Mortir 81mm – Mobilitas Tinggi Senjata Andalan Bantuan Infanteri
Dalam suatu pertempuran, sudah lumrah bila laju elemen infanteri mendapat bantuan tembakan (fire support) dari unit artileri medan. Dengan sekali gebuk, semburan proyektil dari howitzer mampu merobek posisi perkubuan lawan. Tugas infanteri pun jadi lebih mudah untuk merangsek masuk ke jantung pertahanan musuh. Tapi faktanya, infanteri tak bisa melulu mengharap bantuan tembakan dari howitzer, juga pastinya butuh waktu untuk meminta bantuan tembakan dari udara (close air support).
Baca juga: PT Pindad Tampilkan “Ruppell” – Drone Hybrid VTOL Peluncur Mortir Kaliber 60/81mm
Menghadapi skenario diatas, unit infanteri di level peleton, kompi dan batalyon butuh dukungan artileri secara mandiri, tanpa harus bergantung pada satuan lain. Dan, jawabannya adalah sosok mortir. Mortir dengan larasnya yang halus (smoothbore) dan tekanan penembakan lebih rendah (low pressure), tak ayal menempati posisi sebagai senjata dukungan jarak dekat andalan bagi infanteri. Meski sudah digunakan sejak era Perang Dunia I, nyatanya perkembangan teknologi turut mempertahankan keberadaan mortir sebagai unsur bantuan tembakan infanteri yang cukup diandalkan hingga kini. Bentuknya yang ringkas membuat mortir tak bisa dilepaskan dari setiap pergerakan infanteri. Dengan bentuknya yang ringkas, mortir mudah dibawa ke sana ke mari bersama pergerakan pasukan infanteri. Manfaat ini terasa betul bagi pasukan khusus yang bergerak di belakang garis musuh, yang seringkali tidak memiliki dukungan tembakan artileri.
Bagi TNI, penggunaan mortir sudah begitu lekat sejak puluhan tahun. Hampir semua satuan TNI yang punya predikat infanteri, apa pun angkatannya saat ini dibekali unit mortir dalam beberapa kaliber yang berbeda. Kaliber mortir yang digunakan TNI ada 3 jenis, yakni kaliber 81 mm, 60 mm, dan 40 mm. Perbedaan kaliber tentu membawa pengaruh pada jarak tembak, hulu ledak dan bobot dari senjata tersebut.
Mortir 81mm
Diantara kaliber mortir yang ada, mortir paling populer adalah di kaliber 81 mm, biarpun ada mortir besar kaliber 120 mm, 160 mm, atau bahkan 240 mm, singgasana mortir 81 mm tetap belum tergusur. Ada beberapa alasan mengapa mortir 81 mm sangat populer. Pertama, mortir 81 mm memiliki jangkauan memadai sehingga kru mortir ada di luar line of sight lawan, alhasil lebih sulit untuk dibalas, daya hancurnya luar biasa relatif terhadap ukuran kalibernya, dan mempunya bobot yang masih ideal untuk penggelaran berpindah-pindah.
Salah satu mortir 81 mm yang digunakan infanteri TNI adalah mortir 81 mm hasil modifikasi dari mortir buatan pabrik Salgat dengan jenis Tampella di Finlandia. Saat ini, PT Pindad telah mampu memproduksi mortir dalam ketiga ukuran kaliber. Berbeda dengan howitzer dan meriam tank, pengoperasian mortir terbilang unik. Secara umum, desain mortir terdiri dari lima komponen besar. Yaitu tabung peluncur, landasan penahan (baseplate), sistem bidik, bipod, dan tentu saja proyektil dan sumbunya (fuse). Desain tabung peluncur dan baseplate berbeda-beda tergantung pada besaran kaliber.
Cara kerja mortir sebagai berikut, saat proyetil diturunkan oleh assistant gunner dengan pantat (sirip) menghadap kebawah, proyektil akan meluncur bebas sampai ke dasar laras mortir. Sampai di dasar, ada pena pemukul (firing pin) yang menekan primer di ekor proyektil. Dengan desain proyektil sedemikian rupa, dimulai dari ekor yang kurus sampai bentuk proyektil yang menggemuk dengan cincin obturatornya yang menempel erat di dinding dalam laras, ledakan yang terperangkap di dalam ruang antara tabung mortir dan proyetil, memberikan dorongan hebat sehingga proyektil meluncur hebat keluar. Ketika sampai di mulut laras, proyektil keluar sebagai ledakan bunga api dengan suara yang memekakkan telinga. Maka itu para awak mortir harus menutup telinga, atau menggunakan penutup telinya yang memadai agar terhindar dari cacat permanen, terutama jika yang ditembakkan adalah mortir kaliber besar.
Sementara dalam prosedur penembakan, pemimpin regu bertugas berdiri dan mengawasi pengoperasian mortir, dan menentukan penempatan, arah, serta penembakan mortir. Penembak (gunner) bertugas melakukan bidikan melalui optik dan mengatur elevasi dan simpangan mortir. Pembantu penembak (assistant gunner) berdiri di sebelah kanan, memasukan proyektil sesuai aba-aba penembak. Ia juga harus membersihkan laras setelah 10 kali penembakan.
Pembawa amunisi pertama berdiri di kanan belakang mortir, mempersiapkan proyektil (menyetel sumbu, memasang charge) dan menyerahkan ke assistant gunner. Terakhir , pembawa amunisi kedua mencatat semua proyektil yang ditembakkan per fire mission dalam buku catatan, serta mengamankan posisi sembari bersiaga dengan senapan serbu.
Baca juga: Anoa 6×6 Mortar Carrier: Tingkatkan Daya Gebuk Mortir 81mm Yonif Mekanis TNI AD
Untuk mortir 81 mm, dengan bobot sekitar 49 kg dan panjang laras 1560 mm, dapat dicapai jarak tembak maksimum 6.500 meter dan jarak tembak minimum 100 meter. Untuk mendongkrak mobilitas, nantinya mortir 81 mm juga akan diadopsi ke dalam ranpur Anoa versi Mortar Carrier. Nantinya Anoa APS-3 Mortar Carrier disiapkan untuk memperkuat Batalyon Infanteri Mekanis. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Mortir 81 mm Pindad
Kaliber : 81 mm
Diameter : 81,4 mm
Panjang laras : 1.560 mm
Panjang Bipod (dilipat) : 960 mm
Berat Bipod : 14 kg
Berat dasar plat : 12,5 kg
Akurasi alat bidik : 1 mil
Berat alat bidik : 1,55 kg
Berat lengkap mortir : 49 kg
Jarak elevasi : 45-85 derajat
Jarak tembak max : 6500 – 8.000 meter
mantap..org awam sepertiku jadi bisa tau ttg senjata.
Seharusnya TNI merubah bahan Mortir 81, dr baja ke titanium shg berat akan berkurang drastis dan kekuatan tabung (Barrel) maupun dudukan (Base Plate) sangat menjamin keamanan. Juga satuan mortir hrs disertai UAV sbg melihat sasaran tembakan maupun utk koreksi. Bravo TNI………….
good blog post
thx… min smoga makin byk yach yg diulas ttg tni dan alusistanya 🙂
ikon senjata yang nggak pernah bisa lepas dari film bertema perang Vietnam 🙂