Sengkarut Antara Jet Tempur F-35, Huawei dan Teknologi 5G

Beruntunglah di Indonesia, bahwa layanan seluler 5G dapat diluncurkan tanpa kendala, namun lain halnya dengan di Uni Emirat Arab (UEA), justru di negeri super tajir melintir itu, keberadaan 5G rupanya dipersoalkan oleh Negeri Paman Sam. Pangkal musababnya, Amerika Serikat meminta UEA untuk menarik kemitraan dengan Huawei selaku vendor penyedia layanan 5G.

Baca juga: Uni Emirat Arab Kembangkan Mortir Jadi “Smart Bomb”

Seperti halnya di Indonesia, di UEA, pemasok teknologi 5G kepada operator seluler juga digawangi oleh vendor telekomunikasi asal Cina, yaitu Huawei. Bukan sekedar meminta, Washington lebih jauh juga akan menarik kontrak penjualan 50 unit jet tempur stealth F-35 dan 18 drone kombatan MQ-9B, apabila UEA tidak menarik Huawei sebagai penyedia layanan 5G.

Dikutip dari Bloomberg.com (12/6/2021), disebutkan AS mengharuskan UEA untuk menghapuskan jaringan seluler yang dipasok Huawei dalam waktu empat tahun kedepan. Di mana, empat tahun kedepan, yaitu pada 2026 dan 2027, dijadwalkan F-35 pesanan UEA akan mulai dikirimkan.

Meski belum memberi respon resmi atas permintaan dari AS, pejabat UEA menyebut bahwa pihaknya membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencari pengganti dan alternatif yang terjangkau. Beberapa vendor alternatif yang tersedia dan tidak ada resistensi dengan AS seperti, Samsung Electronics, Ericsson dan Nokia. Huawei sendiri telah mengikat kerja sama pembangunan jaringan 5G di UEA pada tahun 2019, termasuk di dalamnya pembangunan 300 menara BTS 5G dalam waktu enam bulan. Bahkan akses 5G di UEA dikenal sebagai yang tercepat di dunia.

Desakan AS berdasarkan atas risiko keamanan dari upaya spionase. Huawei selama ini telah menempatkan personel untuk bekerja dengan negara Teluk itu dalam misi keamanan siber dan mendirikan kota pintar. Bagi AS, kehadiran jaringan 5G Huawei di jaringan komersial UEA dapat memungkinkan Cina untuk memata-matai pilot, kontraktor, dan lainnya di pangkalan lokasi penempatanan F-35.

Meski dikenal sebagai sekutu non NATO dan banyak menggunakan alutsista asal AS dan Eropa Barat, namun UEA juga mengakuisisi beberapa alutsista dari negeri rival AS, sebut saja sistem hanud Pantsir S-1 dari Rusia dan drone kombatan Wing Loong II buatan Cina. Bahkan Cina merupakan mitra dagang utama UEA pada tahun 2020 dengan total perdagangan mencapai US$53,67 miliar, dua kali lipat angka perdagangan dengan AS.

Bukan perkara mudah bagi Pemerintahan Joe Biden untuk bisa menaklukan UEA atas isu Huawei, mengingat Cina adalah mitra bisnis strategis negara kaya minyak itu. Tapi sebagai catatan, UEA juga sangat membutuhkan AS dan Barat, terutama dalam mengantisipasi serangan dari Iran.

Pada dasarnya, UEA adalah sekutu AS dalam hal militer di Timur Tengah, ini bisa dibuktikan dengan kehadiran 3.500 personel militer AS di Pangkalan Udara Al Dhafra di Abu Dhabi. Lanud Al Dhafra adalah pangkalan militer bersama yang digunakan oleh UEA, AS dan Perancis. Bahkan, pangkalan udara ini menjadi satu-satunya basis militer AS di luar negeri yang dikonfirmasi sebagai home base bagi jet tempur stealth F-22 Raptor.

Baca juga: Berkat Lobi Yahudi, Amerika Serikat Setujui Penjualan 50 Unit F-22 Raptor ke Israel

Kesepakatan UEA dengan AS ditaksir mencapai US$23,37 miliar yang mencakup 50 unit F-35A senilai US$10,4 miliar, 18 unit drone MQ-9B senilai US$2,97 miliar, serta amunisi udara-ke-udara dan udara-ke-darat senilai US$10 miliar. (Gilang Perdana)

18 Comments