiran bahwa magnet itu mungkin melanggar Defense Federal Acquisition Regulation, dan F-35 Joint Program Office (JPO) memerintahkan Defense Contract Management Agency untuk berhenti menerima F-35 sementara waktu.

JPO mengatakan awal bulan ini, bahwa material dari Cina itu tidak mengirimkan informasi, atau membahayakan keamanan atau keselamatan penerbangan pesawat. Ulmer mengatakan Lockheed Martin bekerja dengan jaringan subkontraktornya untuk mencari tahu bagaimana material dari Cina memasuki rantai pasokannya selama bertahun-tahun.

Lockheed telah lama memiliki proses di mana subkontraktor – dan bahkan subkontraktor mereka – memberikan sertifikat kesesuaian yang memverifikasi asal suku cadang dan bahan yang mereka kirimkan, kata Ulmer. “Tapi di beberapa titik itu gagal,” tambahnya.

“Kami sedang mengerjakan pekerjaan rumah dan diagnostik untuk meninjau proses rantai produksi, untuk mencari tahu di mana rantai itu putus,” kata Ulmer. “Itu akan membantu memberi tahu kami apa yang perlu dilakukan untuk mengubah pendekatan, tidak hanya dari perspektif F-35, tetapi lebih luas terhadap rantai pasokan kami.”

Baca juga: Tak Indahkan Tuntutan Oposisi, Pemerintah Swiss Teken Kontrak Pembelian 36 Unit F-35A Senilai US$6,25 miliar

Sementara itu, Andrew Hunter, Air Force Assistant Secretary for Acquisition, Technology and Logistics berpendapat, “Material seperti itu seharusnya tidak pernah ada dalam rantai pasokan, dan seharusnya sudah terdeteksi jauh lebih awal,” kata Hunter. “Rantai pasokan ini tidak statis. Jadi memang diperlukan kewaspadaan terus-menerus untuk memastikan bahwa rantai pasokan terjamin kualitasnya dan aman, dan tentunya kami harus tahu dari mana asal barang tersebut,” tambahnya. (Gilang Perdana)