[Polling] S-300: Jadi Rudal Hanud Yang Paling Diinginkan Untuk Indonesia
|Mungkin jika Amerika Serikat dan Israel tak ‘meributkan’ tentang keberadaan rudal hanud (pertahanan udara) jarak jauh ini, maka debut S-300 boleh jadi tidak akan sekondang seperti saat ini. Keberadaan rudal ini di Iran dan Suriah menjadi faktor dominan bahwa alutsista asal Rusia ini mampu memberi efek deteren yang optimal. Dan imbas popularitas S-300 pun bergaung ke Tanah Air, besar harapan agar rudal S-300 bisa hadir melengkapi sistem hanud TNI. “Jika Vietnam saja bisa beli S-300, mengapa Indonesia tidak,” begitu salah satu ungkapan yang sering diutarakan netizen.
Baca juga: Rudal Hanud S-300 – Setelah Dilirik Kini Mulai Dijajaki Untuk Indonesia
Dan dalam polling Indomiliter.com yang digelar sejak 20 November – 21 Desember 2016, S-300 secara multak mendominasi pilihan dalam polling yang diikuti 2.129 responden. Di polling dengan tajuk “Indonesia Perlu Kehadiran Sistem Rudal Hanud Jarak Sedang – Jauh. Menurut Anda, Manakah yang Terbaik?” Seperti polling-polling Indomiliter.com sebelumnya, metode polling cukup sederhana dengan pola one IP one vote, artinya satu device untuk satu ‘suara.’
Baca juga: Spyder, Ini Dia Sistem Rudal Hanud Hybrid Andalan Singapura
Selain S-300, pilihan dalam polling turut menyertakan rudal hanud dari kelas lain (jarak sedang), seperti NASAMS dari Norwegia, LY-80 dan Sky Dragon 50 dari Cina, serta BAMSE dari Swedia. Bahkan yang disebut terakhir resminya masuk kelas SHORAD (Short Range Air Defence), tapi karena punya peluang masuk sebagai rudal hanud jarak ‘menengah’ untuk TNI, maka rudal buatan Saab ini ikut disandingkan.
S-300 (Rusia)
Dari 2.129 responden, 73,04% (1.555 responden) telah memilih S-300 sebagai rudal hanud jarak sedang – jauh yang paling pas untuk Indonesia. Besarnya efek deteren yang berhasil ‘dinikmati’ Iran untuk untuk melindungi fasilitas nuklir di Fordow bisa menjadi contoh nyata besarnya deteren, belum lagi S-300 dinilai sukses menjadi ‘perisai’ Hasan Al Assad di Damaskus, Suriah. Dalam konteks ke Indonesiaan, adanya rudal sekelas S-300 dipercaya akan mengurangi potensi Black Flight, terutama yang terkait dengan keamanan pada obyek vital.
Baca juga: Momen Potensial Munculnya Black Flight di Indonesia
Mengenai sosok S-300 (SA-10 Grumble), bila suatu saat benar jadi dibeli TNI, maka akan membuat perubahan perimbangan kekuatan di Asia Tenggara dan Australia, apalagi jika TNI AU jadi mendatangkan Sukhoi Su-35, maka peta kekuatan militer akan bergeser di kawasan. Debut S-300 terbilang sukses menjadi lambang eksistensi teknologi Rusia melawan hegemoni Barat. Rudal ini punya bobot 1,5 ton dengan hulu ledak 100 kg. S-300 dengan panjang 7 meter ini sanggup melesat dengan kecepatan 2 km per detik atau setara Mach 6, sehingga sangat sulit bagi pesawat lawan untuk lepas dari kejaran rudal ini. Jarak jelajah rudal ini pun terbilang spektakuler, antar varian ada perbedaan, tapi yang paling jauh bisa melesat sampai 200 km. Nah, soal ketinggian pun tak ada tandingannya, target di ketinggian 30.000 meter pun mampu disikat.
BAMSE (Swedia)
Dipilih oleh 268 responden (12,59%), BAMSE (Bofors Advanced Missile System Evaluation) terpilih sebagai rudal hanud terpopuler kedua untuk Indonesia. Meski oleh manufakturnya disebut sebagai SHORAD, BAMSE yang punya jarak tembak hingga 20 km ikut diperhitungkan sebagai sistem hanud advanced untuk TNI, makkum sampai saat ini jangkauan rudal hanud kelas MANPADS TNI AD/TNI AL dan TNI AU paling jauh mampu menguber pesawat sampai jarak 8 km saja.
Baca juga: Saab BAMSE – Sistem Rudal Hanud Penantang Dominasi NASAMS
Populernya BAMSE juga tak terlepas dari program ToT (Transfer of Technology) dari Saab yang selama ini dianggap paling maksimal. Ditambah lagi status Swedia yang non block (bukan anggota NATO) menjadikan BAMSE minim risiko terhadap embargo. BAMSE dapat digelar secara terintegrasi penuh pada sistem payung udara macro, maupun mampu mengusung moda stand alone yang fleksibel. Satu baterai BAMSE dirancang mampu melindungi obyek vital seluas lebih 1.500 Km2. Sedangkan sebagai perisai dari serangan udara, BAMSE mampu menghantam sasaran di ketinggian 15.000 meter dengan kecepatan luncur Mach 3.
BAMSE dengan rudal RBS-23 dilengkapi perangkat anti jamming canggih dengan potensi sasaran berupa jet tempur, bomber, rudal jelajah, rudal anti radiasi, bom berpemandu laser dan drone.
