PT PAL dan DCNS Eksplorasi Kebutuhan Kapal Selam Untuk TNI AL
|Dengan rampungnya basis produksi kapal selam di galangan PT PAL pada September mendatang, secara langsung dimulai babak baru pembangunan kapal selam di dalam negeri. Selain proyek perdana berupa pengerjaan KRI Nagarangsang 405 (Nagabanda Class – aka Changbogo Class), fasilitas produksi kapal selam PT PAL juga nantinya dicanangkan untuk merilis kapal selam lanjutan untuk kebutuhan Korps Hiu Kencana TNI AL.
Baca juga: September 2016, Pabrik Kapal Selam PT PAL Mulai Beroperasi

Seperti diketahui, guna memenuhi postur kekuatan armada kapal selam yang ideal, setidaknya TNI AL harus memiliki 12 unit kapal selam. Bila paket tiga kapal selam Nagabanda Class telah tiba, plus ditambah dua unit Cakra Class (Type 209), TNI AL praktis baru mempunyai lima unit kapal selam. Dalam proyeksi pengembangan strategis, TNI AL masih harus mengejer sisa kebutuhan tujuh unit kapal selam.
Baca juga: Konstruksi Kapal Selam Rampung, Changbogo Class TNI AL Kini Bisa Disebut Nagabanda Class

Menyadari bahwa setiap pengadaan alutsista mensyaratkan ToT (Transfer of Technology), bahkan didorong untuk produksi di dalam negeri, menjadi peluang emas bagi BUMN Strategis PT PAL untuk bisa mempersiapkan jika pesanan lanjutan kapal selam dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI datang.
Baca juga: DCNS Tawarkan SUBTICS Combat Management System dalam Paket Overhaul KRI Cakra 401
Baca juga: DSME dan DCNS Berkompetisi Menangkan Proyek Overhaul KRI Cakra 401
Selain nama DSME (Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering) dari Korea Selatan yang sudah melekat kuat dalam kerjasama pengadaan Nagabanda Class, nyatanya galangan kapal asal Perancis DCNS juga lumayan gencar menawarkan program pengadaan kapal selam di Indonesia. Setelah pada Desember 2015 menawarkan combat management system SUBTICS (Submarine Tactical Integrated Combat System) dalam paket overhaul KRI Cakra 401, DCNS pada bulan Oktober 2015 juga aktif mengadakan pembicaraan kepada pemerintah RI tentang pengadaan kapal selam Littoral Scorpene Class 1000. Kedua proyek yang ditawarkan oleh DCNS terkait pada PT PAL selaku penerima mandat ToT, dan satu-satunya galangan di Tanah Air yang punya fasilitas reparasi dan produksi kapal selam.
Baca juga: Indonesia dan Perancis Bicarakan Pengadaan Kapal Selam Littoral Scorpene Class 1000
Seperti dilansir dari Janes.com (25/4/2016), perwakilan dari Indonesia dan Perancis kini sedang memulai tahapan pembentukan kelompok kerja untuk melakukan eksplorasi tentang sosok dan spesifikasi kapal selam yang dibutuhkan untuk Indonesia. Selain itu tim akan membahas platform operasi kapal selam untuk perairan dalam dan perairan pesisir (litoral). Kelompok kerja ini dibentuk dalam payung kerjasama antar pemerintahan, dan resmi dimulai pada bulan Maret lalu. Dalam kelompok kerja juga melibatkan perwakilan dari sektor swasta dan publik. (Haryo Adjie)
Tawaran kerjasama & ToT.
Hal yg sangat jarang didengar dari Rusia ke kita 😀
Dari Rusia, kita tunggu kabar deal SU-35. Katanya kan April ini.
Rusia biaya entertaint yang gede hehe, wah Russian Fans Boy cemas nih, moga2 Su35 batal aja deh
@deano
Entertain apaan nih maksudnya?
Rafale, viper&typhoon udah datengin pesawat, simulator&mock up,,,gripen memboyong delegasi wartawan ke pabriknya.
Lha sukhoi,,,cuma nungguin delegasi Indonesia pas ada acara di rusia. Ngirit banget kayaknya,,,ato jangan2 emang mulai nggak PD?
