Romansa Kapal Induk Satu-satunya di ASEAN HTMS Chakri Naruebet dengan Jet Tempur VTOL AV-8S
Sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah, militer Thailand, dalam hal ini Angkatan Laut, bisa dibilang jauh lebih mapan dibanding negara ASEAN lainnya. Sampai pada dekade 90-an, Thailand bahkan menjadi satu-satunya negara yang memiliki kapal induk. Tak hanya itu, Negeri Gajah Putih (RTNAD) juga masih mengoperasikan jet tempur tua dengan kemampuan lepas landas dan mendarat vertikal (VTOL), AV-8S, turun kelas dari keinginannya AV-8B Harrier II.
Baca juga: HTMS Chakri Naruebet: Nasib Kapal Induk Yang Beralih Fungsi Jadi “ThaiTanic”
Beberapa tahun sebelum Perang Dunia II pecah atau pasca Revolusi Siam yang mengakhiri era monarki absolut, Thailand mulai menata kemampuan penerbangan angkatan laut lewat Divisi Udara Angkatan Laut Kerajaan Thailand. Pasca berkahirnya Perang Dunia II, Thailand cenderung melekat pada Inggris dan Jepang yang notabene berkiblat dengan sekutu.
Pada tahun 1963, barisan armada RTNAD diperkuat dengan hadirnya pesawat amfibi HU-16 Albatross. Ini juga semakin diperkuat dengan kehadiran pesawat patroli maritim jarak jauh P-3 Orion dan jet attacker A-7 Corsair II yang diterbangkan dari pangkalan darat, serta helikopter modern Sikorsky S-70 Seahawk dan S-76.
Tak puas, pada dekade 90an, Thailand mulai berencana membangun kapal induk sendiri sekaligus mengoperasikan pesawat fixed wing AV-8B Harrier II. Ketika itu, belum ada negara ASEAN manapun yang memiliki kapal induk sekaligus mengoperasikan pesawat fixed wing.
Pada tahun 1991, Thailand sepakat membangun kapal induk dengan perusahaan galangan kapal asal Jerman, Bremer Vulkan. Hanya saja, kesepakatan ini dibatalkan karena hukum Jerman melarang penjualan kapal induk untuk tujuan ofensif. Meski begitu, pesanan tersebut dilimpahkan Jerman ke galangan kapal asal Spanyol, Bazan. Dari situlah kemudian lahir kapal induk baru (alih-alih beli bekas) HTMS Chakri Naruebet Thailand yang mulai diuji coba antara November 1996 dan Januari 1997.
Chakri Naruebet yang dalam Bahasa Indonesia “Demi Kehormatan Dinasti Chakri,” telah mengalami penuruan fungsi akibat terbatasnya anggaran pertahanan. HTMS Chakri Naruebet hakekatnya adalah kapal induk yang mampu meluncurkan pesawat tempur (aircraft carrier), yakni dari jenis pesawat tempur V/STOL, pesawat yang bisa lepas landas secara vertikal atau menggunakan landasan pacu yang sangat pendek, dan helikopter.
Maka kapal induk ini dilengkapi dengan ski-jump, landasan pacu yang ujungnya melengkung ke atas. Niat awalnya adalah untuk mengoperasikan kelompok gabungan dari pesawat tempur Sea Harrier “Matador” V/STOL dan helikopter S-70 Seahawk (untuk perang anti-kapal selam).
Dengan flight deck berukuran 174,6 x 27,5 meter, HTMS Chakri Naruebet dapat membawa 6 pesawat AV-8S Matador V/STOL ditambah 4 sampai 6 helikopter S-70B Seahawk. Jika diperlukan, Chakri Naruebet juga mampu mengangkut sampai 14 helikopter tambahan, yang terdiri dari campuran Sikorsky Sea King, Sikorsky S-76, dan CH-47 Chinook. Sedangkan ruang hanggar hanya cukup menampung 10 pesawat.
Meski kapal induknya berstatus baru, namun tidak dengan jet tempurnya, Thailand membeli bekas pakai dari Spanyol, ada 7 versi standar Matador ditambah 2 pesawat latih AV-8S, dan diperbarui dulu oleh perusahaan Construcciones Aeronauticas SA sebelum penyerahan. Ironisnya pada 1999 hanya tersisa satu pesawat yang operasional. Thailand terpaksa mencari beberapa Harrier generasi pertama lain untuk dikanibalisasi, demi memperoleh suku cadangnya.
Baca juga: Tinggalkan Model Ski-Jump, Cina dan India Pilih Peluncur EMALS untuk Kapal Induk Generasi Terbaru
Saat ini, AV-8S memang sudah tidak lagi terlihat di langit, namun partner setianya HTMS Chakri Naruebet masih bisa dilihat dan dinikmati siapapun meski tak bukan di medan perang. (Alpin)
Kita butuh Kapal Induk, punya rudal akan sangat percuma kalo tidak ada platform yg bisa membawanya ke berbagai tempat dg jumlah besar dan siap digunakan dalam perang. Kapal induk akan memungkinkan Indonesia mencegah setiap serangan di lautan lepas atau bisa digunakan sebagai pangkalan militer bergerak bila pangkalan didarat sudah dilumpuhkan oleh musuh. Pelajaran dari serangan Pearl Harbour dan taktik Lompat Kodoknya Jendral Douglas Mc Arthur harus menjadi perhatian bagi Indonesia. Indonesia sebaiknya memiliki 3-6 LHD atau kapal induk sedang sesuai dg jumlah Koarmada yg dimiliki oleh Indonesia.
@Tukang Ngitung : Benar bro…
Kita tidak butuh kapal induk…
Untuk rudal jarak jauh di awal kita salah arah, karena hasil memborong C-705 & C-802 masih butuh proses panjang karena pada basicnya rudal tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh China.
Lalu rudal pertahanan jarak sedang kita juga masih mengandalkan versi import dan begiti juga dengan rudal pertahanan jarak dekat.
Untuk roket kita selangkah lebih maju, hanya rangenya saja masih harus ditingkatkan.
Lalu untuk torpedo kita masih jauh dari kata ideal untuk unit kasel yang dimiliki.
Diantara kekurangan kita untuk urusan rudal adalah kita tidak tergabung dari bagian MTCR (The Missile Technology Control Regime) dan juga telat menerapkan ToT untuk urusan rudal
@tukang ngitung
duit darimana?
Kita nggak butuh kapal induk, ini yang kita butuhkan :
400 rudal pertahanan udara jarak jauh.
2600 rudal pertahanan udara jarak sedang
6800 rudal pertahanan udara jarak pendek
500 torpedo
1200 rudal anti kapal
1000 rudal jelajah 300 km
37500 rudal/roket anti tank
Manusia mana pun pasti mikir berkali-kali kalo mau nyerang kita.
min, fregat type 31 tni al ada perkembangan tidak?
Sayangnya tak dijual dan kita pun tak minat, ni boleh sekali dimiliki, dioperasikan oleh TNI AL tapi BNPB yang miliki, bisa utk gelar operasi penanggulangan bencana secara masif. Bisa diisi logistik bejibun dari bahan pangan, material konstruksi, material tanggap pasca bencana, alat berat, rumah sakit dan peralatan medis, helikopter so pasti bisa muat banyak….tapi ya kemampuannya dinaikkan maksudnya tetap dibekali senjata berat semacam rudal permukaan dll hanya saja tak perlu di publikasi.