Sea Eagle 01 (SE-01) – Drone Intai dengan Kemampuan Amfibi Andalan Puspenerbal TNI AL
|Selain penampakan sosok drone intai ScanEagle, dalam acara peresmian Skadron Udara 700 yang bertepatan dengan HUT ke-65 Puspenerbal (21/6/2021), terlihat pula drone jenis lain yang ikut diinspeksi oleh KSAL Laksamana TNI Yudo Margono. Sosok drone yang dimaksud berukuran lebih besar dari ScanEagle dan dari desainnya terlihat jelas bahwa drone ini dilengkapi roda pendarat, namun punya kemampuan amfibi.
Baca juga: Drone Intai ScanEagle Resmi Jadi Kekuatan Skadron Udara 700 Puspenerbal
Yang dimaksud adalah Sea Eagle 01 (SE-01), seperti dikutip dari Jawapos.com (13/9/2020), SE-01 dirancang dan dibuat oleh tim Puspenerbal di Lanudal Juanda, selain fokus pada misi pengintaian, SE-01 juga sanggup ditugaskan dalam misi perang dan misi khusus. Masih dari sumber yang sama, dikatakan pembuatan drone SE-01 sebenarnya dilakukan secara rahasia. Saat itu, Komandan Puspenerbal Laksamana Muda TNI Edwin menginginkan adanya pesawat tanpa awak untuk Skadron Udara 700. Dengan catatan hasil karya dari pasukan. Sehingga ketika terjadi trouble, bisa ditangani sendiri.
Kemudian Edwin menunjuk tim khsusus untuk membuat SE-01. Selain bisa bersanding dengan drone ScanEagle yang buatan Amerika serikat, pembuatan SE-01 dilakukan demi kemandirian pasukan. Artinya, tidak harus bergantung pada negara lain. Setelah tim dibentuk, eksekusi langsung dilakukan.
Pengerjaannya dimulai pada 2019. Dibutuhkan sekitar enam bulan untuk merancang pesawat agar benar-benar terbang. Karena keterbatasan tempat, semua pengerjaan dilakukan di Jogja. Termasuk saat awal percobaan terbang.
Jenis SE-01 yang merupakan drone amfibi membuat desainnya harus berbeda. Khususnya pada ekor dan sayap pesawat. Ekornya menggunakan jenis T-tile. Sayapnya high wing. Sehingga mampu terbang dan mendarat di air. Sejauh ini, semuanya berjalan lancar. Termasuk saat digunakan di air.
Data teknis SE-01 sebagai berikut, menggunakan material full komposit dengan mesin 2 tak berkapasitas 170 cc. Drone ini baru dapat terbang sejauh 25-30 kilometer. Untuk sistem kendali mengandalkan Line of Sight, ada kru yang membawa remote control dan ada yang memonitor sensor via laptop. Bahkan wajib membawa keker. Tujuannya, memastikan posisi drone. Meskipun, sebenarnya bisa dikendalikan secara otomatis atau autopilot.
SE-01 punya bentang sayap 4,5 meter, tingginya tak kurang dari 1 meter. Bobot drone ini sekitar 50 kilogram, bahkan maksimalnya bisa mencapai 75 kilogram. Artinya, masih bisa ditambah beban hingga 25 kilogram lagi. Meski begitu, kecepatan jelajahnnya bisa sampai 130 kilometer per jam dengan endurance maksimal empat jam. Bentuknya yang aerodinamis membuatnya bisa terbang hingga ketinggian 6.000 kaki atau sekitar 1.828 meter.
Kabarnya, SE-01 akan di-upgrade ulang. Khususnya soal jarak tempuh, jika sekarang hanya sekitar 30 kilometer, ke depan bisa sampai 250 kilometer. Meski memiliki fungsi sebagai pengintai dan pengawasan, drone ini dapat berperan untuk misi tempur. Pasalnya, masih terdapat sisa kapasitas payload 25 kilogram di bodi pesawat. Sangat memungkinkan untuk dilengkapi senjata. Pun jika nanti dilengkapi bom, akan ada sedikit tambahan di bodi pesawat. Termasuk sistem pengoperasian bom agar tepat sasaran.
Sebelum hadirnya SE-01, Dislitbangal juga telah menguji beberapa drone intai amfibi, salah satunya adalah OS-Wifanusa yang digarap Indonesia Maritime Institute (IMI) bekerja sama dengan PT Trimitra Wisesa Abadi pada tahun 2015. Bicara soal kemampuan, OS-Wifanusa dapat dikendalikan dari jarak jauh (100 km) dan menerima real time video untuk keperluan penelitian.
Baca juga: OS-Wifanusa – Prototipe Drone Pesawat Amfibi Untuk Misi Intai Maritim
Drone ini dilengkapi kamera multispektral untuk remote sensing. Endurance OS-Wifanusa bisa mencapai 6-7 jam terbang nonstop, untuk mesin sudah menggunakan fuel injection, jadi lebih efisien apalagi jika terbang di ketinggian di atas 1.000 meter lebih aman daripada mesin yang masih menggunakan karburator biasa. (Gilang Perdana)
patut diafresiasi…ditengah kelesuan kreativitas dan karya anak bangsa dengan industrinya yang stagnan…angkatan laut mampu berkarya ditengah angaran yang minim dan visi tak jelas kemenhan…sudah selayaknya kita beri semangat lagi bahwa kita memang bisa dan mampu untuk berkarya dan bersaing…!!!
hanya tingal bagai mana kita bisa merealisasikan nya didalam bentuk industri pertahanan (inhan)dan mampu menghasilkan produk ungulan dan andalan baik bagi tni sendiri maupun untuk dijual(expotr)agar mampu menghasilkan devisa yang tentunya uang…dan itu investasi cerdas namanya….selain mencukupi diri sendiri mampu menghasilkan devisa…bukan seperti selama ini…beli beli kurang uang hutang pun jadi…inhan bukan melulu soal pertahanan tapi lebih dari itu ekonomi politik dan martabat bangsa juga mencakup didalam nya…!!!
Wifanusa (100km)
Se (25km) dan akan di upgrade(250km) 10xNya
Kenapa gak wifanusa(100km) menjadi (1000km) 10x nya
Kita darurat ICBM
Gak bisa Dhek, kalo mau jaraknya Ampe 1000 km harus diupgrade bodinya juga kayak Segede Global Hawk.
Kita darurat anggaran militer 3% GDP.
Sekarang DEFENCE BUDGET kita 0.75-0.8% dari GDP sekitar $ 9,35 M
Itu dibagi ke tiga matra. Lalu dibagi lagi untuk :1,Pemeliharaan dan Perbaikan. 2,Upgrade dan Modernisasi. 3.Industri Pertahanan LITBANG atw Program Alutsista 4.KEbutuhan Prajurit(Gaji, Tunjangan, Perumahandll) 5.BELANJA ALUTSISTA. Jadi apakah Anggaran segitu SUDAH BESAR dan Mencukupi. Sedangkan negara2 asean udah diatas 1% termasuk TL bahkan SAUDI Arabia pun 7,65%(72 Miliar). Kita terlalu mudah mengatakan itu sudah besar dan mencukupi