Update Drone KamikazeKlik di Atas

Radar AWS-2 Kohanudnas ‘Kawal’ Ground Breaking Bandara Kulon Progo

Radar dengan kemampuan GCI (Ground Control Intercept) dan EW (Early Warning) menjadi elemen kekuatan inti Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dalam unit Satrad (Satuan Radar). Namun dari sekian unit radar yang telah dimodernisasi, masih ada radar GCI/EW yang usianya sudah cukup tua. Dalam acara ground breaking Bandara Internasional Kulon Progo di Yogyakarta pada Jumat (27/1) ternyata lokasinya bersebelahan langsung dengan sosok radar hanud AWS-2. Jenis radar yang didatangkan ke Indonesia pada awal tahun 60-an.

Baca juga: Radar Hanud AWS-2 – Jejak Operasi Kresna Yang Masih Eksis

Secara jelas lokasi pembangunan tahap pertama Bandara Kulon Progo memang bersebelahan dengan Satrad 215 di Congot. Wujud radar diatas menara pantau terlihat cukup masif, bahkan menara pantau radar bercat biru kerap digunakan pejabat untuk meninjau lokasi proyek bandara. Nah, apa yang menarik dari sosok radar AWS-2? Sudah pasti awalnya adalah usianya yang cukup tua.

Radar AWS-2 diatas menara pantau Satrad 215, lokasi bersebelahan dengan acara ground breaking Bandara Kulon Progo yang dilakukan Presiden Jokowi. (Foto: Angkasa.co.id)

Merujuk dari spesifikasinya, AWS-2 generasi pertama dari Inggris ini, sistem bekerjanya sama dengan prinsip kerja radar pada umumnya. Radar AWS merupakan gabungan antara Decca Radar dan Plessey. Meski awalnya berasal dari teknologi analog, radar AWS 2 saat ini telah dimodifikasi sehingga dapat diubah menjadi digital. Kemampuannya pun ditingkatkan, seperti dapat menampilkan informasi secara real target dan real time di Posek Hanudnas I, dan dilengkapi pula dengan perangkat tambahan, yaitu SBM (Satelit Bumi Mini) K3I. Peralatan ini dapat dimanfaatkan sebagai latihan intersepsi bagi personel GCI Controller. Dari SBM ini terdapat 3 keluaran yaitu data, voice dan video. Untuk transmisi yang digunakan masih menggunakan kabel coaxial.

Peninjauan dari atas menara pantau Satrad 215.

Baca juga: Vera-NG – Surveillance Tracking Pengendus Keberadaan Pesawat Tempur Stealth

Sebagai radar sekunder yang sudah dimodifikasi, AWS-2 yang dibuat tahun 1960 punya jarak jangkau deteksi hingga 280 km. Komponen radar ini terdiri dari antena, sistem pengirim (transmitter), sistem penerima (receiver) dan tampilan (display). Untuk display-nya menggunakan kepunyaan radar Plessey MK-8.

Radar AWS-2 di install secara permanen pada menara, untuk menunjang pengawasan dan pemeliharaan, menara lima lantai sudah dilengkapi dengan fasilitas lift. Lantai paling atas sudah pasti menjadi tempat instalasi antena radar. Bagaimana sistem koordinasi dengan radar lainnya? Dalam operasionalnya, seperti Satrad 215 menggunakan satelit bumi mini yang dapat menghubungkan Kosek (Komandon Sektor) 1 yang terletak di Jakarta.

Baca juga: MATC 8100 Tower – Menara ATC Mobile Untuk Dukungan Operasi Taktis TNI AU

Selain berkomunikasi dengan Kosek 1, Satrad 215 dapat dapat juga berkomunikasi dengan menara ATC (Air Traffic Control) dengan tujuan untuk mencari/pengambilan data yang ingin dibutuhkan oleh satrad maupun sebaliknya. komunikasi diluar militer ini disebut dengan MCC (military coordination center). Apabila satuan radar sipil menangkap adanya obyek udara yang tak dikenal maka, ia dapat berkoordinasi dengan satuan radar militer terdekat dengan wilayah udaranya, dengan menukar data informasi dari obyek udara yang ingin diketahui.

Display latar radar memperlihatkan situasi di Pulau Jawa,

Baca juga: Master –T: Radar Hanud Tercanggih Perisai Ruang Udara Indonesia

Meski radar AWS-2 masih beroperasi dengan baik, sudah barang tentu ada rencana untuk mengganti AWS-2 dengan radar modern seperti Master-T yang kini juga sudah dioperasikan Kohanudnas. Radar AWS-2 usianya memang tua, namun radar ini dipercaya ‘memagari’ ruang udara selatan Indonesia, notabene setiap ancaman dari selatan idealnya harus mampu dideteksi lebih dini oleh AWS-2. Selain di Satrad 215, radar AWS-2 juga digunakan Satrad214 di Pemalang (Pantura) Jawa Tengah dan Satrad 221 di Ngliyep, Jawa Timur. (Haryo Adjie)

8 Comments