Saab BAMSE: Sistem Rudal Hanud Penantang Dominasi NASAMS
Bila merujuk ke agenda, mestinya di MEF (Minimum Essential Force)II sudah ada kontrak pengadaan alutsista hanud MERAD (Medium Air Defence). Yang sudah terang-terangan menyebut pengadaan sistem senjata ini adalah Korps Paskhas TNI AU. Seperti disebut oleh Komandan Korpaskhas Marsekal Muda TNI Adrian Watimena, kandidat yang mendapat perhatian serius adalah NASAMS (National Advanced Surface to Air Missile System) dari Norwegia, LY-80, Flying King, dan Sky Dragon 50. Ketiga yang disebut terakhir berasal dari Cina.
Baca juga: NASAMS – Sistem Hanud Jarak Medium Impian Arhanud Indonesia
Meski belum dapat dikonfirmasi, kabarnya saat ini telah dilakukan kontrak untuk pengadaan satu baterai (enam peluncur) NASAMS. Dibanding ketiga kompetitornya dari Cina, jelas NASAMS punya image paling premium. NASAMS dengan isi rudal SAM (Surface to Air Missile) AIM-120 AMRAAM produksi Raytheon telah digunakan Norwegia, AS, Oman, Finlandia dan Belanda. Bahkan di AS, NASAMS dipercaya sebagai perisai hanud Gedung Putih di Washington DC.
Baca juga: Perkuat Daya Gempur F-16, DPR RI Setujui Pembelian AIM-120 AMRAAM
Sistem NASAMS digadang oleh dua perusahaan dari dua negara, Kongsberg Defence & Aerospace dari Norwegia dan Raytheon dari AS. Sebut saja platform NASAMS dengan mudah diakuisisi, tapi belum tentu dengan AIM-120 AMRAAM, pasalnya pembelian senjata bernilai strategis dari AS membutuhkan persetujuan dari pemerintah dan perlemen, terlebih dengan naiknya Donald Trump sebagai Presiden AS, menjadikan masa depan pengadaan alutsista bergenre stragetis diselimuti tanda tanya besar.
Baca juga: Spyder, Ini Dia Sistem Rudal Hanud Hybrid Andalan Singapura
Lepas dari soal politik dan risiko embargo, nun jauh dari daratan Skandinavia, Saab AB dari Swedia juga telah memperkenalkan sistem hanud BAMSE (Bofors Advanced Missile System Evaluation) untuk Indonesia. Oleh pihak Saab, BAMSE tidak disebut sebagai rudal hanud jarak menengah, di situs resminya BAMSE adalah SRSAM (Short Range SAM) dengan kode RBS-23. Pengkategorian rudal hanud sah-sah saja dilakukan berbeda antar manufaktur. Seperti Saab juga menyebut rudal MANPADS RBS-70 sebagai VSHORAD (Very Short Range Air Defence). Walau disebut SRSAM, tapi pada prinsipnya BAMSE sanggup menangkal sasaran dari jarak menengah, dengan jarak tembak efektif sampai 20 Km.
Baca juga: RBS-70 NG: Menjajal Simulator Rudal Hanud Supersonic Berpemandu Laser
BAMSE
Secara umum BAMSE bagian dari sistem GBAD (Ground Based Air Defence) yang ditawarkan Saab. GBAD dalam penggelarannya terdiri dari integrasi rudal dan sistem radar. BAMSE dapat digelar secara terintegrasi penuh pada sistem payung udara macro, maupun mampu mengusung moda stand alone yang fleksibel. Satu baterai BAMSE dirancang mampu melindungi obyek vital seluas lebih 1.500 Km2. Sedangkan sebagai perisai dari serangan udara, BAMSE mampu menghantam sasaran di ketinggian 15.000 meter dengan kecepatan luncur Mach 3.
