Pilah Pilih! Mesin yang Ideal Untuk F-16 Viper (Indonesia)

Meski pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35 Super Flanker diwartakan (kembali) mendapat cobaan, lantaran adanya ancaman sanksi dari Amerika Serikat, toh tak menjadikan pengadaaan lini jet tempur lain menjadi surut. Seperti rencana penggantian jet tempur taktis Hawk 209 yang usianya telah mencapai 25 tahun, maka pengajuan pengadaannya telah dilayangkan oleh KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna.

Baca juga: Mattis Datang, Pilihan F-16 Viper Untuk Indonesia Mencuat Kembali

Lantas siapakah calon pengganti Hawk 209 yang kelak bakal dipensiunkan bertahap? Dari beberapa jenis pesawat tempur yang santer dibicarakan, nama F-16 Viper C/D Block70 besutan Lockheed Martin adalah yang dominan dalam bahasan. Sebagai negara yang sudah punya tradisi mengoperasikan F-16 sejak awal dekade 90-an, maka peluang Viper dipandang lebih ‘kuat.’

Bukan hanya interoperabilitas, perawatan dan suku cadang, para penerbang dan ground crew akan lebih familer dengan Viper. Dalam beberapa hal mengingatkan pilihan TNI AU untuk mengakuisisi C-130J Super Hercules.
Bila digabungkan antara F-16 A/B Block15 OCU dan F-16 C/D Block52ID, maka total populasi F-16 TNI AU mencapai 36 unit, ini sudah termasuk yang beberapa waktu lalu mengalami crash.

Keunggulan F-16 Viper pun sudah banyak dikupas, diantaranya pada penggunaan radar AN/APG AESA -SABR (Active Electronic Scanned Array). Radar ini memberikan sinyal deteksi menembus berbagai frekuensi, jarak deteksi yang jauh, resistensi terhadap jamming, mampu mendeteksi 3 matra sasaran baik udara, laut dan darat), memiliki tangkapan yang rendah dari radar musuh dan berkemampuan operasi udara ke udara plus udara ke darat secara simultan.

F-16 Viper mampu memberikan interoperabilitas bagi pilot jet tempur generasi 4 dan 5 serta proses pengolahan data yang lebih maju. Jet tempur ini dilengkapi berbagai perangkat yang dapat meningkatkan level kewaspadaan (situational awarness) penerbang. F16 Viper dikenal juga sebagai F16 C/D block 70. Kokpit pada Viper memang masih mengacu pada kokpit block 50/52 yang menjadi basisnya, tetapi ada perbedaan dimana hampir nyaris tidak dilengkapi tombol-tombol konvensional.

Baca juga: Radar AESA – Absen di Sukhoi Su-35, Hadir di Eurofighter Typhoon dan F-16 Viper

Pilih Mesin Pratt & Whitney atau General Electric?
Bila kelak pilihan TNI AU dijatuhkan pada F-16 Viper, maka kemudian TNI AU harus memilih opsi mesin yang akan digunakan. Guna menyesuaikan dengan kebutuhan pembeli, Lockheed Martin menyodorkan piihan mesin turbofan Pratt & Whitney F100-PW-229 atau General Electric F110-GE-129.

Dari tenaganya, F100-PW-229 dapat menghasilkan tenaga dorong 29.100 pon, sementara mesin F110-GE-129 dapat menyemburkan tenaga 29.500 pon. Sekilas mesin lansiran General Electric lebih unggul karena pancaran tenaganya. Namun ternyata, perhitungan dalam akuisisi mesin jet tempur tak melulu harus pada soal tenaga.

Pertimbangan pemilihan mesin jet tempur pada dasarnya keinginan pengguna, apakah lebih dulu mengutamakan tenaga atau kemudahan dalam biaya pemeliharaan – ease (cost) of maintenance. Dari sudut penerbang, mungkin lebih memilih mesin yang lebih kuat raw power-nya dari General Electric. Ini wajar mengingat mesin yang lebih kuat akan memberikan fleksibilitas bagi pilot untuk membawa payload lebih besar dan kemampuan manuver dogfight di ketinggian rendah.

Baca juga: Tawarkan F-16 Viper ke Indonesia, Lockheed Martin Hadirkan Simulator Kokpit

Sementara pihak pemeliharaan (maintenance) di depo lebih menginginkan mesin dari Pratt & Whitney, lantaran dipadang lebih awet dan lebih damage tolerant terhadap foreign object damage (FOD), seperti bird strike yang mengantui mesin jet.

Dalam kasus nyata, semua F-16C dari tim aerobatik Thunderbirds mengadopsi mesin dari Pratt & Whitney, alasannya operasional pesawat untuk kebutuhan airshow, yang lebih banyak terbang rendah di sekitar bandara, yang artinya juga lebih rawan pada ancaman bird strike.

Lepas dari soal harga dan hal yang disebutkan di atas, masih ada beberapa elemen yang menjadi pertimbangan pemilihan mesin jet tempur, seperti durability, maintenance, logistic dan tentunya interoperability. (Bayu Pamungkas)

20 Comments