Selain Menjadi Incaran Indonesia, Jet Tempur Rafale Ternyata Punya Perangkat Intai dan Penjejak ‘Plug and Fight’
|
Ibarat harap-harap cemas lantaran khawatir kena PHP (lagi), mungkin kini sedang dirasakan para netizen pemerhati alutsista di Indonesia. Pasalnya ‘ujag-ujug’ pengadaan jet tempur pengganti F-5E/F Tiger II telah menjadi polemik berkepanjangan, khususnya setelah harapan atas kedatangan Sukhoi Su-35 mulai redup, meski tak juga dikatakan batal.
Baca juga: Wow! Perancis Tawarkan 12 Unit Jet Tempur Rafale Bekas Pakai
Dan kembali jagad netizen dibuat riuh setelah kabar dari situs Perancis, La Tribune.fr yang mewartakan bahwa Indonesia dan Perancis kini tengah mengadakan pembicaraan untuk pembelian 48 unit Rafale dalam kesepakatan yang segera akan ditandatangani.
Negosiasi antara Perancis dan Indonesia untuk pembelian 48 jet tempur Rafale Perancis sedang berlangsung dengan cepat dan kesepakatan dapat segera ditandatangani. Menurut laporan tersebut, Indonesia ingin mencapai kesepakatan sebelum akhir tahun tetapi negosiator Perancis ingin meluangkan waktu yang diperlukan untuk menyempurnakan detailnya.

Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly mengonfirmasi negosiasi tersebut. Dia mengatakan negosiasi dengan Indonesia untuk pembelian 48 jet tempur Rafale “good progress”. “Jika pesanan ini berhasil…itu berarti 7.000 pekerjaan selama 18 bulan. Itu sangat besar,” kata Parly kepada BFM TV, yang dikutip Reuters, Jumat (4/12/2020).
Kabar di atas buat sebagian netizen ibarat ‘pemuas dahaga’, meski kembali lagi, kabar tadi harus diklarifikasi lebih lanjut oleh pihak Kementerian Pertahanan RI. Lepas dari benar atau tidaknya kabar pembelian Rafale, memang sejak awal Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Pertahanan, kabar keinginan untuk mengakuisisi Rafale sudah mencuat sejak kunjungan perdananya ke Perancis pada Januari silam.
Nah, sembari memimpikan deru Rafale yang semoga kelak akan bermarkas di Lanud Iswahjudi, ada kabar juga bahwa penempur bermesin twin engine ini baru saja mendapatkan kemampuan operasional alias initial operational capability dari AU Perancis atas penggunaan laser designation pod untuk jenis Talios (TArgeting Long-range Identification Optronic System).

Talios yang merupakan produksi Thales, pada prinsipnya mirip dengan Sniper ATP (Advanced Targeting Pod) yang dipasang pada F-16 A/B Block15 OCU eMLU milik Skadron Udara 3 TNI AU. Mengutip dari defenseworld.net (5/11/2020), disebutkan Talios mendapatkan initial operational capability pada 29 Oktober 2020 untuk instalasi di Rafale F3-R.
Talios adalah pod elektro optik multiperan yang punya kemampuan lebih luas dibandingkan dengan pod Damocles (yang lebih lama digunakan), khususnya dengan peningkatan presisi optik, peningkatan identifikasi geografis, pelacakan target bergerak, augmented reality untuk menambahkan penanda di area sasaran hingga peningkatan pada kemampuan sensor inframerah.
Baca juga: Misi Pegasus 2018 – Sapa Jakarta, Inilah Penerbangan Terjauh Rafale dari Basisnya
Talios pod dibekali gimbal dengan kualitas gambar yang jauh lebih tinggi dari sensor inframerah (IR) barunya dan memungkinkan pesawat untuk tetap berada pada jarak stand-off yang aman dalam moda serangan. Resolusi dan lapisan taktis tambahan memungkinkan interpretasi gambar yang lebih baik dan memfasilitasi penggunaan (pencarian, identifikasi, pengejaran dan penunjukan sasaran) untuk membantu proses pengambilan keputusan. Pod baru dengan konsep plug and fight ini secara bertahap akan melengkapi semua skadron Rafale Angkatan Udara Perancis. (Gilang Perdana)
artikel potensial tembus 100-komentar
@ayam jago
Wkwkwk. . .
Pengadaan skuadron Fighter dan buru sergap udah fix ambil dari Eropa atau masij nunggu bantingan dulu dari Amerika yg Timnya mau dateng ksini bung?
