Pantau Pergerakan Kapal Selam Asing, TNI AL Berniat Adopsi “SOSUS” di ALKI

Dengan formasi kekuatan lima kapal selam Type 209, kekuatan tempur bawah laut Indonesia masih jauh dari kata ideal. Sebagai respon atas keterbatasan menghadapi potensi peperangan bawah air, TNI AL punya sejumlah senjata AKS (Anti Kapal Selam). Bekal torpedo SUT, roket AKS, dan bom laut (depth charge) sudah tersedia sejak lama di frigat/korvet dan KCT (Kapal Cepat Torpedo), dan tak lama lagi dari aspek udara bakal hadir helikoper AKS AS-565Mbe Panther untuk Puspenerbal. Meski begitu, tantangan terbesar adalah bagaimana cara memantau pergerakan kapal selam asing, dengan teritori laut yang sedemikian luas, mustahil dilakukan ronda kapal patroli dan pesawat pengintai secara efektif.

Baca juga: RBU-6000 – Peluncur Roket Anti Kapal Selam Korvet Parchim TNI AL

Menjawab tantangan tersebut, pemerintah dikabarkan akan memasang instalasi sonar dasar laut atau ‘deep ear’ di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Hal tersebut diutarakan Panglima Armada Indonesia kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Aan Kurnia, “Kalau proses berjalan dengan lancar, instalasi tersebut akan dipasang di titik-titik selat strategis ALKI. “Jadi (instalasi sonar) itu akan memagari selat-selat kita,” ujar Aan usai bertemu Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Pandjaitan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Jakarta, Senin (31/7).

Dikutip dari Katadata.co.id, ALKI I dan ALKI II memang menjadi perlintasan yang paling ramai. Selama ini, patroli kapal perang TNI AL beberapa kali mendeteksi kapal selam negara asing melintas di bawah laut pada beberapa titik ALKI. Masalahnya, kapal perang tidak dapat berpatroli terus menerus karena secara berkala harus kembali ke pangkalan.

Baca juga: AR 325 Commander – Radar Kohanudnas Pemantau Ruang Udara ALKI II

ALKI terbagi menjadi tiga perlintasan. ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda, dan Samudera Hindia. ALKI II melintasi Samudera Pasifik, Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok, dan Samudera Hindia. Sementara ALKI III melintasi Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu, Samudera Hindia. Dengan sonar dasar laut, maka pemantauan terhadap kapal permukaan maupun kapal selam yang melintas dapat dilakukan secara terus menerus selama 24 jam tanpa perlu mengirim kapal perang ke lokasi.

Sebagai tahap awal, sonar dasar laut akan dipasang di Selat Sunda yang berada di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Lokasi lain yang akan dipasangi alat ini adalah Selat Lombok yang diapit Pulau Bali dan Pulau Lombok. Kedua selat tersebut lumayan sering dilintasi kapal perang asing, diantaranya kapal selam yang datang dari dan menuju Australia serta Samudera Hindia.

Baca juga: Collins Class Australia – Kapal Selam Canggih dengan Segudang Masalah

Sampai saat ini belum ada informasi jenis teknologi sonar dasar laut yang akan digunakan, namun Pangarmabar menjelaskan bahwa akan mengandalkan teknologi buatan Indonesia sendiri. Penempatan sonar dasar laut untuk mendeteksi pergerakan kapal selam bukan sesuatu yang baru dalam jagad Anti Submarine Warfare (ASW). Seperti Amerika Serikat sejak tahun 1949 telah menggelar proyek SOSUS (Sound Surveillance System) untuk mengawasi pergerakan kapal selam Rusia/Uni Soviet di sepanjang Samudera Atlantik. SOSUS terkonsentrasi di dekat Greenland, Islandia, dan Britania Raya — disebut celah GIUK. Mulanya dijalankan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat untuk melacak kapal selam Uni Soviet yang harus melewati celah tersebut agar mereka dapat disergap di sebelah barat. Lokasi lain di Samudra Atlantik dan Pasifik juga memiliki stasiun SOSUS.

Baca juga: RIMPAC 2016 – Pimpin Misi Buru Kapal Selam, KRI Diponegoro 365 Andalkan Sonar Thales UMS 4132 Kingklip

Sementara dari kubu seberang, Rusia juga tak ingin kebobolan gawang, pendeteksi kapal selam juga sudah digelar Rusia. Sonar dasar laut Rusia disebut-sebut dapat mendeteksi kapal permukaan dan kapal selam pada jarak ratusan kilometer melalui jaringan satelit. Sistem yang disebut Garmoniya ini akan dilengkapi dengan pelampung sonar canggih dan sensor bawah laut yang akan melacak sinyal akustik (hidro akustik) obyek bawah air dan permukaan serta mengirimkan informasi ke pusat kendali melalui satelit.

Salah satu jenis sonar bawah laut yang dipasang Rusia di kawasan Kutub Utara.

Baca juga: Ranjau Dasar Laut Pengaruh, Jebakan Penghantar Maut Bergaya Torpedo

Modul sonar SOSUS milik AS.

Dengan penempatan jejaring sonar di dasar laut, diharapkan respon penindakkan pada kapal selam yang nyelonong di ALKI dapat lebih cepat, dan gelar operasi pemantauan dapat lebih efisien dalam biaya operasional. Dalam sistem deteksi lewat sonar dasarlaut, selain bisa diketahui arah pergerakan kapal selam, ukuran seperti kecepatan dan koordinat juga dapat dipantau dari pusat kendali. Bila Rusia mengembangkan lewat jaringan data satelit, transmisi dari sonar dasar laut SOSUS kebanyakan masih dikirim ke buoy di permukaan yang dilengkapi radio VHF. Setiap modul sonar SOSUS dapat mendeteksi obyek dari jarak 10 km, sementara kedalaman deteksi mencapai 1.500 meter. Dengan bobot 500 kg, setiap sonar dapat beroperasi terus-menerus selama 12 bulan. (Gilang Perdana)

24 Comments