RIMPAC 2018: Howitzer LG-1 MKII Korps Marinir Muntahkan Proyektil
|Dalam jagad alutsista, boleh jadi Howitzer Tarik (Towed Howitzer) LG-1 MKII dari Resimen Artileri Korps Marinir TNI AL layak menyandang predikat ‘duta artileri,’ pasalnya Howitzer buatan Perancis ini beberapa kali telah dibawa dalam operasi di luar negeri. Selain kini dua pucuk LG-1 MKII ikut disertakan dalam RIMPAC (Rim of Pacific) 2018, sebelumnya di RIMPAC 2014, tiga pucuk Howitzer juga pernah diboyong ke Hawaii. Bahkan dalam operasi pembebasan sandera MV Sinar Kudus dari tangan perompak Somalia (2011), empat unit LG-1 MKII turut bersama tank BMP-3F dipersiapkan di lambung LPD KRI Banjarmasin 592, takkala suatu waktu ada perintah untuk melakukan operasi amfibi ke pesisir Somalia.
Baca juga: RIMPAC 2018 – Prajurit Armed Korps Marinir Mendapat Pengenalan Towed Howitzer M777A2
Dan dari RIMPAC 2018, setelah prajurit Armed Korps Marinir dikenalkan dengan Towed Howitzer M777A2 kaliber 155 mm, kini ada giliran bagi prajurit Armed untuk memperlihatkan demonstasi penembakan LG-1 MKII kaliber 105 mm di pusat latihan militer US Army Pohakuloa Training Area, Hawaii (17/7/2018).
Latihan yang dilaksanakan dalam tahap Force Integration Training (FIT) selama dua minggu tersebut di bawah pimpinan Kapten Marinir Yeyen Tuhardi sebagai Perwira Koordinasi Bantuan Tembakan (PKBT). Ini merupakan sejarah baru bagi prajurit Korps Marinir Indonesia khususnya prajurit Resimen Artileri Marinir. Dalam latihan tersebut dilaksanakan bersama-sama dengan tiga pucuk Meriam Howitzer M777 155 mm milik Artillery Battery USMC. Medan perbukitan dan cuaca ekstrem yang tidak menentu merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi prajurit Korps Marinir.
Sebagai alutsista, LG-1 MKII masih tergolong muda. LG-1 MKII yang dioperasikan Marinir dibuat tahun 1995, dan masuk operasional TNI pada tahun 1996. LG-1 MK II termasuk meriam ringan yang mempunyai daya hancur cukup besar. Meriam ini awalnya dirancang dan diproduksi oleh GIAT Industrie, manukfaktur alutsista dari Perancis, dan sekarang sudah beralih kepemilikannya oleh Nexter System. LG-1 terbilang meriam jenis anyar di pangsa senjata, karena prototipe-nya baru selesai pada tahun 1987. Awalnya LG-1 hadir atas kebutuhan pasukan pemukul reaksi cepat Perancis yang menginginkan meriam artileri medan yang ringan dengan mobiltas tinggi.
LG-1 MK II terdiri dari komponen laras sepanjang 3,17 meter dengan berat 100 Kg dengan arah putaran kekanan yang mampu menembakan 12 butir peluru dalam tiap menitnya. Meriam ini bisa menghantam sasaran dalam jarak antara 11,5 kilometer dengan memakai proyektil baku jenis HE(High Explosive) M1. Jika memakai proyektil baku jenis Giat HE BB, senjata ini bisa menghantam sasaran sejauh 17,5 kilometer. Sedangkan untuk jarak tembak minimum yakni 1,4 kilometer.
Baca juga: Pensiunkan Meriam Gunung 76mm, Armed TNI AD Siapkan Kedatangan Howitzer LG-1 105mm
Daya hancur yang diakibatkan proyektil LG-1 MKII mampu memberangus area seluas 200 meter persegi. Waktu yang dibutuhkan awaknya guna menyiapkan senjata ini dalam kondisi siap tembak hanyalah 30 detik. Dalam mobilitasnya, termasuk dalam RIMPAC 2018, LG-1 MKII ditarik oleh rantis truk MercedesBenz Unimog 4×4. (Gilang Perdana)
Ane sering liat klo tni latihan menembak menggunakan meriam tarik sprti meriam LG 105, M48 maupun yg kaliber besar 155mm, knp loadernya selalu memasukkan proyektil kedalam secara pelan2 dan terkesan lamban?? Klo ane liat tentara luar gesit, proyektil dibawa lalu dimasukkan ke meriam scr cpt seakan2 bnr2 sdng dalam situasi perang… just.. why…
Menghemat amunisi
Butuh penjelasan min🙏🙏
Mungkin lebih agar berhati-hati saja, dalam skenario latihan tentu sudah diukur kemampuan, termasuk kecepatan tembak yang dapat dilakukan oleh regu dalam satu menit.
marinir TNI gak trtarik make howitzer 155mm ya’?…TNI AD yg sdh lumayan lengkap, ada M109A4 , caesar.
Mungkin karena support logistic line marinir kita belum siap untuk menudukung artileri medan kaliber 155mm.
Betul…betul…betul….
Kok alutsista marinir kurang galak seperti AD
Tertarik sich, tp anggarannya buat iFV dl
Bukan soal tertarik atau tidak tertarik, tapi yang dipikirkan lebih detail, seperti aspek kesesuaian alutsista tersebut dalam menunjang operasi amfibi, apakah dimensi dan bobotnya pas atau match dengan wahana transportasi yang ada, dalam hal ini LCU dan LPD misalnya.
jawaban bung admin sangat rasional … mantap