Update Drone KamikazeKlik di Atas

P-3C Orion: Kombinasi Apik dari Pesawat Intai Maritim, Pemburu Kapal Selam, dan SAR di Laut Lepas

Suatu hari ada seorang kawan yang bertanya, apakah jenis pesawat intai milik asing yang paling sering wara-wiri di atas udara Indonesia? Jawaban pastinya tentu ada di tangan pihak yang berwenang seperti Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional), namun bila ditakar dari kehadiran pesawat intai yang mampir dan melintas secara ‘resmi’ dengan pemberitahuan, maka sosoknya akan mengerucut pada P-3C Orion, jenis pesawat intai maritim jarak jauh, sekaligus pembasmi kapal selam produksi Lockheed Martin.

Baca juga: Radar CP-SAR Profesor Josaphat Berhasil Diuji Coba di Boeing 737-200 Surveillance TNI AU

Debut kehadiran pesawat dengan empat mesin turboprop ini boleh dibilang lumayan intens di Indonesia, selain pastinya P-3C Orion milik AL Amerika Serikat (US Navy), Orion lain yang sudah merasakan landasan di Tanah Air adalah milik AU Australia (RAAF) dan AU Korea Selatan (ROKAF). Meski punya kemampuan mendeteksi dan mengahancurkan kapal atas permukaan dan kapal selam, sesuai kunjungannya di Indonesia, P-3C Orion datang untuk misi latihan bersama dan dukungan operasi SAR. Contoh keterlibatan Orion dalam misi SAR seperti pada operasi pencarian AirAsia QZ8501 di Selat Karimata pada Desember 2014, saat itu Korea Selatan mengerahkan satu unit P-3C Orion ke Indonesia.

Sementara kehadiran P-3C Orion yang paling anyar ada dalam Latgab Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2017 antara Korps Marinir TNI AL dan US Marines Corps (USMC). Satu unit P-3C Orion AL AS diketahui telah menjadi tamu di home base Puspenerbal Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur. Sedangkan tetangga kita di Selatan, yakni Australia diketahui telah mengirimkan dua unit AP-3C Orion untuk mendukung operasi penumpasan teroris ISIS di Filipina Selatan. Lalu lalangnya pesawat jenis ini melintasi ruang udara Indonesia sudah terbilang sering, dan kebanyakan telah melewati izin melintas.

P-3C Orion US Navy di Lanudal Juanda, Surabaya.

Kesaktiannya sebagai pesawat intai berkemampuan bomber ada di level 50:50 dengan kepopulerannya sebagai pesawat SAR. Masih ingat upaya pencarian pesawat Boeing 777 MH370 milik Malaysia Airlines yang raib di Samudera Hindia. Nah, pesawat yang paling dominan meronda di lautan lepas adalah Orion, dalam operasi SAR terpanjang dalam sejarah tersebut, P-3C Orion milik Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Korea Selatan ikut diterjunkan menjelajah lautan lepas. Keunggulan P-3 Orion adalah kemampuannya untuk terbang rendah serta dalam jangka waktu lama (16 jam) sehingga sangat bermanfaat bagi patroli maritim.

Baca juga: Motorola SLAMMR – Dibalik Kecanggihan Radar Airborne Boeing 737 Patmar TNI AU

Cockpit view

P-3C Orion
Pada tahun 1968 Lockheed meluncurkan P-3C Orion. Generasi ini telah dilengkapi dengan radar terbaru, low light television (LLTV), MAD (Magnetic Anomaly Detection), ESM (Electronic Support Measures) dan sistem deteksi inframerah (IRDS). Pengembangan paling canggih pada P-3C adalah sistem sensor dan taktis yang terintegrasi dengan Univac CP-901 Digital Computer.

Bicara tentang radar, P-3 Orion setidaknya dilengkapi AN/APS-115 Maritime Surveillance Radar, dan AN/APS-137D(V)5 Inverse Synthetic Aperture Search Radar. Sedangkan tools untuk mengendus kapal selam diantaranya ada AN/ARR-78(V) sonobuoy receiving system, AN/ARR-72 sonobuoy receiver, IBM Proteus UYS-1 acoustic processor, AQA-7 directional acoustic frequency analysis and recording sonobuoy indicators, AQH-4 (V) sonar tape recorder, dan perangkat pada ekor yang memanjang adalah MAD. MAD disebut-sebut bisa mendeteksi adanya benda logam besar hingga kedalaman 150 meter.

Tailcone dengan perangkat MAD (Magnetic Anomaly Detection).
Awak navigasi AP-3C Orion AU Australia.

Baca juga: C-130H MP Hercules – Pesawat Intai Maritim TNI AU Dengan Kemampuan Long Endurance

Punya Senjata Sekelas Bomber
Meski berbasis pesawat sipil, P-3C Orion adalah mesin pembunuh, selain mengintai, pesawat ini dapat langsung membinasakan. Rudal yang dapat digitong pun beragam, untuk melibas kapal permukaan ada AGM-84 Harpoon, AGM-84 Standoff Land Attack Missile, atau mau AGM-65 Maverick pun tak masalah. Sedangkan bom yang dibawa terdiri dari pilihan MK20 Rockeye (cluster bomb), MK80 Series (MK82, MK83, MK84) general purpose bombs, termasuk bisa dibawa bom laut (depth charges).

