Update Drone KamikazeKlik di Atas

Pangkohanudnas: ALKI III Jadi Wilayah ‘Favorit’ Pelanggaran Wilayah Udara Nasional

Keberadaan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) tak hanya menjadi magnet bagi lalu lalangnya kapal selam asing, lebih dari itu ALKI faktanya juga menjadi rute favorit bagi pelanggaran wilayah udara nasional atau yang populer disebut “black flight.” Dan diantara tiga ALKI, ALKI III yang menghubungkan wilayah Pasifik Selatan (Laut Filpina) dan Samudera Hindia adalah yang paling kerap menerima aksi pelanggaran udara.

Baca juga: Momen Potensial Munculnya Black Flight di Indonesia

Hal tersebut dinyatakan oleh Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna saat membuka Seminar “Penggunaan Alat Pengideraan Jarak Jauh dan Peluru Kendali Dalam Menjaga Kedaulatan Ruang Udara Nasional” yang diselenggarakan National Air and Space Power Centre of Indonesia (NASPCI) di Jakarta (25/10/2017). Yuyu yang pernah menjabat sebagai Komandan Skadron Udara 14 menyebutkan bahwa lebih banyaknya pelanggaran di ALKI III terkait dengan lalu lintas militer dari dan menuju Australia. “Seperti kita ketahui, beberapa waktu lalu sedang banyak aktivitas latihan militer di wilayah Darwin,” ujar perwira tinggi bintang dua tersebut.

Ia menyebutkan lebih banyak pesawat yang datang dari Guam menuju Australia, termasuk melakukan proses isi bahan bakar di udara, “Mungkin karena ‘terburu-buru’ mereka lupa mengurus ijin, tapi itu tetap merupakan pelanggaran,” ujar Yuyu. ALKI III melintasi Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu. Lebih detail ALKI III dibagi lagi menjadi tiga, ALKI III-A mencakup Laut sawu – Selat Ombai – Laut Banda (Barat Pulau Buru) – Laut Seram (Timur Pulau Mongole) – Laut Maluku – Samudera Pasifik, ALKI III-B mencakup Laut Timor – Selat Leti – Laut Banda (Barat Pulau Buru) – Laut Seram (Timur Pulau Mongole) – Laut Maluku – Samudera Pasifik dan ALKI III-C mencakup Laut Arafuru – Laut Banda (Barat Pulau Buru) – Laut Seram (Timur Pulau Mongole) – Laut Maluku – Samudera Pasifik.

Baca juga: Pantau Pergerakan Kapal Selam Asing, TNI AL Berniat Adopsi “SOSUS” di ALKI

Meski masih ada pelanggaran wilayah udara, Pangkohanudnas menjelaskan dari tahun ke tahun persentasenya terus menurun. Dijelaskan bhawa tahun 2016 tercatat 49 kasus pelanggaran udara, terdiri dari 43 kasus oleh pesawat sipil asing dan 6 kasus oleh pesawat militer asing. Sementara di tahun tahun 2017 (hingga awal Oktober) hanya ada 20 kasus pelanggaran udara, terdiri dari 5 kasus oleh pesawat sipil dan 15 oleh pesawat militer asing.

Masih terkait pelanggaran wilayah udara nasional, Pangkohanudnas juga berharap dapat mengotimalkan kemampuan radar di setiap Kosekhanudnas, khususnya untuk Adiz (Air Defence Identification Zone), dimana akan memberi kemampuan bagi elemen Hanud untuk lebih punya waktu untuk mengidentifikasi suatu obyek atau sasaran.

Baca juga: AR 325 Commander: Radar Kohanudnas Pemantau Ruang Udara ALKI II

Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja

Masih dalam kesempatan yang sama, Sekjen Kementerian Pertahanan RI Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja menjelaskan, bahwa menurunnya tingkat pelanggaran udara terkait dengan efek deteren yang dimiliki TNI AU, khususnya keberadaan Sukhoi Su-27/Su-30 di Skadron Udara 11 di Makassar yang meng-handle pengamanan di area ALKI III.

“Terutama bagi pesawat asing berasal dari produk Barat, biasanya akan berpikir dua kali untuk berhadapan langsung dengan Sukhoi TNI AU, apalagi jika sampai berhasil kita foto di udara, itu akan mempermalukan mereka,” ujar Hadiyan yang juga menjabat sebagai Wakil KSAU. Kedepan Hadiyan mengharapkan agar TNI AU dapat menempatkan flight jet tempur yang bersiaga di setiap Lanud terdepan. Lebih lanjut Hadiyan mengatakan saat ini baru ada satu flight (3 pesawat tempur) yang dipersiapkan di Lanud El Tari, Kupang. Fligt tersebut terdiri dari jet tempur taktis T-50i Golden Eagle Skadron Udara 15 yang bermarkas di Lanud Iswahjudi, Madiun. (Haryo Adjie)

41 Comments