NASAMS (Norwegia dan AS)
NASAMS (National Advanced Surface to Air Missile System) namanya lumayan tersohor dalam kelas rudal hanud jarak sedang MERAD (Medium Air Defence). Popularitas NASAMS mulai terangkat di Indonesia saat sistem rudal ini dilirik oleh Korps Paskhas TNI AU. Dari aspek teknologi, NASAMS mengusung platform rudal SAM (Surface to Air Missile) AIM-120 AMRAAM (Advanced Medium Range Air-to-Air Missile), rudal udara ke udara jarak sedang yang sangat kondang nan letal di kalangan NATO.
Baca juga: NASAMS – Sistem Hanud Jarak Medium Impian Arhanud Indonesia
Apa yang membuat NASAMS terlihat special? Salah satunya adalah sudah mengadopsi network centric, seperti yang digadang jet tempur Saab Gripen NG. Dengan network centric menydiakan open architecture yang mampu membuat sistem pertahanan terintegrasi dapat lebih tahan terhadap peperangan elektronika. NASAMS secara simultan dapat memindai 72 sasaran sekaligus dalam mode akif dan pasif.
Nah, untuk rudal AIM-120 AMRAAM bisa dipilih, Raytheon menyediakan empat opsi, AIM-120 A/B dengan jarak tembak 55- 75 km, AIM-120C (105 km), AIM-120D (180 km), dan AIM-120 ER (Extended Range) dengan jarak tembak 40 – 50 km lebih jauh dari AIM-120D. Namun AIM-120 ER baru akan diproduksi pada tahun 2019. Dengan segala kecanggihannya, NASAMS dipilih oleh 263 responden (12,35%) dan menjadi rudal hanud jarak sedang di peringkat ketiga.
Sky Dragon 50 (Cina)
Alutsista dari Cina ibarat kuda hitam di Indonesia, tidak pernah jadi unggulan namun dari jenis dan kuantitas sudah banyak tersebar di setiap matra. Dan salah satu pencapaian “emas” alutsista dari Cina yakni perannya yang dominan memasok kebutuhan sistem rudal hanud dan rudal anti kapal. Kemudian ketika Cina menawarkan rudal hanud jarak sedang untuk Indonesia, rasanya cukup masuk akal, contohnya seperti Sky Dragon 50 buatan Norinco.
Baca juga: Norinco Sky Dragon 50 – “Kuda Hitam” Sistem Rudal Hanud Jarak Sedang Untuk Indonesia
Sky Dragon 50 terbilang sistem yang relatif baru diperkenalkan, tepatnya Sky Dragon 50 dimunculkan sosoknya pada China International Aviation & Aerospace Exhibition 2014 (AirShow China), di kota Zhuhai. Di Sky Dragon 50, Norinco meracik desain dari berbagai sumber, sebut saja untuk rudal yang digunakan adalah tipe DK-10A, rudal dengan additional booster stage dipercaya mencomot desain dan dan teknologi dari rudal AIM-7 Sparrow buatan Amerika Serikat
Dengan basis rudal Rudal DK-10, sasaran dapat dauber dengan teknologi active radar homing (ARH). Teknologi ARH ini digadang Norinco mampu engagement pada multi target dan dipersiapkan dengan ketahanan tinggi untuk melawan peperangan elektronik. Sebagai rudal hanud jarak sedang, DK-10 mampu menguber sasaran hingga jarak 50 km, sementara bisa terpaksa rudal juga dapat menghantam sasaran di jarak minimal 3 km. Soal ketinggian luncur, batas maksimal luncuran DK-10 adalah 20.000 meter dan minimal ketinggian tembak 30 meter. Dalam polling ini Sky Dragon 50 hanya dipilih oleh 24 responden (1,13%), dan menempati urutan keempat.
LY-80 (Cina)
Rudal ini juga buatan Negeri Tirai Bambu, hanya saja beda pabrik dengan Sky Dragon 50. LY-80 dikembangkan dan diproduksi oleh China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC). Seperti halnya Sky Dragon 50, LY-80 juga menjadi alutsista yang dipertimbangkan Detasemen Hanud (Denhanud) Paskhas untuk mengisi medium air defence (Menad). Bila Sky Dragon 50 telah berhasil di ekspor ke Rwanda, maka LY-80 juga dipercaya sebagai perisai ruang udara bagi AD Pakistan.
Baca juga: LY-80 – Sistem Hanud Andalan Cina dan Pakistan dengan Cita Rasa Rusia
LY-80 terbilang rudal yang gambot, bobot rudal ini total mencapai 690 kg, yang didalamnya terdapat hulu ledak seberat 70 kg. Bobot rudal yang cukup berat nampaknya guna mendapatkan kapasitas ruang untuk power rudal yang bisa melesat Mach 3. LY-80 secara teori dapat melesat sampai jarak jangkau 42 km, sementara jarak tembak minimumnya 3 km. Sistem pemandu rudal ini mengandalkan teknologi Inertial guidance and intermittent illumination. Dalam gelar tempur, satu unit kendaraan launcher unit LY-80 dapat membawa enam tabung rudal. Untuk tugas memburu sasaran, LY-80 dapat melakukan intercept sasaran mulai dari ketinggian 15 meter sampai 18.000 meter.
Baca juga: Puncak Latihan Armada Jaya XXXIV/2016, Uji Tembak Rudal C-705 dan Torpedo SUT “Gagal”
Hanya 19 responden (0,89%) yang memilih LY-80 sebagai kandidat rudal hanud jarak sedang Indonesia. Kecilnya responden yang memilih rudal hanud buatan Cina juga tak terlepas dari imbas berita gagalnya uji coba rudal C-705 oleh TNI AL dalam Latihan Armada Jaya XXXIV/2016, ditambah lagi ada kesan Cina agak pelit untuk urusan ToT (Transfer of Technology).
Boleh juga beli S300 asal pemeliharaan dan integrasi persenjataanya tdk bikin bekak biaya dikemudian hari,