Proyek Larkswood: Tanpa Komunikasi Mandiri, Kedaulatan Negara Jadi Taruhan
|Tentu bukan cerita baru bahwa jalur komunikasi penting di Indonesia telah disadap atau berpotensi kuat disadap pihak asing. Maklum, sampai saat ini lebih dari 90 persen teknologi perangkat komunikasi di Indonesia didominasi produk dari luar negeri. Itu baru dari sisi perangkat, belum lagi dari sisi aplikasi yang marak menggunakan layanan OTT (Over The Top) dari luar negeri seperti Facebook, Twitter, BlackBerry dan WhatsApp. Maka tak heran bila komunikasi di level taktis dan strategis juga rentan penyadapan meski telah dilakukan enkripsi sekalipun. Namun penyadapan komunikasi di era terestrial yang melibatkan peran satelit baru dihadapi Indonesia pada dekade 70-an.
Baca juga: Radio AN/PRC-77 – Andalan Komunikasi Tempur TNI di Operasi Seroja
Siapa sangka, justru penyadapan komunikasi militer di Indonesia malah menggunakan fasilitas satelit milik Indonesia sendiri, yakni Palapa. Palapa generasi pertama, yaitu Palapa A1 diluncurkan pada 8 Juli 1976 sudah menjadi korban penyadapan. Seperti diungkapkan Jeffrey T. Richelson dalam buku “US Intelligence Community,” disebutkan bahwa penyadapan Palapa menjadi bagian dalam Proyek Larkswood, sebuah proyek yang dibangun pada tahun 1974 ini dipelopori oleh 1 negara adidaya, 3 negara besar dan 1 negara di kawasan Pasifik yang dikenal sebagai Traktat UKUSA. Tujuan proyek ini untuk memata-matai seluruh kegiatan militer RI di Timor Timur. Proyek ini disiapkan jauh sebelum satelit Palapa diluncurkan dan operasi TNI di Timor Timur.

Richelson menjelaskan, basis penyadapan elektronik memanfaatkan peran aktif Australia dan Selandia Baru, caranya dengan mengumpulkan komunukasi intelijen dengan downlinking signals langsung dari satelit Palapa oleh empat satelit lain yang terbetang pada jarak 4.900 km. Belum lagi penyadapan dari pesawat terbang dan kapal laut. Perhatian Barat menjadi penting setelah Operasi Seroja yang dimulai tahun 1975.
Baca juga: E-7A Wedgetail – Stasiun Radar Terbang Perisai Ruang Udara Australia
Karena yang disadap adalah satelit Palapa yang mengorbit secara geostationer (tetap), maka paling ideal untuk menangkap sinyal satelit tersebut dari lokasi yang masih menjadi footprint coverage Palapa. Masih menurut Richelson, komunutas intelijen asing menggunakan basis yang berada di Shoal Bay, tak jauh dari kota Darwin di Bagian Utara Australia. Karena berada dalam coverage Palapa, maka sinyal satelit dapat diterima oleh beragam jenis antena tanpa kesulitan. Ditambah lagi, satelit Palapa A1 yang dioperasikan Perumtel diproduksi oleh Hughes Aircraft Company, kontraktor utama Departemen Pertahanan AS. Saat diluncurkan Palapa menyisakan banyak slot channel untuk disewakan kepada operator di Asia Tenggara. Adanya slot kanal yang berlebih ini yang kemudian dimanfaatkan untuk akses Proyek Larkswood.
Baca juga: EA-18G Growler – Jurus Australia Menghadapi Potensi Perang Elektronika dari Utara
Desmond Ball, pemerhati bidang pertahanan dari Australia National University menyebut bahwa fasilitas di Shoal Bay memberikan akses penuh penyadapan oleh Australian Defense Signals. Beberapa komunikasi memang telah melalui penyandian dan enkripsi, namun berkat kerjasama dengan US National Security Agency yang bermarkas di Fort Meade, Maryland, maka setiap pesan yang di enkripsi dapat diurai dengan cepat berkat dukungan bank supercomputers.
Shoal Bay juga berperan untuk basis pengawasan lalu lintas laut dan udara dari dan ke Timor Timur, dan memberikan laporan analisa kepada pengambil kebijakan di levek atas. Penyadapan yang terkait satelit di kemudian hari masih terus berlanjut dan melibatkan peran satelit mata-mata Orion, salah satu puncak penyadapan tertinggi yakni sepanjang tahun 1999 – 2000, dimana dilangsungkan jejak pendapat di Timor Timur, yang kemudian berakhir dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Jadi dengan data-data komunikasi militer yang mereka peroleh dari intersepsi sejak tahun 1974, hampir tidak ada rahasia tentang operasi militer Indonesia di Timor Timur yang tidak mereka ketahui.

Baca juga: BRIsat – Akankah Jadi Satelit Komunikasi Utama TNI?
Satelit Palapa A1 berperan sebagai satelit repeater bagi komunikasi berbagai media, termausuk telepon dan transmisi data. Palapa mengorbit pada ketinggian 35.900 km, sebagai satelit geostationer, Palapa mengelilingi Bumi bersamaan dengan rotasi Bumi, jadi satelit ini selalu berada di atas suatu posisi tertentu di atas Bumi.