Sales baik dari Eropa, US dan Rusia dari orang asing dan lokal bro. Agen dari sales bertugas di level bawah. Kans buat 2 ska air superiority fighter ane anggap masih sama kuat antara Typhoon, Rafale, Superbug, Su30 SM3, Su35 & Mig35
Kalo jadi… kalo jadi ya…., Rafale ini paling capable dibanding kandidat lain yg selama ini disebut-sebut. Roadmapnya juga jelas, negara produsennya komitmen untuk terus meningkatkan kemampuan pesawat ini.
Rafale baru saja lebih baik dari Typhon bekas lama atau F-16 Viper. Setidaknya meningkatkan efek deteren di kawasan pengganti Sukhoi 35 yang usang radarnya
SU-35 ini kayaknya nunggu kejutan dinamika politik di US deh. Kl aman, harusnya sih lanjut aja hehehe.
Nggak akan lanjut.
Angin surga terus….
Penawaran coy
Angin surga perlu dong. Biar tidak masuk angin dan jika bunyi bikin heboh di keramaian dengan aroma surga serta bisa bikin pacar atau pasangan marah
Dalam kondisi Negara dlm keadaan bahaya,tak perlu kita berpikir TOT dulu, ini untuk NKRI
36 unit baru sisanya 12 seken hand
Ikhlas kalo SU 35 nggak jadi tp gantinya ini.
Jakarta is interested in acquiring 48 Rafale jets, up to 4 Scorpene submarines armed with Exocet SM39 missile and by two 2,500-ton Gowind corvettes, French publication LATribune said quoting informed sources. The potential purchases are worth an estimated $25-$28 billion.
$25-$28 Milliar jika semua deal
Session baru dari sinetron pengadaan fighter..akankah sepanjang sinetron tersanjung?
Mantap jiwa ! Hajar bleh ! Segera masukkan dalam perencanaan pembelian Rafale ini sebanyak 10 skadrin, agar daftar figther khayali kita bertambah banyak. Jangan lupa segera beli juga misil Meteor sebanyak 30.000 unit utk menambah seru daya khayali kita. Juga tambahkan pembelian misil Storm Shadow sebanyak 50.000 unit agar klimaks khayali kita tercapai dengan sukses dan memuaskan. Tempatkan Rafale yg kita beli di kapal induk yg juga akan kita beli. Deploy ke Natuna, LCS, Papua dan….Petamburan. Laksanakan ! Bravo !
Setidaknya bakal ada commonality dengan KFX/IFX dalam hal persenjataan (kalau beli SHornet commonalitynya di mesin).
Katanya negosiasi Typhoon juga sudah hampir finish, negosiasi sudah di tahap “teknis” (metode pembiayaan, pelatihan, pengiriman, dll).
48 Rafale + 12 Typhoon, wong sugih, serasa jadi Sultan Arab Bandar Minyak.
Sama seperti frigat 30FFM dan Typhoon masih penawaran dan nego sana sini
Apakah cocok berbagai pespur menghadapi Tiongkok yg memakai taktik rotasi skuadron yg hampir tiap hari memasuki ruang udara tetangganya utk ngetes mancing kesiagaan tempur dan ngasih beban ke pemeliharaan pespur yg jam terbangnya tinggi.
Angkatan udara Taiwan dan Jepang hampir tiap hari scramble menghadapi skuadron udara PLAAF yg berbeda2.
Sangat Cocok, Cuman Rafale yg berani ngadepin F-22 dan menang. Jadi jelas sangat cocok lawan J-20/J-31 dan Su-35 China. Yg lain kelaut aja.
Yg sya permasalahkan adalah taktik Plaaf yg pake taktik rotasi skadron bahkan dgn drone utk terbang mendekati wilayah udara ngetes kesiagaan potensi musuh2nya dan mereka lakukan tiap hari agar personel baik pilot atau radar operator yg terlibat misi intersep kena battle fatigue dan pespur butuh maintenis tingkat tinggi.
Butuh pespur yg biaya operasionalnya per flight rendah atau bisa di jawab dgn penempatan tambahan skadron High-low mix yg berdekatan.
Kalo itu F-16 atau Hawk udah cukup
Yg penting :
Barangnya dtg
Missile nya lengkap
Bebas embargo
fbnw, tot serta ncw ditambah kickback dll lebih dipilih dibandingkan yng ente sebutkan tadi