Perang Elektronika Itu Ibarat “Ilmu Setan”
Bicara tentang perang elektronika (electronic warfare) itu ibarat ilmu setan, tidak ada wujudnya namun bisa langsung dirasakan dampaknya. Dengan basis teknologi elektromagnet, implementasi peperangan elektonik dapat diwujudkan dalam banyak hal, bahkan ke sesuatu yang belum dibayangkan sebelumnya. Ketika sebuah rudal jelajah berhasil menerjang ke jantung pertahanan lawan, bukan berarti prosesnya instant, unit electronic warfare di laut dan udara harus berjibaku untuk ‘membutakan’ kemampuan deteksi radar musuh, dan masih banyak aktivitas lain yang terkait kerja intelijen.
Perang elektronik yang diumpamakan sebagai ilmu setan dituturkan langsung oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Elekronika (Kadiskomlek) TNI AU Marsma TNI Wishnu Sukardjo saat menjadi pembicara dalam seminar “Achieving Defence Superiority Through Electronic Warfare Technology” di Gedung BBPT, Jakarta (27/4/2017). Meski peran electronic warfare tak bisa dikesampingkan, bahkan menjadi unsur dominan dalam setiap babak pertempuran, tapi ironis pengembangan unsur perang elekronik (pernika) belum menjadi prioritas utama di lingkup TNI. Kesan bahwa pernika adalah sesuatu yang mahal, terlebih bicara komponen (hardware) yang masih berpangku pada produk impor.

Salah satu turunan dari elemen pernika adalah pengadaan radar pertahanan udara untuk Kohanudnas. “Dari empat unit radar baru yang tempo hari dicanangkan, saat ini baru dua unit yang berhasil direalisasi,” ujar Wishnu. Perwira tinggi bintang satu ini juga menyorot pentingnya kehadiran pesawat intai berkemampuan AEW (Active Early Warning) yang sudah lebih dulu dimiliki Thailand dan Singapura. “Kami telah memberikan spesifikasi teknis standar yang dibutuhkan kepada pemangku kebijakan, tapi semuanya ya kembali ke pemilik anggaran,” tambah Wishnu yang menganalogikan pernika di Indonesia ibarat “Daun Salam” dalam masakan, hanya dicemplungkan sebentar, setelah itu dibuang.
Guna menyiasati tingginya biaya implementasi pernika, TNI beberapa tahun belakangan telah bekerjasama dengan BUMN Strategis untuk mewujudkan kemandirian pada electronic warfare. Satu contoh berhasil ditunjukkan PT Len yang berhasil meluncurkan tools IFF (Identification Friend or Foe) untuk kebutuhan pesawat udara TNI AU dan kapal perang TNI AL. Dalam tataran mitra perusahaan swasta, PT Hariff Daya Tunggal Engineering bersama Litbang TNI AD juga berhasil menghadikan model Battlefield Management System yang digunakan satuan kavaleri dan infanteri.
Baca juga: Ketika GlobalEye Memonitor Ruang Udara Indonesia
Karena adaptasi dan kemajuan teknologi pernika berasal dari luar negeri, maka guna mewujudkan kemandiran pernika mutlak membutuhkan ToT (Transfer of Technology). Diantara mitra pemasok alutsista TNI, Saab dari Swedia lewat diskusi menawarkan solusi jangka panjang untuk membangun electronic warfare yang terpadu, berkesinambungan dan dukungan penuh pada industri lokal. Geoff Van Hees, Director Marketing & Sales Saab Asia Pacific yang ikut berbicara dalam seminar menyebut bahwa sebelum bicara detail tentang solusi pernika yang akan ditawarkan, lebih tepat bila negara telah merumuskan arah dan kebijakan strategis mengenai electronic warfare yang akan dibangun. (Haryo Adjie)
Bung admin.. itu radio lapangan buatan PT Len apa buatan Harris (usa)??? Trims..
