RPD: Eksistensi Senapan Mesin Regu Legendaris TNI/Polri
|Ditengah hegemoni amunisi 5,56 x 45 mm NATO pada senjata standar TNI/Polri, maka perlahan-lahan amunisi kaliber 7,62 x 39 mm mulai terpinggirkan. Namun dengan populasi yang kian terbatas, kini selain AK-47 masih ada jenis senapan mesin yang masih eksis digunakan satuan TNI dan Polri, bahkan bisa dibilang senjata yang masuk kategori senapan mesin regu ini sudah teramat legendaris, maklum debutnya sudah dimulai sejak era Perang Dunia II. Di Indonesia senapan yang diberi label RPD (Ruchnoy Pulemet Degtyarova) mulai digunakan jelang Operasi Trikora.
Baca juga: Pindad SP-3 – Indonesian Light Squad Automatic Weapon
Dalam klasifikasi internasional, RPD masuk kategori light machine gun dan squad automatic weapon. Bila disandingkan dengan senjata berstandar NATO, peran RPD bisa disandingkan dengan Ultimax 100 dan FN Minimi. Dibangun di era imperium Uni Soviet, senjata ini dirancang oleh Vasily Degtyaryov. Lahir dalam kancah Perang Dingin, RPD resmi dioperasikan Tentara Merah pada awal 1950. Selain laris manis digunakan dibanyak negara, seperti biasa senjata ini juga diproduksi oleh Cina, di Negeri Tirai Bambu RPD diberi label Type 56.
Baca juga: Ultimax 100 – Senapan Mesin Regu Andalan Taifib Korps Marinir dan Kopassus TNI AD
Baca juga: Minimi – Senapan Mesin Regu Dengan Kemampuan Dual Feed System
Popularitas RPD bisa dibilang mengikuti keberadaan senapan serbu AK-47, dimana keduanya menggunakan kaliber amunisi yang sama. Salah satu yang khas dari RPD yakni keberadaan magasin berupa drum container. Sekilas modem drum container mirip Ultimax 100, selain miripm dari bentuk, kapasitas container juga sama-sama berisi 100 peluru.
Berdasarkan mekanisme kerja, RPD adalah senjata otomatis yang mengadopsi gas-operated (open bolt) long stroke piston system dan locking system recycled yang terdiri dari sepasang flaps berengsel. Sementara untuk sistem bidik, RPD menggunakan model iron sight yang dapat di setting untuk indikator pembidikan dari jarak 100 – 1.000 meter. Ada beberapa RPD yang dikembangkan dengan side rail sehingga dapat dipasangi night vision sight jenis NPS-2.
Baca juga: M16 vs AK-47 – Mana Yang Lebih Unggul?
Sementara bicara tentang kemampuan, RPD yang hampir selalu hadir di setiap babak peperangan di muka Bumi ini punya kecepatan tembak dikisaran 650 – 750 proyektil per menit. Kecepatan luncur proyektil mencapai 735 meter per detik. Nah untuk jarak tembak efektif, RPD sudah teruji pada range 100 – 1.000 meter. Bicara soal bobot, RPD tanpa container drum punya berat 7,4 kg. Panjang senjata ini keseluruhan 1.037 mm, termasuk panjang laras 520 mm.
Di Indonesia, selain diketahui mulai terlihat jelang Operasi Trikora di awal tahun 60-an, RPD juga banyak digunakan satuan TNI/Polri dalam operasi keamanan. Senjata dengan bipod ini aktif digunakan pada Operasi Seroja di Timor Timur hingga Operasi Keamanan melawan GPK GAM di Nanggroe Aceh Darussalam. Di lingkungan TNI, yang sudah jelas memakai RPD adalah infanteri Korps Marinir TNI AL dan Paskhas TNI AU. Bersamaan denganTNI, personel Korps Brimob Polri juga lumayan sering terlihat menenteng RPD di wilayah konflik. (Gilang Perdana)
Senapan mesin spt nya lebih ideal dgn kal 7.62 mm, krn memiliki jarak efektif lbh jauh dibanding umumnya senapan perorangan kal 5.56 mm.
Tergantung peluru 7,62 apa. Yang dipakai RPD ini sama dengan AK series 7,62x39mm. Dia itu peluru intermediate. 5,56 pun dekat muzzle velocitynya. Cuma peluru AK kan punya masa yang lebih berat saja. Mungkin yang bung maksud itu 7,62 NATO atau 7,62×54 Russia.
@ArcherIDN
Oh gitu ya ? Tadinya dikira kal 7.62 itu sama semua.
Tks atas infonya.
ngeliat RPD,..jd inget game metro last light,..far cry 3,…
bentuknya kayak FG42 Wehrmacht , maaf min, ini apa copy langsung dari senjata itu?? mohon dijawab
@Palevi: sepertinya tidak ya, desain dan kaliber berbeda jauh. Justru yang terang2an mengambil inspirasi F42 adalah GPMG M60 buatan AS. Simak detailnya di http://www.indomiliter.com/m-60-gpmg-senapan-mesin-multi-platform-legendaris/
drum amunisinya, pindad bisa bikin sendiri atau masih impor min? lalu indonesia dulu beli berapa pucuk?