Pengadaan Su-35 berbelit2 krn tertahan di Bappenas & Kemenkeu serta negosiasi yg alot antara kita dgn Rusia
1. Dari pihak Kemenkeu / Bappenas justru ada pada masalah pembayaran.Mengingat pembelian alutsista kita sifatnya multiyears alias ngutang sehingga dibutuhkan lembaga penjamin pinjaman alias bank2 dari luar negeri dlm hal ini jika pembeliannya dgn Rusia kita memakai Bank dari RRT sbg penjamin pinjaman. Tapi permasalahnnya adalah ekonomi Rusia skrg lg ambruk dgn adanya sanksi ekonomi & trurunnya harga migas ditambah kebijakan Rusia terhadap Syria yg mebmbuat cadangan uang Rusia menipis membuat bbrp bank RRT yg biasanya sbg partner justru emoh. kalo pake bank pemerintah kita sendiri bakal memberatkan anggaran, pake bank dari Rusia jelas lagi tdk ada dana dan pake bank negara lain seperti Eropa, Jepang dll pasti 100% emoh
2. Negosiasi yg ribet krn kita ngotot avionik Su-35 kita custom pake bikinan Thales dan pake kontrak pembelian sedangkan maunya Rusia pake kontrak terpisah. Repotnya Su-35 dibikin oleh KNAAPO yg cenderung emoh dlm kustomisasi pespur lain hal jika Su-35 dibikin oleh irkut yg memang sdh berpengalaman
Kelihatannya untuk pengadaan kapal selam selanjutnya tetep lewat tender meski kita udah kuasai cara bikin CBG.
Kalo gampangnya kan mustinya tinggal perbanyak jenis CBG dgn upgrade2 kayak LPD yg dari Korsel. Tender itu makan waktu & lebih berbelit-belit. Ini artinya ada teknologi yg pengen dikejar lagi oleh Indonesia ato bikin posisi tawar Indonesia nggak rendah di mata pabrikan CBG (yg katanya batasi ini-itu).
Nah, yg mengherankan itu pengganti F-5 kita. Kenapa nggak ada tender jelas seperti soal kasel ini (meski awal2nya udah jelas siapa yg dipilih, tp nggak jadi XD).
Dari komentar Bung Ayam Jago sepertinya soal pespur ini malah kena blunder. Ujung2nya kita yg rugi banget. Dulu aja kita udah rugi dibanding Malaysia dalam pengadaan Sukhoi. 16 SU Indonesia dibeli lebih mahal daripada 18 SU Malaysia yg lebih canggih plus bonus kirimkan warga Asia Tenggara pertama ke luar angkasa.
Tapi jika terkait ToT, saya lebih percaya kelompok barat (termasuk Korsel & Swedia). Tender bisa ningkatin tawaran ToT & rendahin harga beli.
Artikelnya apa komentarnya lain.
Sales gripen ya om? Hehehe
Saya jg tertarik dgn deal TOT su-35, kira2 Rusia beri apa.
Bener tuh om Lesus, kalau dilihat2, malah Rusia biasa aja promonya dibanding kompetitor lain.
Tebak2, knp su-35, Kasau sendiri yg blg kalau AU demen dgn performa Su yg sdh dimiliki. Tentu saja ini bs didebat, tp siapa yg menjadi operator?? Kita2 hanya pengamat.
Sales sukhoi ya om? Hihihihi
Rusia hanya tertarik uang kita, ngak peduli yang namanya ToT
Maintenance kok dikatakan ToT ? lucu banget deh
Sampai sekarang tidak ada bukti satupun ToT dari rusia
jadi maaf saja, saya sama sekali ngak percaya
yang demen itu Kasau sendiri atau Penerbangnya ?
karena pada saat airshow kemarin, coba saya tanyai, pilot T-50 yang juga mantan penerbang F-5 lebih menyukai Gripen, Typhoon atau F-16, karena lebih nyaman dipakai (comfortable)
Di Indonesia Su-35 turun pangkat menjadi Generasi 4.0 saja
karena yang ++ (Gen 4.5) tidak dapat dipakai
++ tersebut adalah Network Centric, Sharing data dari Pesawat ke Ground atau Kapal, karena Teknologi Rusia dan NATO tidak kompatible
@arief
Loh,,,gue fans boynya gripen oom
Hahaha..sorry om, jangankan sales, fans sukhoi jg bkn. Cuma ya errik saja komentarnya apa, artikelnya apa.
Kita lihat saja proses pembelian su-35. Tp fans atau salesnya gripen gak usah ribut, itu tawaran SAAB soal TOT jg blm jelas2 banget.
