Update Drone KamikazeKlik di Atas

Refleksi HUT TNI ke-76 – Pengadaan Sukhoi Su-35, Program Akuisisi Alutsista yang ‘Menguras Emosi’

Masih dalam momentum HUT TNI Ke-76, menjadi harapan terbesar masyarakat Indonesia adalah bagaimana ketiga matra TNI dapat dilengkapi dengan alutsista yang mutakhir dan modern, khususnya alutsista yang dimaksud harus mampu memberikan efek deteren yang signifikan di kawasan regional. Mampu menjadikan kekuatan militer Indonesia berbeda dan disegani oleh kawan dan lawan.

Baca juga: Refleksi HUT TNI ke-76, Inilah 10 Alutsista yang Telah Melewati 50 Tahun Usia Pengabdian

Guna mendatangkan alutsista dengan kualifikasi mutakhir dengan efek deteren ternyata bukan persoalan murah dan mudah. Lepas dari negosiasi harga dan mekanisme pembayaran, kedatangan alutsista strategis juga mendapat tantangan dari internasional yang ikut mempersulit. Itu semua yang kadang kala, netizen melihat pengadaan suatu alutsista nampak begitu melelahkan dan tak jarang menguras emosi.

Dan pada refleksi HUT TNI ke-67, rencana pengadaan 11 unit jet tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia, kami anggap sebagai rencana pengadaan alutsista yang paling berliku, membingungkan dan penuh tanda tanya akan kelanjutannya. Di satu sisi, Pemerintah Rusia masih bertekad untuk mengirimkan armada Su-35 ke Indonesia, tapi sebaliknya, melihat konstelasi saat ini, dengan anggaran pertahanan yang terbatas, obsesi pengadaan jet tempur utama Indonesia justru mengarah ke Dassault Rafale dan F-15 Eagle. Dan kini pembahasan seputar Su-35 pun mulai redup.

Bagi Indonesia, lepas dari rencana pengadaan Su-35 juga tak mudah, pasalnya sudah dilakukan MoU antar dua pemerintah. Penandatanganan MoU untuk 11 unit jet tempur Su-35 persisnya dilakukan pada Agustus 2017, namun karena ancaman sanksi AS, pelaksanaannya belum dimulai hingga saat ini. Selain tekanan dari AS, rencana pengadaan Su-35 untuk Indonesia juga terganggu akibat pandemi Covid-19, dimana ada redistribusi dana anggaran.

Seperti diketahui, kesepakatan alias MoU pengadaan kesebelas Su-35 telah dilalukan pada 10 Agustus 2017 lewat skema barter dengan nilai US$1,1 miliar. Rencananya 11 pesawat Sukhoi itu akan ditukar kopi, teh, minyak kelapa sawit, dan lainnya. Dengan skema imbal beli tersebut, Indonesia mendapat potensi ekspor sebesar 50 persen dari nilai pembelian SU-35. Persentase dalam pengadaan Su-35 ini yaitu 35 persen dalam bentuk ofset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar US$570 juta dari US$1,14 miliar nilai pengadaan Su-35.

Sukhoi Su-35

Rencana awal, pesawat tersebut akan dikirim dalam tiga tahap. Pertama, pengiriman dua unit pada Agustus 2019, dengan catatan kontrak efektif dapat dilakukan per Agustus 2018. Kedua, enam unit akan dikirim 18 bulan setelah kontrak efektif. Ketiga, sebanyak tiga unit sisanya akan dikirim setelah 23 bulan dari kontrak.

Pihak Rusia sampai saat ini berpendapat bahwa kontrak 11 unit Su-35 untuk Indonesia masih berlaku. Dmitry Shugaev, head of the Russian Federal Service for Military-Technical Cooperation (FSMTC) mengatakan, “kontrak masih berlaku dan sejauh ini tidak ada perubahan,” ujar Shugaev ketika menjawab pertanyaan Interfax tentang status MoU.

Baca juga: Rusia Bulatkan Tekad (Lagi) untuk Kirimkan Sukhoi Su-35 ke Indonesia

Dan setelah musim berganti, dimana Joe Biden telah menjadi Presiden Amerika Serikat, nyatanya Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) belum juga dicabut oleh Washington. Bentuk sanksi CAATSA bisa diterapkan dalam banyak dimensi, tidak melulu pada jenis embargo suku cadang persenjataan dan kerja sama pertahanan, namun bisa merembet ke sektor ekonomi dan perdagangan. Inilah yang menjadi salah satu faktor rumitnya program pengadaan Su-35. (Gilang Perdana)

39 Comments