Misterius! Benarkah Indonesia Miliki Howitzer Tarik M-56 105mm?
|Belum lama ini situs janes.com (2/7) mewartakan bahwa Yugoimport SDPR, manufaktur persenjataan asal Serbia kembali memproduksi howitzer tarik (towed howtizer) tipe M-56 105 mm dengan laras 33-calibre. Kembali diproduksinya M-56 lantaran adanya pesanan ekspor 36 pucuk M-56 untuk suatu negara yang dirahasiakan identitasnya. Yang menjadi menarik dari berita itu adalah adanya nama Indonesia yang juga disebut-sebut.
Baca juga: M2A2 105mm – Howitzer Tua Yon Armed TNI AD
Berita tadi menyebutkan bahwa di masa lalu, howitzer M56 pernah di ekspor Serbia ke Siprus, El Salvador, Guatemala, Indonesia, Meksiko, dan Myanmar, setelah itu produksi M-56 tak berlanjut. Dari penelurusan, munculnya nama Indonesia sebagai pengguna M-56 berasal dari sumber Jane’s Armour and Artillery (19 ed.) yang dirangkum penulis senior pertahanan asal Inggris, Christopher F Foss. Lebih detai disebut Indonesia menerima M-56 pada tahun 1998 sebanyak 10 pucuk.
Dilihat dari segi jumlah, 10 pucuk artinya hanya diproyeksi memperkuat satu baterai (9 pucuk) yang mungkin sisanya sebagai cadangan atau untuk keperluan latih. Namun yang menjadi pertanyaan netizen adalah, apakah benar howitzer buatan Serbia tersebut memang benar-benar telah memperkuat arsenal alutsista TNI?
Bila merunut ke operator, maka untuk howitzer 105 mm maka ada dua kemungkinan pengggunanya, antara Artileri Medan Korps Marinir atau Artileri Medan TNI AD. Ini yang menarik, pasalnya sampai saat ini belum permah terdengar kedua elemen kekuatan artileri TNI tersebut pernah mengoperasikan howitzer M56. Pun dari penelusuran ke SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) Arms Transfers Database, tidak ditemukan informasi akuisisi M-56 untuk Indonesia.
Mungkinkah Christopher F Foss salah menginput data? ataukah M-56 memang benar-benar ada di Indonesia namun tak terendus keberadaannya? Jawaban ini yang masih perlu ditunggu kelanjutannya. Lepas dari itu, seperti apakah sosok howtizer M-56?
Dikembangakan oleh Military Technical Institute Belgrade, M-56 sejatinya sudah dirilis sejak tahun 1956. Basis rancangan M-56 sendiri mencomot desain howitzer legendaris M2A2 105 mm yang juga digunakan Armed TNI AD, hanya saja M-56 punya laras lebih panjang dari M2A2 dan telah dilengkapi muzzle brake untuk meminimalisir efek recoil.
Dengan awak 7 personel, M56 tergolong senjata yang laris dengan terjual lebih dari 1.500 unit. Seperti pada seri M-56A1, larasnya dirancang untuk meladeni 18.000 kali tembakan. Sebagai howitzer tarik, M-56 sudah dilengkapi hydro-pneumatic balance untuk mendukung tembakan sampai jarak 18 km.
Dalam aspek persenjataan artileri, Indonesia punya pegalaman panjang menggunakan alutsista buatan Serbia (d/h Yugosloavia), yang dimaksud adalah meriam gunung M-48 kaliber 76 mm. Meriam mungil ini sudah memperkuat armed TNI AD sekitar 5 dekade, dan hebatnya masih terus digunakan hingga kini.
Baca juga: Pensiunkan Meriam Gunung 76mm, Armed TNI AD Siapkan Kedatangan Howitzer LG-1 105mm
Sementara tentang Yugoimport, manufaktur ini pada tahun 2016 sempat menawarkan Nora B52 155mm, Self Propelled Howitzer kepada Armed TNI AD. Yugoimport sendiri namanya tak asing sebagai rekanan TNI, manufaktur yang pernah hadir di Indo Defence ini beberapa kali ikut memasok beberapa jenis munisi untuk senjata artileri TNI. (Haryo Adjie)
Spesifikasi M56A1 105mm:
– Berat: 2.370 kg
– Jarak tembak minimal: 2.000 meter
– Jarak tembak maksimum: 18.500 meter
– Muzzle brake: Double
– Frequency of fire: 6-8round/min
– Panjang laras: 3.500 mm
Old but gold,artileri yang tidak bisa dijammer musuh
Xixixixi…jemer operatornya omm pake kue klepon….!!!
Klu operator nya saya takut di jammer pake PUBG or MOBA plus account buat access Playboy Playmate special edition wokwokwok ..