Soal tot, lah itu sukhoi belinya kapan. Lihat jg siapa yg duduk wkt pembelian, bs nego gak. Semua produsen jg mw nya duit om, DUIT! omong kosong kalau mrk peduli soal kemandirian kita. Makanya posisi tawar dlm negosiasi y kita yg tentuin.
Ada brp pilot yg ditanya om? Hehehe..
Tntu saja sulit mendapat data akurat krn itu bagian dr kerahasiaan militer. Krn AU sdh memutuskan beli dr rusia,kemenhan pun setuju. So?? Skrg mari kita lihat, selihai apa tim negonya soal pembayaran, spek, dan utamanya ToT??
Sekedar menambahkan saja, dalam bisnis tentu tidak ada “makan siang” gratis, begitu juga dengan soal ToT. Adalah naif bila menanyakan komposisi dan nilai ToT kepada pihak manufaktur pesawat atau kapal selam, sebelum nilai kontrak pembelian dibicarakan lebih dalam. Sebab besaran dan bobot ToT dimanapun akan terkait nilai kontrak penjualan itu sendiri.
Yg namanx ToT tdk pernah gratis. Pihak produsen pastinx minta imbal balik berupa biaya tambahan tergantung persentasenx, mau dlm paket pembelian ato kontrak tambahan tinggal negosiasi, kemampuan & tentunx dompet
Contohnx ada pd kontrak rudal Statsreak dmn Thales UK meminta ke kita viaya tambahan 20% sbg imbalan ToT ato kontrak Saab dfn Brasil untuk Gripen NG dmn harga asli yaitu USD 90 juta jg 110 juta
@Arief
Jelas tidaknya ToT bisa dilihat dari pengalaman Negara lain, seperti Thailand yang hanya beli 6 unit + 2 Eri Eye sudah dapat ToT yang aduhai, Belum lagi Afrika Selatan
Bandingkan dengan India yang harus beli Ratusan Su-30 plus uang tambahan dengan rasa kecewa berat
Mau jadi petugas sensus penduduk TNI pak ? kok harus tanya ke semua pilot
@admin
Oom ini kan sebatas penjajakan aja toh?
Kalo ngebahas tawaran scorpene 1000,,,HDW juga punya yang setara, U-210 mod. Komonalitasnya sangat tinggi dg keluarga tipe U-209 dan U-214
Pastinya begitu, lebih ke tahap kesiapan bila suatu waktu nanti Kemhan membuka tender pengadaan kapal selam lagi 🙂
@admin
Oom OOT nih, diformil sebelah ada pernyataan pak kasau ttg peran pesawat albratos dalam operasi sar musibah tampomas 2 (dalam seminar ttg: penguatan peran AU dlm mendukung visi poros maritim).
Apakah punya catatan, waktu itu pesawat albratosnya mendarat di laut utk mengevakuasi para korban?
Mas @Lesus, soal Albatros dan Tampomas malah belum denger, latar ceritanya menarik banget, cocok buat di update ke artikel http://www.indomiliter.com/uf-2-albatross-generasi-kedua-pesawat-intai-amfibi-tni-au/
Semoga lancar….
Mas admin.. apa ini 2 jenis yg berbeda antara scorpene 1000 dgn andrasta? Karena 2nya kn prod prancis?? Apakah ke depan manajemen tempur kita akan beralih dari CSU 90 ke Subtics? Trims..
Betul sekali, sebelum namanya Scorpene 1000, disebut Andrasta class, bisa disimak infonya di http://www.indomiliter.com/indonesia-dan-perancis-bicarakan-pengadaan-kapal-selam-littoral-scorpene-class-1000/. Untuk CMS kedepan belum bisa dipastikan, mengingat Subtics statusnya baru sebatas tawaran dari DCNS dan belum direspon lebih lanjut oleh pihak terkait di Indonesia.
@admin
Numpang nebak oom,,,
Mungkin “merek dagang” andrasta dulu coba ditawarkan scr khusus ke india, tapi setelah india pilih scrorpene, maka merek dagangnya dikembalikan ke “merek generik”,,,scorpene family
#edisi sok tau xixixixixi
Klo saya coba menangkap “keinginan’ TNI AL kedepan spertinya akan membentuk 2 “jenis’ satuan kasel. Pertama adalah untuk kelas berat dan long endurance, dalam hal ini U209 1400 nagabanda class yg akan disertai modul AIP Dan yg Kedua adalah litoral submarine utk menjaga coke point penting dan selat2 pelayaran penting di ALKI. Dalam hal ini bisa saja mereka mengakisisi yg 1000an ton sperti Andrasta ato bisa saja U 210 mod yg merupakan light version dari U 214/209.