Laksana bomber, dibawah perut Orion terdapar bomb bay yang dapat dimuati aneka bom, ranjau laut, dan torpedo MK46. Punya ke khasan sebagai pemburu kapal selam, pada bagian bawah perut bagian belakang terdapat tabung peluncur untuk sonobuoys. Sebuah sonobuoy (gabungan dari kata sonar dan pelampung) adalah sistem sonar yang dikerahkan dari pesawat atau kapal. Perangkat ini biasanya berukuran typically 13 cm pada diameter dan tinggi 91 cm. Dalam naval warfare dikerahkan untuk mendeteksi pergerakan kapal selam. Sonobuoy sendiri diklasifikasikan menjadi tiga kategori: aktif, pasif dan tujuan khusus.

Sonobuoy launch tubes

Baca juga: AN/APS-143C(V)3 OceanEye – Generasi Radar Intai Maritim Terbaru Untuk CN-235 220 NG MPA

Sonobuoys aktif memancarkan energi suara (ping) ke dalam air dan menangkap gema balik melalui radio UHF/VHF ke kapal atau pesawat udara menerima. Sonobuoy aktif terus-menerus melakukan ping untuk mendapatkan deteksi bawah air.

Sonobuoys pasif tidak memancarkan apa-apa ke dalam air, namun menangkap gelombang suara yang dikeluarkan objek lain misalnya, turbin, atau baling-baling dari kapal selam, atau pinger kotak hitam. Suara tersebut kemudian ditransmisikan melalui radio UHF/VHF ke kapal atau pesawat udara penerima. Sonobuoy tujuan khusus menyampaikan berbagai jenis data oseanografi ke kapal, pesawat, atau satelit dan ini tidak dirancang untuk digunakan dalam deteksi kapal selam.

P-3C Orion melepaskan rudal AIM-9 Sidewinder.
Melepaskan rudal udara ke permukaan AGM-65 Maverick.
Melepaskan rudal anti kapal AGM-84 Harpoon.

Dirunut dari sejarahnya, P-3 Orion dikembangkan sejak tahun 1950-an. Pesawat ini adalah modifikasi dari pesawat penerbangan sipil yang diproduksi Lockeed Martin, Electra.P-3 Orion awalnya dikembangkan untuk kepentingan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy). Tujuan pengembangannya adalah untuk melakukan patroli laut dan memantau keberadaan kapal selam. Prototipe dari pesawat P-3 Orion disebut YP3V-1 dengan nomor seri 148276. Pesawat itu terbang perdana pada 25 November 1959. Secara umum P-3 Orion punya kecepatan jelajah 610 km per jam, jarak jelajah 5.490 km, diawaki 2 pilot dan 11 kru.

Baca juga: WESCAM MX-20HD – Dongkrak Kemampuan Boeing 737 Patmar TNI AU ‘Setara’ Poseidon

Banyak jenis P-3 Orion kemudian muncul karena modifikasi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing negara atau lembaga yang menggunakannya. Contohnya, pesawat WP-3D yang dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) guna memantau cuaca dan badai.

Laksana bomber, P-3C Orion punya bomb bay untuk dimuati beragam jenis persenjataan.

Hingga kini ada belasan negara yang memiliki pesawat P-3 Orion. Selain negara-negara yang telah disebut di atas, yang mengoperasikan varian P-3 Orion adalah Argentina, Kanada, Brasil, Chile, Jerman, Jepang, Inggris, Pakistan, Yunani, Belanda, Portugal, Spanyol, Taiwan, Thailand dan Iran. Meski debut P-3 Orion dikodratkan akan digantikan oleh Boeing P-8 Poseidon, namun mengingat kinerja Orion yang masih sangat baik, rasanya pengadian Orion masih akan lama, khususnya di luar AS. Australia sendiri telah mencanangkan memensiunkan AP-3C Orion pada tahun 2021, dimana RAAF mulai mengoperasikan pesawat ini pada tahun 2002. (Bambang Darmono)

Baca juga: Boeing P-8 Poseidon – Sang Dewa Laut Incaran Patroli Maritim TNI AU

Spesifikasi P-3C Orion
– Length: 35,6 meter
– Wingspan: 30,4 meter
– Height: 11,8 meter
– Empty weight:35.000 kg
– Useful load: 26.400 kg
– Loaded weight: 61.400 kg
– Powerplant: 4 × Allison T56-A-14 turboprop
– Propellers: Four-bladed Hamilton Standard propeller 1 per engine
– Maximum speed: 750 km/h
– Cruise speed: 610 km/h
– Range: 4.400 km
– Ferry range: 8.944 km
– Endurance: 16 hours
– Service ceiling: 8.625 meter

10 Comments