Yang buatan Len seri VDR10 MP, sudah pernah kami bahas di http://www.indomiliter.com/len-vdr10-mp-military-tactical-radio-manpack-produksi-bumn-strategis/
Kenapa ya saab kok ‘nguoyo’ bgt nawarin barangnya ke indonesia, udah gitu dia gak pelit lagi sama yg namanya TOT
Terus knp kita’nya kok gak milih saab aja,..?
Toh contohnya kayak gripen juga bagus.
Karena g punya pendirian kali.
SAAB telah memberikan tawaran yang sangat menarik dari berbagai matra kepada kementrian pertahanan indonesia… dan kemenhan harus menyambut baik tawaran tersebut demi kemajuan industri pertahanan dalam negeri
widiihh.. Hariff DTE kian mantap nih makin luas aja cakupannya, semoga bisa memberikan sumbangsih yg lebih banyak lg bagi bangsa ini
Saat marsma nya bilang itu ibarat dalam daun salam..ane anggap itu nyinggung mr rr yg krjaannya tebar psona kmana2 tp kerjany nol..pengadaan di erany ngga ada yg bres n hmpr ngga ada yg kliatan..mo bli pespur pngganti f5 aja dr mr presiden dilantik smp tgl 2 taun dah mo pmilu lg ngga slese2…tgll tuai pnen aj dr erany mr purnomo..
apakah rudal anti radiasi termasuk bagian perang elektronika?
kayak rudal kh-31 dan HARM
Iya bagian dri itu jg… kh 31 itu kan fungsi utamanya buat ngehajar instalasi radar (komponen utama dlm perang elektronika)
Untuk urusan dunia elektro aku rasa indnesia masih jungkir balik alias ngesot pun masih blm bisa. Piranti sekecil semurah Resistor pu kita tdk bisa buat apalagi semicnductor
Kalo resistor, sudah dibuat di ITB bung. Kalau masalah komersialisasi, itu persoalan lain.
budayakan ya bung malu beli produk orang
mulailah berdikari,jangan mendewakan produk luar
sehebat2 nya produk barat,lebih mulia kalau buat sendiri dan menghargainya.jaman sekarang gak keren kalau beli
semua orang bisa beli asal ada uangnya bahkan bisa kredit,
punya alutsista canggih tapi beli,rawan embargo dan akn diatur
pemakaiannya gak boleh ini itu,dan itu pasti dengan alasan hargai hak paten orang.contoh india sekarang ngos2 san soal
suku cadang yg mahal dan sulit didapat.
makanya tni gak mau seperti itu,hnya keren diluar saja tapi didalam kebingungan.
benarkan pt len sudah bisa buat iff
lu kira beli iff hebat,gak kale…
apalagi kalau produk asu kirik,rentan embargo,dan speknya dibawah sekutunya di asteng,dan itu pasti…
contohnya apache tni mau datang,buru2 singa upgrade apachenya,pake data link israel.
makanya tni gak mau beli iff buatan asu kirik,selain mahal,
juga kurang efektif,dan pesawat tni gak bisa nembak pesawat sekutu as kirik di asteng,bila terjadi peperangan udara,ngerti koe bung.
makanya pt len dapat pesanan dari tni buat iff sendiri,selain murah juga anti embargo,dan akurat 100 persen,untuk nembak
pesawat lawan sekutu as kirik kalau terjadi bentrok.
jangan terlalu menggebu gebu bos .. kita terus dukung kemandirian produksi alutsista dalam negeri … Alat ini terhubung dengan radar penjejak, sehingga dalam jarak yang cukup dapat mengenal objek di layar apakah kawan atau musuh. Sistem IFF (Indentify Friend or Foe) ini juga mengidentifikasi pesawat, skuadron, nomor pesawat, misi dan ketinggian pesawat.
Belum semua pesawat tempur TNI dapat menggunakan alat produksi dalam negeri ini karena setiap kode source avionik dan radar harus disesuaikan dengan sistem IFF [PT LEN] .. belum tentu dapat di sinkronisasi di pesawat F16 ..
apa kabar TOT RUDAL mas @admin ????….
mentok d roket kah ??