PL-9C SHORAD: Rudal Hanud dari Cina, Incaran Baru Kementerian Pertahanan RI
Angan-angan netizen yang mendambakan TNI agar punya rudal hanud (SAM/surface to air missile) jarak sedang – jauh, nampaknya masih ‘jauh’ dari kenyataan. Alih-alih melanjutkan penjajakan pengadaan rudal hanud S-300 dari Rusia, justru Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI masih berkutat pada PSU (Penangkis Serangan Udara) bergenre SHORAD (Short Range Air Defence), salah satu yang dilirik adalah rudal PL-9C buatan Luoyang Electro-Optics Technology, Cina.
Baca juga: Rudal Hanud S-300 – Setelah Dilirik Kini Mulai Dijajaki Untuk Indonesia

Sinyalemen ketertarikan Indonesia pada rudal ini terungkap dalam petikan berita di situs Antaranews.com (1/3/2016) dan Janes.com (1/3/2016), disebutkan Kemhan RI tengah melirik dan mempertimbangkan pengadaan sistem pertahanan udara terintegrasi antara radar AF902 FCS dengan kanon Penangkis Serangan Udara (PSU) Twin 35 mm. Nah, dalam paket integrasi tersebut juga menawarkan jenis rudal SHORAD PL-9C dalam sebuah kesatuan sistem pertahanan terpadu.
Baca juga: SA-2 – Rudal Darat Ke Udara Legendaris AURI
Meski lagi-lagi yang dilirik Indonesia adalah rudal SAM SHORAD, namun identitas PL-9C menarik untuk dicermati, khususnya desain rudal ini yang terasa ‘keras’ menjiplak rancangan rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder buatan Raytheon, AS. Dugaan tersebut memang tak meleset, pasalnya PL-9C memang awalnya ditawarkan oleh Luoyang Electro-Optics Technology sebagai rudal udara ke udara, baru kemudian diwujudkan dalam varian SHORAD.
Baca juga: AS Tawari Indonesia Paket Rudal AIM-9X Sidewinder Senilai US$47 Juta


Meski diproduksi oleh Luoyang Electro-Optics Technology, PL-9C desainnya dibuat oleh Dong Bingyin. Rudal taktis dengan kemampuan menghamtam target low altitude ini pertama kali diperkenalkan dalam ajang Paris Airshow 1989. PL-9C ditawarkan dalam versi towed (tarik) dan self propelled mengunakan rantis/ranpur.
Baca juga: Arhanud TNI AD Lirik Rudal MANPADS QW-3
PL-9C mengandalkan pemandu multi element infra red. Sementara mekanisme detonasi peledakan mengandalkan laser proximity fuse. Untuk sumber tenaga, rudal berbobot 115 kg ini menggunakan solif fuel rocket, dari situ dapat dihasilkan kecepatan luncur hingga lebih dari Mach 2. Jarak jangkau rudal ini lumayan menarik, karena memang lebih unggul dari rudal Mistral dan RBS-70. Disebutkan PL-9C jarak tembak minimumnya 500 meter dan jarak tembak maksimum efektif di 22.000 – 36.000 meter, artinya punya time of flight lebih lama untuk menguber sasaran yang mencoba kabur. Sedangkan batas ketinggian luncurnya 6.500 meter. Agar kinerja rudal dapat maksimal, dilengkapi sistem pendingin dengan liquid nitrogen gas cooler. Pihak manufaktur menyebut dengan single shot tingkat keberhasilan penghancuran sasaran mencapai 90%.
Baca juga: Mistral Atlas TNI AD – Rudal Hanud Dengan Mobilitas Tinggi
Sebagai unit kendali dan radar, PL-9C mengusung radar dan electro-optical director yang dipasang pada panser APC 6×6 WMZ 551, atau bisa juga radar dipasang pada AF902 FCU (fire control unit) yang dilengkapi dengan radar pencari X-band, C-band search/tracking radar, dan Ka-band tracking radar, dan electro-optical system dengan TV tracking range, IR tracking range serta laser range finder.