Ane yakin meriam ada pada inventori TNI
Yup, memang benar adanya….howie ini diimpor oleh perusahaaan milik mantan diskesau era orba (dr. Saman ???) yang dulu pernah menempuh pendidikan “kedokteran intelejen” di yugoslavia.
Ini gambar nya om
https://s.kaskus.id/images/2013/04/23/4936462_20130423062520.jpg
iya betul itu M-56 tapi generasi lama, dan saat ini M-56 nampaknya sudah tidak digunakan.
Artikel mantap
Sorry OOT
Request ESSM block II alias AMRAAM ER apalagi baru saja melakukan uji coba di frigat Spanyol. Ini rudal potensial diakuisisi TNI AL via program real fregate dan TNI AU dengan NASAMS
Meriam M2A2 dibeli dari amrik dalam kondisi bekas pada tahun 1982-1983.
Jadi meriam M2A2 yang kita punya usianya sudah lebih dari 36 tahun, sudah saatnya diganti.
Kita punya M2A2 sebanyak 180 unit (10 batalyon).
Selain itu kita juga punya meriam uzur m48 76 mm sebanyak 7 batalyon.
Jadi meriam yang perlu diganti sebanyak 17 batalyon.
17 x 18 unit = 306 unit meriam yang harus diganti.
Prediksi saya yang 36 unit M-56 ini pembelinya adalah Indonesia juga untuk mengganti sebagian dari 17 batalyon meriam ini.
Sepertinya pernah dibeli, namun gagal dilanjutkan, pastinya saat ini tidak ada M56 yang dioperasikan satuan armed di Indonesia
Jama sekarang uda ada ada MLRS itu ngapain lama jg reload dan daya hancur dan jangkauan ga sebesar MLRS. Tgl pencet 1 menit kelar tu semua roket yg d tembakkan.
Efektif namun sangat tidak efisien
Ada kelebihan masing masing pada sista dex…dan ada juga pungsi yang tak tergantikan dalam pada sista yang masih digunakan sesuai doktrin dan strategi yang dipakai…!!!
Tapi yang jelas karna lebih murah baik harga maupun pelurunya…coba kalo nyalpo astros berapa duit sedang target ringan dan hanya peruntukan
bantuan pergerakan infantri saja….apa engak mubajir…belum lagi harga sukucadang dan perawatan yang ringan….kalo dibanding astros…???
Tapi ujung ujung yang wang juga toh maklum kita slalu bangga dengan predikat negara kosumsi ….!!!
Ya g semua konsumsi kan skrg d kembangkan roket atros dalam negeri.. jangkauan jauh kan lbh aman coba tu meriam 105 d taro d pantai lbh efektif atros buat nyerang kapal amphibi. Perang dunia 1 apa 2 masi efektif tu meriam
Artileri konvensional juga memiliki keunggulan dari MLRS yaitu..
1. amunisi yg lebih murah sehingga dapat di beli dengan cukup banyak
2 . artileri konvensional dapat di gelar di Medan pegunungan yg sulit sekalipun dengan bantuan helikopter
3 . artileri konvensional tidak meninggalkan jejak berupa asap sehingga sulit dideteksi oleh musuh
4 . Artileri konvensional memiliki tingkat akurasi yg lebih tinggi sehingga tidak terlalu banyak menghabiskan amunisi untuk
5 . harga artileri yg lebih murah di bandingkan MLRS
Satu lagi artileri konvensional dapat dengan mudah di drop melalui pesawat kargo C 130 /A 400 sehingga dengan mudah digunakan sebagai senjata bantuan tembak lintas lengkung bagi pasukan lintas udara yg beroperasi di garis depan
Yaa kalo kamu berpikir kesitu…yaa apa boleh bulat…ambil contoh kecil…kalo kita punya icbm untuk apa senjata lainya dan untuk apa pasukan tentara…tingal pencet kelar…semua…wassalam…!!!tapi saya setuju dengan bang cyber H….ada pungsi dan kegunaan masing masing sista…kasarnya punya kelebihan masing masing…maka masih digunakan tidak terkecuali pasukan berkuda…maka sampai sekarang masih ada dan terus dipertahankan padahal bukan zaman romawi….!!!
Tapi menurut kebiasaan dari zaman nya perang dunia meriam biasanya digunakan untuk bantuan tembakan dengan pergerakn infantri…tapi kalo sebangsa astros mlrs apalah namanya…itu lebih condong penghancuran…itu kalo dak salah dan berubah juga….karna diplanet namex kayaak gitu seh….!!!
Kok mirip ya yg dulu dipajang di korem 061 sk Bogor?atau beda?soalnya gw dulu sering mainin itu howitzer di sana.