Baca juga: Indo Defence 2016 – Saab Siap Beri Kejutan Untuk Ground Based Air Defence
Dalam gelar tempur, sistem BAMSE terdiri dari unit MCC (Missile Control Center) dan SCC (Surveillance Coordination Center). Dalam meng-cover area seluas 1.500 Km2, satu SCC dapat mengendalikan enam sampai sembilan MCC. Surveillance Coordination Center dalam sistem BAMSE mengadopsi radar Giraffe AMB, radar multi beam 3D dengan kemampuan deteksi sejauh 120 Km. Tentang seluk beluk radar Giraffe AMB dapat disimak pada judul artikel dibawah ini.
Baca juga: Giraffe AMB – Generasi Penerus Radar Giraffe 40 Arhanud TNI AD
MCC
Unit MCC dirancang sebagai peluncur model tarik (towed launcher). Dalam satu MCC terdiri dari dua launching pad, dengan total dalam satu MCC terdiri dari enam peluncur rudal. Dalam modul MCC terdiri dari beragam sensor, seperti FCR (Fire Control Radar), Thermal Imaging System (TIS), weather sensor dan integrator antena IFF (Identification Friend or Foe). Sebagai unit tempur yang mandiri, MCC dilengkapi integrated diesel generator, NBC, ballistic protection, dan automatic climate control. Kemampuan deteksi sensor diantaranya mampu mendukung C-RAM (Counter-Rocket Artillery and Mortar). Kemampuan ini C-RAM juga terdapat pada FCR pada kanon reaksi cepat Oerlikon Skyshield TNI AU.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Fire Control Unit Oerlikon Skyshield
Dalam deployment, MCC dapat disiapkan dalam waktu kurang dari 10 menit. Sementara waktu yang diperlukan untuk proses reload untuk enam rudal hanya kurang dari 4 menit. Hebatnya, MCC hanya membutuhkan dua personel pengatur.
Rudal RBS-23 BAMSE
Seperti sudah disebutkan, rudal dapat meluncur dengan Mach 3 dan sanggup menguber sasaran sejauh 20 Km. BAMSE dilengkapi perangkat anti jamming canggih dengan potensi sasaran berupa jet tempur, bomber, rudal jelajah, rudal anti radiasi, bom berpemandu laser dan drone. Resminya prototipe RBS-23 diperkenalkan pada tahun 1998, dan sistem rudal hanud ini mulai dioperasikan AD Swedia sejak tahun 2003.
Baca juga: Starstreak HVM – Rudal Tercepat Arhanud TNI AD
Seperti halnya rudal RBS-70, Saab juga menawarkan sistem maintenance rudal RBS-23 yang memudahkan operator. Teknologi yang dikedepankan adalah BITE (Build In Test Equipment), menjadikan waktu yang singkat untuk proses pengujian khusus pada rudal. Dalam periode aktif, rudal yang ditempatkan dalam tabung peluncur mengusung maintenance free missile. Dalam paket yang ditawarkan, Saab sudah menyertakan embedded simulator untuk program pelatihan pada operator.
Baca juga: Lifetime Extend, Jurus Saab Optimalkan Rudal RBS-70 MK2 Hingga 30 Tahun
BAMSE untuk Indonesia
Sampai saat ini belum ada desas-desus tentang rencana adopsi BAMSE di Indonesia. Namun boleh jadi bila masing-masing matra punya kebijakan tersendiri terkait MERAD, maka ada peluang BAMSE hadir di Indonesia. Misalnya seperti Arhanud TNI AD yang belum mencanangkan sistem rudal hanud jarak menengah, bisa saja nantinya mendatangkan BAMSE, terlebih dari sisi kerjasama ToT (Transfer of Technology) telah terjalin kemitraan yang kuat antara Saab AB dan PT Pindad dalam pengembangan GBAD. (Haryo Adjie)
Su 35, sangat mahal, umur pendek, perlu perbaikan mendalam di rusia, dan menggentarkan uang rakyat. tanpa perlu embargo sudah rusak duluan.
rudal BAMSE, Anti embargo, harga jelas,ToT full, keuntungan diraih, bisa join air defence system dengan oerlikon skyshield.