Baca juga: Norinco WMZ-551 – Ranpur APC Tontaipur Kostrad dari Negeri Tirai Bambu
Dari bobotnya yang 115 kg, 11,8 kg adalah hulu ledak HE (High Explosive). Dengan pola blast frag, maka rudal dapat memberi daya rusak maksimal tanpa harus benar-benar mengenai sasaran. Selain digadang untuk diluncurkan dari darat (ground launched), rudal ini dapat dipasang sebagao AAM (air to air missile) di jet tempur dan helikopter.
Dikutip dari Antaranews.com, “Penjajakan sistem senjata ini merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan TNI sesuai Rencana Strategis 2015-2019,” kata Direktur Jenderal Perencanaan Kementerian Pertahanan RI Marsekal Muda TNI M Syaugi dalam kunjungan kerjanya di Cina pada 25 Februari hingga 1 Maret 2016. “Kita berhak mengadakan alat utama sistem persenjataan dari negara mana pun, asalkan sesuai dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasi pengguna yakni TNI,” katanya. Yang tidak kalah penting, menurut dia, setiap pengadaan alat utama sistem persenjataan termasuk dari mancanegera harus menyertakan ToT (Transfer of Technology) dan kualitas yang terjamin. (Gilang Perdana)
Spesifiksi PL-9C SHORAD
– Berat: 115 kg
– Berat hulu ledak: 11,8 kg
– Panjang: 2,9 meter
– Diameter: 0,157 meter
– Wingspan: 0,65 meter
– Engine: Solid fuel rocket
– Ketinggian maksimum: 6.500 meter
– Jarak tembak maksimum: 36.000 meter
– Kecepatan: Mach 2.1
– Sistem pemandu: multi element infra red
Harus ada Tot jika mau ambil SAM jarak menengah pendek ini.Harus jelas roadmapnya .Tentu jika mau dapat lisense mahal ,ya ini masalah kita kurang menghargai ilmu. Wajar sekian lama waktu ,tenaga dan dana telah mereka keluarkan .
Contoh Thailand hanya dalam 3 tahun kerjasama dengan CHINA mereka sudah berhasil menciptakan MLRS JARAK 150 km .Indonesia sudah dari 2004 di gagas kerjasama dengan China bikin rudal c705 sampai sekarang masih di atas kertas.
Kalau baca berita itu yang KOMPLIT pak
Thailand hanya ‘”merakit” saja
Aslinya adalah import penuh WS-1B dan WS-32 dari China, yang masing-masing namanya diganti dengan DTI-1 dan DTI-1G setelah dirakit
Kasusnya sama dengan PANSER 6×6 BLACK FOX buatan Doosan Korea
Namun setelah “dirakit” oleh PINDAD maka namanya diganti Panser 6×6 TARANTULA
Jangan bandingan dengan LAPAN pak
LAPAN sudah menguasai penuh Peroketan dari DASAR
ngak bosen apa SHORAD mulu
apa jadinya ya kalo jet tempur lawan bisa kabur diatas kemampuan ketinggian maksimum rudal2 hanud kita.. wassalam deh…
Yg musti di ambil hikmahnya jg rudal PL-9C, pasti jd salah satu target TOT TNI, mengingat basis pengembangannya yg serupa tapi tak sama dg rudal sidewinder buatan AS. Kalo ampe bisa di TOT dan kita bisa buat sendiri luar biasa nih buat lompatan teknologi, ilmu canon nya dapat, rudalnya jg bisa dikembangin lg buat hanud SHORAD versi Indonesia, bisa diterapin pula untuk versi AAM di F 16 tni yg yg jumlahnya lumayan banyak memperkuat TNI AU. Itung2 lumayan laaahhh buat ngurangin ketergantungan ama uncle Sam.
TNI ngak peduli ToT bung, karena mereka pemakai
Makanya saya ketawa, ketika ada anggota TNI ngomong ToT
Apalagi si MUL itu
Yang peduli justru Perusahaan Alutsista, dibantu pemerintah
Seperti PINDAD, DI, PAL, LEN dst……
PT. DI, PINDAD dan LEN sering marah besar kepada TNI, karena mereka memilih produk luar tanpa ToT
Justru TNI yang harus peduli Bung.Coba bayangkan jika ada perang ,karena beli dari luar semua dalam jumlah sedikit maka baru di bulan awal perang semua rudal sudah habis di tembakkan dan perang masih berlanjut. Mo pake apa ?
