Jauh sebelum era Exocet, Harpoon, C-802 dan Yakhont, TNI di tahun 60-an telah mengoperasikan rudal anti kapal lintas cakrawala, alias over the horizon. Rudal yang dimaksud adalah AS-1 Kennel. Rudal ini terbilang fenomenal dan kenangannya masih cukup menarik untuk disimak hingga saat ini, (more…)
Setelah sempat berjaya di era 60-an, kembali di awal dekade 90-an TNI AL menjadi kekuatan laut di Asia Tenggara yang tampil dengan kemampuan serta daya getar tingggi. Hal ini bukan lantaran kala itu Indonesia menjadi satu-satunya pengguna armada kapal selam di kawasan ASEAN, lebih dari itu, TNI AL pada dua dekade lalu memiliki alutsista rudal anti kapal (SSM/surface to surface missile) dari jenis Harpoon buatan McDonnell Douglas (saat ini telah diakuisisi oleh Boeing Defence), Amerika Serikat. (more…)
Setelah cukup lama tak mengoperasikan rudal, akhirnya saat ini Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU kembali dipercaya mengoperasikan rudal anti serangan udara alias SAM (surface to air missile). Tapi beda dari tahun 60-an, kala itu TNI AU punya arsenal monster SAM SA-2 , yakni rudal berjangkauan jarak sedang yang punya kecepatan 3,5 Mach dan jadi momok menakutkan bagi pesawat tempur NATO. (more…)
Pada era tahun 80an, saat Arhanud TNI AD mengandalkan rudal Rapier sebagai ujung tombak alutsista pertahanan udara, maka di matra lain, yakni TNI AL juga memiliki rudal anti serangan udara yang canggih pada masanya. Rudal kategori SAM (surface to air missile) yang dimaksud adalah Sea Cat buatan Short Brothers, Inggris. Sebagai platform rudal anti serangan udara, sistem peluncur Sea Cat sudah ‘ditanam’ pada frigat TNI AL. (more…)
Dampak perang Malvinas yang terjadi pada tahun 1982 nyatanya ikut memicu perkembangan militer TNI (dahulu ABRI). Diantara beragam kisah unggulnya alutisista Inggris melawan militer Argentina, terdapat sista pertahanan udara (hanud) yang menarik hati pemerintah Indonesia pada masa itu, tak lain adalah rudal Rapier buatan pabrik British Aerospace. (more…)
Sebelum menggunakan SMB (Senapan Mesin Berat) browning M2HB, TNI sebenarnya sudah punya pengalaman menggunakan SMB lain yang juga tak kalah populer. Yakni DShk-38 buatan Uni Soviet (sekarang Rusia). DShK (Degtyaryova-Shpagina Krupnokaliberny) mulai dikembangkan pada awal tahun 1930-an, dan secara resmi diadopsi oleh militer Uni Soviet pada tahun 1938. Serupa dengan browning M2HB dari AS, DShK-38 juga sudah eksis digunakan dalam Perang Dunia Kedua. (more…)
Korps kavaleri Indonesia bisa dibilang punya beragam ranpur, tapi rasanya masih agak tertinggal untuk urusan persenjataan, semisal di segmen rudal anti tank, belum ada satu pun ranpur kavaleri TNI yang dibekali rudal penghancur tank. Baru semenjak kehadiran tank BVP-2 kavaleri di Tanah Air mengenal rudal anti tank dari jenis AT-5 Spandrel. (more…)
Kodratnya memang bukan sebagai senjata khusus kavaleri, namun bisa dibilang inilah arsenal senjata pelengkap kavaleri yang lumayan menentukan dalam tiap operasi militer. Tanpa browning, seolah daya gempur korps kavaleri jadi tak lengkap, ini tak berlaku di di Indonesia saja, melainkan di seantero dunia, terutama di negara-negara pengguna standar militer NATO. (more…)
Walau punya jenis spesifikasi ranpur yang berbeda, antara kavaleri TNI-AD dan Marinir TNI-AL punya kesamaan untuk urusan senjata andalan. Baik kavaleri TNI-AD dan Marinir TNI –AL diketahui sejak lama sama-sama mengandalkan kanon Cockerill kaliber 90mm. Di lingkungan TNI-AD, Cockerill 90 diketahui memperkuat tank ringan Scorpion dan panser V-150, bahkan panser besutan Pindad yang masih prototip, yakni Anoa 6×6 versi kanon juga mengadopsi Cockerill 90. (more…)
“Mendarat dan menang..,” itulah misi utama Marinir di seluruh dunia dalam menjalankan tugas sebagai pasukan pendarat, pembuka gerbang untuk operasi militer lanjutan. Bagi Korps Marinir TNI AL adalah hal lumrah untuk berjibaku dan mempertaruhkan nyawa dalam tiap operasi pendaratan militer di seluruh wilayan Nusantara. (more…)