swedia tidak pernah mencurangi perusahaan siapapun. mesin gripen NG itu memang olahan AS, tapi Sudah dibuat sendiri oleh swedia, tiap beli mesin pesawat, selalu dapat lisensi. karena sejak swedia membayar royalti yg banyak.pabrikan mesin AS itu terkejut karena kejujuran swedia, makanya swedia bebas membeli mesin pesawat buatan AS. toh no problem kalo kita beli paket gripen NG plus ToT full dengan anggaran sesuai, karena kita dapat banyak keuntungan banyak : proyek ifx cepat rampung, PTDI bisa produksi gripen mulai dari nol,pesawatnya bukan versi downgrade,rudal RBS15 juga ada lisensi dibuat dibandung, kerja sama national networking dengan saab, TNI AU mudah mengawasi wilayah NKRI yg luas pake gripen dengan join bersama F16.
Seandainya indonesia memborong RBS, BAMSE, dan gripen pasti tot lebih mudah didapat. Tapi sudah menjadi ciri has dari pemerintah belanja alutsista dengan beragam jenis dr perusahaan yang berbeda-beda entah itu karena trauma embargo, atau strategi agar mampu menghadirkan taktik peperangan yang berbeda.
Itu semua karena beberapa orang kepingin dapat fee / upeti
dengan membeli ke banyak sumber, banyak pula fee yang didapat
jadi ngak ada hubunganya dengan Strategi dan Embargo
indonesia negara antikomunis. embargo negara barat sudah tidak efektif sekarang ini. sekarang ini kita dijajah oleh 2 negara, yaitu rusia dan amerika, tentang pengurangan spesifikasi performa alutsista, tot gak dapat, namun embargo AS dan konco konconya masih mendingan, tetapi buktinya tni au mengejutkan dunia karena sukses mengalahkan pesawat hornet AL AS dibawean hanya mengandalkan f16 yg dikanibalisasi suku cadangnya.dibandingkan dengan diembargo soviet(rusia sama saja), hampir seluruh alutsista kita yg legend lumpuh pas orde baru.
@admin,…TNI gak mmpertimbangkan sistem hanud dari perancis??..kaya’ VL MICA ground base atau aster SAMP/T??…saya yakin kalo kita serius pngen beli, MBDA gak pelit ngasih TOT…
Produk perancis rata rata sangat mahal, tapi mutunya memang kelas wahid
Contohnya harga Rafale, lebih mahal daripada F-15 terbaru
Rudal Mistral, lebih mahal dari pada RBS-70
untung saja rudal mistral rudal yang laris, jadi kebantu hanganya jadi agak murah
Menurut uu harus ada ToT maka Bamse yg mau memberikan. Kalau Nasams kita trauma ada embargo dari ASU. Kalau RRT kita khawatirkan kualitas yang kurang dan ToT yang syaratnya kurang menguntungkan kita sperti kasus C705.
Jaga omongan anda bung, Tradisi forum sebelah jangan dipakai !!!
to bang @admin & mas @ayam jago trim’s ya….
kedepan moga aja lncar, knpa ya menurut saya pngadaan alutsista kita terkesan lambat apa saya aja ya yang ga sabar…..maaf komentar awam
Karena uang yang dilibatkan bukan main besarnya, Ratusan Juta Dolar (trilyun-an Rupiah).
Jadi butuh pengkajian yang sangat mendalam, Jangka panjangnya bagamana.
Apalagi kita bukan negara Kaya Raya seperti negara Teluk
Kita sangat bergantung dengan Hutang
Bamse 23 harga berkisar nya $ 25 juta bung, kalau beli banyak harusnya ratusan juta dolar, tapi kan tahu sendiri anggaran lagi tipis
semoga bener ngambil hanud jarak menengah , ga melulu shorad .. hehehe tapi TNI bener2 kaya akan rudal shorad dan hanud titik .. Heli , Drone dan apapun yg terbang rendah bisa dilibas TNI ,