@admin
Oom,,,mbok dibikinin komparasi antara scorpene 1000 vs hdw u-210 mod, sekalian pros&con
Matur nuwun oom
@ken arok
Lalat JKGR pantasnx yg belajar sejarah. Msh nostalgia era orde lama!!
12 Whiskey class yg kita beli dari Soviet semuanya bekas & sebagian prnh dipake pd perang dunia ii
Berita dari tetangga sebelah DCNS memenangkan tender pengadaan selusin kapal selam diesel di negeri budak inggris yg di halaman belakang rumah kita. Mengalahkan Soryu Jepang & Jerman.Kapal Selam yg di tawarkan 5000 ton senilai 508 T. Mau tanya ini buat Om & bung yg sudah pakar, ini Kok proyek nya mahal amat ya?trus kapal jenis apa yg 5000 ton? Bukan nya scorpene punya Malasyia cuma sekitar 2000 ton? Mohon pencerahan….
Nah, itu dia, ToT itu yg jarang terdengar dari Rusia untuk kita.
Ketika berita DCNS & PAL ini muncul, yg terdengar adalah:
tender, rencana pengadaan, produsen lokal diajak bicara. Dan pada saat ini Indonesia lagi menanti jet pengganti F-5 yg katanya teken kontrak Maret kemarin, trus undur April tahun ini (bukan tahun depan).
Yg aneh itu kan gaung yg terus menerus didengungkan petinggi TNI-AU & Menhan soal satu produk. Tendernya nggak ada. PT.DI sepertinya nggak diajak bicara. Padahal kalo ToT, mau nggak mau PT.DI pasti diajak bicara karena cuma ini satu2nya pabrik pesawat di ASIA TENGGARA. Ntar bisa dituduh mafia senjata Rusia lho.. (hehehe…sampe saat ini nggak satu pun senjata Rusia bisa kita bikin sendiri).
Dan sepertinya masih ada ego sektoral antara TNI-AU & PT.DI (inget gonjang-ganjing heli VVIP?). Tapi TNI-AU sendiri sekarang nggak bisa nyalah2in PT.DI terkait kualitas produk jika terjadi kecelakaan. Juga nggak bisa nyalah2in faktor usia pesawat & bekas pakai karena toh pesawat2 baru juga pada berjatuhan dalam setahun (amat sangat jarang kita dengar dari negara2 tetangga kita)
–
Nah soal pengadaan kasel memang bagusnya dimulai dari tahapan pembentukan kelompok kerja buat eksplorasi sosok dan spesifikasi kasel yang dibutuhkan Indonesia. Trus bahas platform operasi kapal selam untuk perairan dalam dan perairan pesisir (litoral). Juga dilengkapi payung kerjasama antar pemerintahan (jika masih mendatangkan dari luar), dan resmi (nggak ada mitra2 nggak jelas, makelar2 senjata). Serta melibatkan perwakilan dari sektor swasta dan publik (utamanya untuk transparansi anggaran).
Tuh berita soal kasel Australia cukup menarik. Di bawah Perdana Menteri sebelumnya, Tony Abbott, Australia ingin memilih pembuat kapal selam TANPA KOMPETISI. Jepang dipandang hampir pasti akan mendapatkan kontrak kapal selam tersebut (beritanya mungkin kayak pengadaan Kilo di kita). Faktor ini dibantu oleh hubungan pribadi Abbot yang dekat dengan Abe (PM Jepang) dan dengan dukungan diam-diam dari Amerika Serikat.
Ketika Abbott digulingkan oleh Turnbull dalam coup partai, kritik terhadap tawaran, kurangnya pengalaman dan kurangnya hubungan industrial Jepang dengan negara lain menjadi semakin berkembang. Terutama soal keengganan Jepang pada awal-awal untuk mengatakan bahwa mereka akan membangun kapal selamnya di Australia.
Saat pengumuman DCNS sebagai pemenang tender pengadaan 12 kasel senilai $ 40 milyar, PM Australia Malcolm Turnbull bilang bahwa ini salah satu kontrak pertahanan yang paling menguntungkan di dunia. Australia nggak hanya dapat kasel canggih besar mematikan (ada VL missile-nya), tapi, kata Turnbull:
“Proyek kapal selam ini.. akan melibatkan pekerja Australia membangun kapal selam Australia dengan baja Australia.”
