Pilah Pilih Meriam Utama KCR 60 TNI AL, Tetap di Kaliber 57mm atau Upgrade ke 76mm?
Meriam kaliber 57 mm sejak dekade 80-an telah identik sebagai sistem senjata utama pada Kapal Cepat Rudal (KCR) TNI AL, yakni dimulai pada adopsi meriam Bofors 57 MK1 di KCR Mandau class buatan Korea Selatan, kemudian berlanjut pada generasi KCR dari FPB-57 series yang menggunakan Bofors 57 MK2, dan yang terbaru, instalasi Bofors 57 MK3 pada KCR 60M produksi PT PAL Indonesia. Bagi sebagian orang yang memperhatikan hal ini, tentu menjadi pertanyaan, mengapa meriam kaliber 57 mm mendominasi sebagai senjata pada haluan di sebagian besar KCR TNI AL?
Baca juga: Bofors 57mm MK1 – Andalan KCR TNI AL Era-80an
Menjawab hal tersebut, Indomiliter.com mendapat keterangan dari Laksamana Pertama TNI Enjud Darojat selaku General Manager Technology and Quality Assurance PT PAL Indonesia. “Pada kapal-kapal TNI AL, pemilihan peralatan persenjataan berdasarkan pada permintaan user, yang disesuaikan dengan misi operasi kapal. Pemilihan meriam sudah diperhitungkan dampaknya terhadap platform kapal, terutama pada bobot dan space-nya. Jenis persenjataan akan mempengaruhi struktur dan berat kapal. Semakin berat main gun (meriam utama), maka semakin tinggi bobot kapal sehingga akan berpengaruh pada kecepatan dan stabilitas kapal,” ujar Enjud Darojat.
Enjud Darojat menekankan bahwa penetapan jenis meriam utama pada kapal perang berdasarkan fungsi Spektek (spesifikasi teknik) yang ditetapkan oleh TNI AL. Namun, belakangan ada kabar bahwa desain KCR 60 untuk TNI AL akan mengadopsi meriam pada haluan dengan kaliber yang lebih besar.
Sebagai ilustrasi, KCR 60 yang dibangun oleh galangan swasta nasional PT Palindo Marine, rencananya akan dipasangkan dengan meriam Super Rapid Gun kaliber 76 mm. Meski pasar meriam kaliber 76 mm didominasi oleh OTO Melara buatan Leonardo (Italia), tetap ada penawaran lain di kaliber yang sama, seperti MKE 76 mm produksi Makine Kimya Endüstri (MKE), manufaktur persenjataan Turki. Tidak itu saja, dari Cina juga ada H/PJ26, produksi China First Heavy Machinery Group Corporation.
Dengan penggunaan rudal jelajah anti kapal Atmaca dan combat management system (CMS) Advent yang dipasok oleh perusahaan Turki, Havelsan, maka bukan tak mungkin bila MKE 76 mm yang kelak dipasang untuk KCR 60 produksi PT Palindo Marine.
Peningkatan spesifikasi pada kaliber meriam di KCR TNI AL, boleh jadi juga mempertimbangkan tren dan kebutuhan, sebut saja Angkatan Laut Singapura yang akan memasang OTO Melara 76 mm pada Fearless 60 Patrol Vessel, yang notabene head to head dengan KCR 60 class TNI AL.
Enjud Darojat memberi sekilas gambaran tentang karakteristik kaliber 57 dan 76 mm untuk KCR 60, “meriam 76 mm punya kelebihan pada jarak tembak yang lebih jauh. Sementara meriam 57 mm punya kelebihan pada rate of fire-nya yang lebih tinggi.” Ini artinya jumlah peluru yang ditembakkan dalam satu menit, 220 peluru untuk meriam kaliber 57 mm, sedangkan 120 peluru untuk meriam kaliber 76 mm. “Dengan demikian, meriam kaliber 57 mm lebih baik untuk fungsi self defence dan anti air warfare (AAW),” kata Enjud.
KRI Tombak 629 Uji Tembak Meriam Burevestnik A-220M Naval Gun 57mm di Laut Jawa
Dalam perspektif yang berbeda, meriam hanud legendaris S-60 yang saat ini masih dioperasikan Arhanud TNI AD, juga menggunakan amunisi kaliber 57 mm. (Haryo Adjie)
Penting rudal di kapal KCR misal KCR ya tak pelit jumlahnya masa cuma bawa 2 rudal perbanyaklah misal sampai 8 biji walau running away masih bisa nyambit lemparin rudal ke kapal musuh, syukur2 misal dikejar fregat, pangkalan bisa bantu serang musuh pakai rudal pertahanan pantai kalau tak ada juga ya sudah paling roket katyusha 40 km an andalan pangkalan pun kalau ada dan siap tu skenario game…wkwkwkwkwk
Menurut saya, Meriam kaliber sedang macam 57mm jelas sangat cocok untuk kapal perang dg dimensi kecil macam KCR. Selain bisa muat peluru banyak juga lebih kompak mengingat tugas utama KCR adalah hit and run. Itu artinya ruang buat kapal lebih ditujukan untuk angkut rudal anti kapal daripada angkut banyak senjata.
@Kabeerje: kalo rudal habis ya balik badan lah. Mana ada kapal perang yg kalo rudalnya habis mau maju habis-habisan. Bahkan kalo bisa sebelum rudalnya habis udah balik duluan. Ancaman ada dimana-mana saat terjadi pertempuran jadi fokus menyerang sambil mempertahankan diri itu yg paling utama karena alutsista berawak macam kapal perang, tank atau Pespur itu adalah platform paling penting dalam melakukan delivery serangan kepada musuh.
waduh kebanyakan main game dan liat pilem ya…..wkwkwk
kejadian seperti diatas hanya ada di pillem agar seru dan dramatis dan juga game yg kalau mati bisa di reset.
kalau kejadian nyata tak kan ada, kecuali buat latihan dan pamer.
Klu rudal habis dan bbm habis ya tgl lompat om. KCR konsepnya hit and run kan. Brarti kawasan operasionalnya hrs di seputar pangkalan dan teritori kita. Klu kejauhan ya susah, masa harus nunggu motor “thunder” yg hbs antri bbm di spbu buat antari bbm nya klu hbs wkwkwk …
Benar juga sih perbanyak rudal saja, tapi jika rudal habis, bbm habis, masih sisa amunisi di CIWS yg mampu rontokkan rudal pastinya didatangi kapal perang untuk dihancurkan, nah disinilah gunanya meriam kaliber besar jika harus adu banteng.
aku lebih pilih 40mm atau 57mm, karena lebih berguna, bisa untuk hanud.
toh musuhnya hanya peronpak dan bajak laut.
fungsi KCR adalah hit and run dengan rudalnya.
perang pakai meriam hanya terjadi di era tahun 1980 an kebawah, era sekarang adalah rudal.