Makanya perlu kemandirian jika ada perang maka kita bisa suplay sendri dengan jumlah tak terbatas. Cara pikir anda kebangetan….
the komerat, Jangan cekak pikiran pak
kalau baca komentar itu jangan sepotong potong
lihat alenia dibawahnya
Memang seharusnya TNI peduli dengan ToT
Tapi faktanya tidak begitu
Dulu TNI menolak PANSER ANOA
tapi karena paksaan JUSUF KALLA (pemerintah) akhirnya mau, dan panser anoa sekarang terkenal
Helikopter AW101 kemarin, padahal sudah ada Cougar PT. DI, untung dibatalkan JOKOWI (pemerintah)
Dst……………..sekali lagi jangan cekak pikiran
yang dicari memang murah harganya apalagi dgn kantong atawa anggaran yg memang kecil dibandingkan negara asia tenggara lainnya. Cukup USD 70 juta sdh dapat paket lengkap termasuk AAW kanon ditambah rudalnya.
Betul bung, ditambah “wani piro”
Lumayan…
http://www.armyrecognition.com/china_chinese_army_missile_systems_vehicles/pl-9c_shorad_short_range_ground-to-air_missile_technical_data_sheet_specifications_pictures_video.html
cina emang jago bikin barang KW…..
Bung Admin…. Bahas juga donk mengenai sejarah pasukan2 khusus indonesia.
Imho,setahu saya jarak efektif PL9 versi sam hanya sekitar 8 km dengan batas ketinggian hanya 4,5 km. Jarak dan ketinggian rudal versi sam kira2 hanya 1/3 versi aam, berlaku juga utk mica.
Yang lebih diincar oleh Indonesia sebenarnya FCS dan meriam laras ganda 35mm. Meriam cina ini lisensi atau contekan dari meriam ganda oerlikon 35 mm, utk cina versi gdf002, marinir juga baru beli bbrp tahun yg lalu, walau tak tahu apakah ada fcs nya.
Dari sejarah perang malvinas, cukup ampuh menghancurkan sasaran yg terbang rendah. Hampir tak berguna ketika menghadapi pesawat yg terbang tinggi yg menggunakan bom pintar berpandu laser spt yg sudah banyak dimiliKi singapur atau australia.
Yang saya herankan kenapa tdk langsung ke Mica sekalian. Aplg bicara harga juga lbh murah drpd rudal favorit warga forum hoaxer JKGR yaitu Pantsyr. Bhkn kelebihannya bisa terintegrasi dgn baik dgn radar Thales Mastter T ataupum tracking radar milik Oerlikon Skyshield
setuju dengan implementasi MICA untuk sam didarat, kalo tak ada hambatan KRI REM juga menggunakan MICA, memudahkan perawatan dan pelatihan, juga berlaku untuk skyshied di TNIAU dan oerlikon millinium di TNIAL. jarak jangkau MICA utk versi sam mencapai 20 km dg ketinggian max 11 km / 30 rb kaki, lumayan ampuh utk pesawat yg terbang tinggi
Panglima TNI yang dulu, ngomong kalau akan MENYEDERHANAKAN ALUTSISTA TNI, agar mudah dan murah dalam perawatan
Namun, sekarang hal itu hanya menjadi isapan bibir saja
Alutsista TNI sekarang tambah SEMRAWUT dan tambah banyak macamnya
akibatnya, beban perawatan semakin berat dan sangat mahal
ternyata, setiap petinggi militer “minta jatah” masing masing
meriam nya konon adalah lisensi dari orliekon skyshield contraves . wah kalau dapat TOT ya lumayan lah meski kw . hehehe
Biar masih SHORAD tp ini udah kemajuan buat TNI kalau jadi dibeli, sebab basisnya bukan lagi MANPADS macam RBS70, Mistral dan Starstreak, jarak tembaknya pun lumayan jauh dibanding kepunyaan TNI saat ini.. Ya better lah meski Rucin (Rudal Cina) hehehe