Punya ‘Stern dan Side Ramp’ – Fregat KRI Brawijaya 320 dan KRI Prabu Siliwangi 321 Ideal Untuk Operasi Khusus
|
Kedatangan fregat KRI Brawijaya 320 dan KRI Prabu Siliwangi 321- PPA (Pattugliatore Polivalente d’Altura) Paolo Thaon di Revel class banyak membawa hal baru bagi TNI AL, selain Cockpit Nave, CMS (Combat Management System) Leonardo SADOC MK.4 dan paket persenjataan baru, desain fregat PPA juga menarik untuk dicermati, seperti adanya pintu rampa (ramp door) yang menjadikan fregat ini punya ‘kemiripan’ dengan Landing Platform Dock (LPD).
Tentu saja tidak fair membandingkan keberadaan pintu rampa di fregat PPA dengan yang ada di LPD, namun sejauh ini jarang ditemui kapal perang jenis fregat dibekali pintu rampa, dan secara langsung menjadikan kapal kombatan pertama TNI AL yang dilengkapi pintu rampa.
Di fregat PPA terdapat stern ramp (rampa di buritan) dan side ramp (rampa di samping lambung). Stern ramp memungkinkan fregat untuk dengan cepat meluncurkan dan mengambil kembali kapal kecil (misalnya, RIB atau rigid inflatable boat) atau kendaraan laut tak berawak (UUV/USV).
Hal ini sangat berguna untuk misi pengintaian, patroli, atau operasi khusus yang memerlukan respon cepat tanpa harus kembali ke dermaga.
Dengan adanya stern ramp, kapal dapat mendukung operasi pasukan khusus atau misi amfibi. Ramp ini memudahkan penyeberangan langsung dari dek kapal ke air, memungkinkan pasukan atau peralatan ditempatkan secara cepat untuk menjalankan tugas, misalnya dalam operasi boarding atau intervensi cepat – VBSS (Visit, Board, Search, and Seizure) di wilayah yang sulit dijangkau.
Fasilitas ini menghilangkan kebutuhan akan sistem pengangkatan tradisional seperti davit atau crane, sehingga proses peluncuran maupun pemulihan kendaraan kecil menjadi lebih efisien dan cepat, bahkan ketika kapal sedang bergerak perlahan. Hal tersebut memberikan keunggulan dalam situasi dinamis di medan operasi.
Pemasangan stern ramp merupakan salah satu inovasi yang membedakan fregat PPA dari desain kapal tempur tradisional. Dengan mengintegrasikan ramp langsung ke bagian buritan, kapal mendapatkan kemampuan tambahan tanpa mengorbankan ruang operasi utama atau fungsi tempurnya.

Selain stren ramp (ramp di buritan), terdapat pula side ramp di samping lambung kapal. Ramp samping ini berfungsi sebagai alternatif untuk meluncurkan atau mengambil perahu cepat (seperti RIB) atau perahu serbaguna lainnya. Dengan adanya ramp samping, kapal mendapatkan fleksibilitas tambahan, terutama saat kondisi operasional atau taktis menuntut akses yang berbeda.
Baik steren ramp dan side ramp dirancang untuk saling melengkapi, sehingga fregat PPA mampu menyesuaikan metode peluncuran perahu dengan kebutuhan misi. (Gilang Perdana)
Saran saya @tukang ngitung jangan terlalu delulu deh bener kata @Ojo ngitung, itu 4 angka ramalan lagi ?
Sehubungan pertanyaan Agato, minimum 1 unit LHD untuk dipajang saat parade laut dan dipajang jumlahnya untuk ngisi kolom yang masih kosong di situs gombal faiye pouwe, ideal 4 unit LHD. Mesir aja yang lautan kecil punya 2 unit. Kalo perlu keluarin instruksi untuk bangun kapal-kapal Ferry Ro-Ro penyeberangan antar pulau berbentuk flat seperti LHD sehingga dek paling atas bisa didarati minimal 3 helikopter H225m atau sekian puluh drone sehingga saat ada kebutuhan bisa langsung dimobilisasi (kapal Ferry penyeberangan yang ada sekarang hanya punya 1 helikopter dek untuk menampung 1 helikopter ringan saja).
Hihihihi.
Fregat Absalon yg menjadi platform desain fregat Iver Huitfeld juga memiliki Stern Ramp.
Absalon efektif berfungsi sebagai kapal angkut.
Akhirnya Indonesia serius mau dapatkan LHD entah beli entah bangun sendiri. Mau pake Mistral Class atau buatan Spanyol terserah yg penting LHD. Syukur-syukur beli LHA yg bisa dipake buat F-35B macam JS Izumo class.
Ayo bung TN, coba hitung berapa kebutuhan LHD/LHA Indonesia jika proyek ini jalan?? Saya ambil perkiraan 2 atau 3 unit minimal hingga ideal 9 unit itu sudah cukup.
“Hal ini sangat berguna untuk misi pengintaian, patroli, atau operasi khusus yang memerlukan respon cepat tanpa harus kembali ke dermaga.”
Tergantung misi pelayaran kedua KRI itu nantinya, jika ada yang “tertinggal” perlu pertimbangkan untuk kembali ke dermaga apabila jarak antara posisinya dengan Lanal tak terlalu jauh tetapi jika sudah keburu jauh terpaksa harus “mengambilnya” via udara yaitu dengan helikopter 😅