Dengan latar Proyek Larswood, poin penting yang bisa diambil adalah “Hanya Jaringan Komunikasi yang Mandiri dan Amanlah yang menjamin Kedaulatan Suatu Negara.” Berangkat dari situ, maka wajar bila TNI membutuhkan satelit khusus untuk fungsi militer. Meski penguasaan teknologi satelit komunikasi masih belum bisa dicapai, kemandirian dalam rancang bangun satelit produksi dalam negeri harus terus didukung. Sampai saat ini sudah ada dua satelit produksi dalam negeri yang telah mengangkasa, yakni LAPAN A2 dan LAPAN A3. Sementara untuk satelit komunikasi militer, saat ini menggunakan slot BRIsat dan nantinya akan dioperasikan satelit khusus militer dan pemerintah yang sedang dibagun oleh Airbus Defence and Space. (Bayu Pamungkas)
Baca juga: Garap Proyek Satelit Militer Indonesia, Airbus Defence and Space Gandeng GigaSat
maju terus
satelit BRIsat nggak disadap ? mungkin lewat Thales ?
lha itu satelit pemerintah dan militer yang bangun airbus? yang mana pata pemegang sahamnya negara anggota nato?
kalau masih beli dan buatnya diluar jangan ngimpi gak bisa disadap,sedangkan buat sendiri aja belum tentu aman dari sadap,apalagi beli dari luar.
ntar ada yg bilang emang gampang sadap satelit,karna ada yg bilang gitu,walau buatnya diluar tapi kan kendali yg megang kita ,dan dll….ada yg bilang gitu bahkan sempat jadi bahan debat.
satelit ini seperti rudal…..
kalau kita beli rudal,memang kita yg pegang kendali tapi jangan lupa yg buat itu pegang teknologinya,sementara rudal dikendalikan karna teknologi tinggi,jadi mana yg paling berhak atau yg paling bisa kendalikan rudal ya jelas yg buat rudallah
dia tau kekuatannya dia juga tau kelemahannya.sementara yg beli hanya tau kekuatannya aja dan cara operasionalnya aja.
begitu juga dengan satelit,kita cuman tau makenya aja tapi kan gak tau didalam satelit itu dipasang apa aja.bisa aja yg buat bilang ini untuk suara atau gambar lebih cerah atau anti sadap atau anti karat atau anti dandrup atau anti poligami atau anti janda padahal itu alat untuk sadap,emang kita tau ya gak,gimana mau tau yg kita gak bisa buat.
ibarat tukang cangkul tapi disuruh ngawasi buat smartpoon,ya geh geh aja,paling dalam hati opo iyo iki buat itu….ha…ha..
Dasar badut
Makin dibaca makin bikin ketawa sndiri
Kucing ane aja kejang2 gara2 baca tulisanmu
Bung, proyek pembelian alutsista apa aja nih yang masih proses bung ? Ts klewang kok udah gk ada kabarny ya ? Trs drone Male kita udah ada keputusannya mau beli jenis apa ?
Xixixixi
Kucing kejang-kejang gara-gara si gadungan stres ?
Xixixixi
Ini fans maniak berita Ghoib dari Tajur Greater.. Anggap angin lalu saja..
Itulah mengapa perlunya kita mmbangun national datalink sprt yg dilakukan tni ad yg sdh lbh maju mmbangun tactical datalink kartika. Biarpun hardwarenx bijinan barat tp yg trpenting software harus dibikin oleh orang indonesia sendiri.
Oh ya jgn lupa ni yee kpbicara airbus justru krn satelit militer itulah posisi airbus plg terdepan utk proyek national datalink. Manajemen pusat kita di swedia sono lbh memilih airus drpd saab krn pluang menangnya lbh gese
sebenernya..mau pake apa saja ..baik satelitte atau alat komunikasi lainnya…tetap berpotensi kena sadap…kenapa…karena slot frequency nya sudah di kapling2 secara internasional….,, oleh karena itu di sono sudah dari dulu mencoba alternative lain ..yaitu media telepati…dan Rusia masih yang pionir dalam hal ini
dari dulu mau bangun ini itu tapi nol
kebanyakan bacot sih,join sana sini,tot sana sini,kerjasama sana sini,sibuk kalilah mau ini itu,kayak mak2 kehilangan jemuran.satu lagi hitung sana sini,barter ini itu offset ini itu
hasilnya nol…nol…nol….
paling rakit doang sama buat mor,itu uda senang kali,padahal kena kibul terus.makanya jiplak pak jiplak jangan mau terus dikibuli dengan janji manis,yg ada asem asem asem….
uda gini aja ya rek,kalau belum bisa jiplak rudal udah deh ngaku aja kalau lemah,jangan ntar malu2in.
Assalamu’alaikum wr. wb.
cuma memberi sedikit gambaran saja.
pada dasarnya semua satelit bisa di sadap asal seperti yang di tulis admin, kontrol daratnya harus masuk koveran satelitnya.
satelit itu sebenarnya cuma cermin saja yang di lengkapi dengan prosesor untuk mengenkripsi pesan.
jadi dari bts di pancarkan ke angkasa dengan enkripsi juga, di angkasa gelombangnya menyebar dan ada yang di tangkap satelit, di satelit di cocokkan enkripsinya kemudian bisa di enkripsi lagi terus di fokuskan di pancarkan ke stasiun kontrol, dari stasiun kontrol di dekrip pesannya kemudian di enkripsi lagi yang kemudian pancarkan lagi.
oleh karena itu stasiun kontrol rata2 menggunakan desain setengah lingkaran untuk menangkap gelombang yang di pancarkan satelit.
bahkan China membuat parabola dengan ukuran raksasa untuk menangkap gelombang yang terpantul akibat lengkungan bumi.
semoga ke depan kita mampu buat diatas platform ranpur lapis baja panser maupun tank utk mendukung pergerakan operasi tempur frontline
Terus solusinya gmn?
gedein dana riset & usahakan pakai orang2 pinter bukan orang2 yang banyak omong. Negara lagi butuh banyak Engineer bukan sales senjata, kita tak punya banyak dagangan justru pengen beli teknologi.
kemaren ada yang intercept Iridium 🙂