Jadi mustinya kita ambil hikmah dari Australia. Nggak cuma rasa takut dan rasa minder dari mereka.
Di Asia Tenggara cuma negara kita yg punya pabrik pesawat & (dalam waktu dekat) galangan kasel. Harusnya pemimpin kita juga bisa ngomong:
“Proyek alustsista ini… melibatkan pekerja Indonesia membangun alutsista Indonesia dengan baja Indonesia.”
Jangan sampe terulang kita beli Scorpion seharga MBT, beli Hawk seharga F-16, beli sukhoi kalah canggih, kalah jumlah, kalah senjata, kalah murah, gak dapat bonus nempatin kosmonot dari Malaysia, dan kita tetap tidak bisa membuat itu semua. Bahkan koordinasi terpadu sekalipun XD
@Errik.. Sangat setuju bung errik, saya juga fans SU 35, cuma saya msh aneh (kecewa) dgn sikap rusia yg blm ada statment resmi utk memberikan offset ato ToT kepada pihak Indonesia mengenai imbal beli dari rencana pembelian SUKHOI 35. Pola penjualan rusia yg melewati broker sperti Roso, dll memang lebih fleksibel dari pada FMS nya amerika ato eropa, tetapi mrk jelas memaparkan benefit apa yg bisa diperoleh dari transaksi tsb. Kita harus bisa menekankan kpd pihak rusia mengenai apa yg menjadi keuntungan bwt kita dari transaksi tsb, karena hal itu juga di atur pemerintah dlm undang2.
Yoi Bung D’boys. Intinya jangan sampe kepentingan ‘NASIONAL’ kita dirugikan. Moga2 petinggi2 kita (yg ngurusi deal SU-35) tidak cuma gembar-gembor produk ini ‘paling bagus’, tapi juga jelasin apa nilai tambah buat kepentingan nasional & jangka panjang. Soalnya duitnya gede banget untuk ukuran bangsa kita yg lg giat ngatasi ketertinggalan.
CBG, sesulit apapun nego ToT & kalah gahar dari Kilo, mendorong kita menguasai teknologi pembuatan kapal selam. Begitu juga dengan pesawat2 baling2 CASA waktu kita beli dulu.
DCNS ini juga mengawali dengan cara yg bagus: ngajak ngomong PT.PAL.
Betul kata @admin
jelas semua produsen atau pabrikan apa saja tidak mau rugi, pemberian ToT Harus dilihat dari nila kontrak, masih untung tidak ?
Dijaman sekarang yang semakin keras persaingannya, apalagi setelah Cina mulai masuk persaingan, maka margin keuntungan semakin menipis
@ayam jago
Dalam pembelian rudal Starstreak saya kira tidak ada biaya tambahan, tapi bersifat pengembalian offset sebesar 35% sebagai syarat undang undang, yaitu dengan menggandeng LEN untuk membuat salah satu modul
kecuali TsT (Tau sama Tau) itu lain lagi ceritanya.
berbeda dengan Changbogo karena itu sudah jelas beli ToT, bukan hanya sekedar pemberian Offset 35%, karena Full Manufakturing, padahal hanya beli 3 unit
Brazil beli Gripen-E/F dengan paket sangat komplit (penuh) sebagai syarat mendapatkan ToT Manufakturing, itulah yang menjadikannya lebih mahal, jadi bukan ada biaya tambahan
jangan bandingkan dengan TNI yang selalu beli kosongan, bahkan sangat kosong seperti pada T-50 dan Super Tucano kemarin
#admin mohon ntar di ulas soal body armor helm granat standar personel tni saya masih penasaran,,yang beredaran di internet kurang spesifik dan konkret
Grippen gak laku di RI karena kesalahan negaranya sendiri ==>
Demen banget ngEMBARGOin pembeli senjatanya……., itu !
Grippen memang benar bung ngak laku di Indonesia
yang laku adalah Gripen
Rame sih kalau banyak seles, aduhh pleasss bangun sadar dri mimpinya woyyyyyy!!!! INDONESIA INI rusak GARA GARA ORANG SOTOY ke KALIAN, kita cukup bri masukan bukan ikut ambil keputusan, kita butuh persatuan bukan Hujan bebatuan.BIHNEKA TUNGGAL IKA.
lebih rusak lagi kalau ngak ada selesnya bung
lha wong jual krupuk aja pakai seles
tambah lebih rusak lagi kalau ada ribuan lagi orang seperti anda
Pak MenHan sudah tiba di Rusia..
Su 35 kamingsun!!!