“Scramble..,” Jadi Bukti Tingkat Kesiapan Operasional Penerbang Tempur TNI AU

Malam itu di sebuah ruangan di Lanud Roesmin Nurjadin, beberapa pria dengan kostum penerbang nomex berwana hijau nampak menikmati suasana santai sembari meminum kopi hangat. Ditambah alunan musik syahdu dari sound system, suasana malam yang cerah tak berawan terasa menghanyutkan sanu bari. Namun ibarat petir di siang hari bolong, suasana lounge mendadak berubah 180 derajat, hanya dalam hitungan detik, para penerbang sudah berlarian menuju ruang perlengkapan G-suite.

Baca juga: Dibalik Misi Terbang Malam, Inilah Serba-Serbinya dari Penerbang Jet Tempur TNI AU

Dalam hitungan waktu kurang dari 3 menit, empat penerbang sudah full mengenakan perlengkapan terbang dan berlari menuju shelter pesawat yang jaraknya sekitar 50 meter dari lounge yang disebut sebagai scramble room. Dengan dukungan ground crew yang sigap, dalam waktu singkat satu flight jet tempur F-16 C/D Block52ID sudah dalam posisi siap tinggal landas di runway .

Pada kondisi yang tidak diduga, pesawat tempur harus secepat mungkin mengudara, mengingat ancaman dapat muncul sewaktu-waktu, kecepatan reaksi dan identifikasi pada sasaran menjadi poin utama dalam operasi pertahanan udara. Inilah yang menjadi standard operating procedure (SOP) yang telah digariskan Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dalam melakukan intercept pada sasaran di udara. Momen di atas adalah bagian dari aktivitas scrambling atau scramble yang jamak dilakukan setiap penerbang tempur di seluruh dunia.

Pilot-pilot Hurricane RAF saat mekakukan scramble.

Kilas balik, scramble menjadi kata yang populer dalam Batttle of Britain, kala pilot-pilot AU Kerajaan Inggris (RAF) saat itu harus sigap untuk lepas landas begitu informasi radar di darat mendeteksi kehadiran pesawat tempur dan pembom NAZI Jerman yang akan menyerang Tanah Britania.

Skema serupa juga diterapkan Kohanudnas untuk melindungi ruang udara NKRI.  Sejak 100 nautical mile atau 185 kilometer dari batas kedaultana negara, maka sasaran di udara sudah dapat diidentifikasi oleh Satuan Radar (Satrad) di wilayah terkait. Bila obyek yang ditangkap radar tidak memiliki flight clearance, maka kemudian disebut sebagai Lasa X atau black flight.

Indikator level ancaman di scramble room Skadron Udara 16

Rantai komando dalam pelaporan dan tindakan yaitu dari Satrad diteruskan ke Komando Sektor Pertahanan Udara  Nasional (Kosekhanudnas), baru kemudian dilakukan perintah intercept atau pencegetan kepada unsur tempur, yang dalam hal ini adalah Skadron Udara.

Kepada Indomiliter.com, Komandan Skadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Letkol Pnb Bambang Apriyanto menjelaskan, “Kunci dari scramble adalah kecepatan untuk tinggal landas, yang lainnya adalah  ketepatan arah intercept dan kecepatan identifikasi baik dengan sensor maupun dengan visual.”

Letkol Pnb Bambang Apriyanto. (Instagram)

Saat ditanya tentang berapa lama waktu untuk scramble? Bambang menyebut ada di rentang 5 sampai 15 menit, bergantung juga pada potensi ancaman dan kesiapsiagaan hanudnas.  Pria lulusan AAU tahun 2001 ini menjelaskan ada tiga jenis level ancaman, yaitu hijau, kuning dan merah. Berdasarkan penuturannya, scramble umumnya dapat dilakukan relatif cepat, adapun yang mungkin membuat ‘lama’ adalah proses identifikasi sasaran oleh Kosekhanudnas , apakah sasaran berupa Lasa X atau yang lainnya.

Untuk ‘menghadapi’ scramble, Skadron Udara 16 telah menyiapkan pilot on duty selama 24 jam. Begitu juga dengan tim ground crew yang pararel dengan penyiapan operasional pesawat tempur sewaktu-waktu.

Baca juga: Momen Potensial Munculnya Black Flight di Indonesia

Mengingat Lanud Roesmin Nurjadin terintegrasi dengan landasan sipil – Bandara Sultan Syarif Kasim II, maka diperlukan koordinasi yang terpadu dengan unsur pengatur lalu lintas udara penerbangan sipil (ATC). Menurut Bambang, selama ini telah terjalin komunikasi yang baik dan saling mendukung antara otoritas sipil dan militer.

Sinergi telah berjalan dengan baik dengan pihak penerbangan sipil, semisal ada perintah scramble, maka semua trafik penerbangan sipil akan diprioritaskan berikutnya. Inilah salah satu kegiatan hanudnas yang belum banyak diketahui warga, dimana untuk menjaga kedaulatan teritori udara harus dilakukan terus-menerus dengan tingkat kesiapan operasi yang maksimal. Swa Bhuwana Paksa. (Haryo Adjie)

27 Comments