Meski Ada ‘Hambatan’ dari Washington, Korea Selatan Akhirnya Luncurkan Prototipe Radar AESA untuk Jet Tempur KFX
Bagi Korea Selatan, yang mengganjal dalam program jet tempur KFX/IFX mungkin tinggal faktor Indonesia, dimana sampai tulisan ini diturunkan, belum ada pembicaraan lanjutan tentang proses pembayaran kewajiban Indonesia atas porsi biaya pengembangan KFX/IFX. Meski begitu, bagi Korea Selatan, KFX adalah program nasional yang tidak ada kata mundur dan harus dituntaskan sesuai jadwal, dimana peluncuran (roll out) prototipe KFX akan dilangsungkan pada April 2021.
Baca juga: Saat Menhan ‘Lirak-Lirik’ Jet Tempur dari Eropa, Bagaimana Nasib Program KFX/IFX?
Setelah komponen mesin General Electric GE F414 mulai dikirimkan dari Amerika Serikat dan fuselage prototipe KFX yang kini dalam proses perakitan di fasilitas produksi Korea Aerospace Industries (KAI), kini diwartakan Defence Acquisition Programme Administration (DAPA), badan yang menaungi proyek jet tempur KFX, telah meluncurkan prototipe perdana dari radar AESA (Active Electronically Scanned-Array) yang nantinya akan dipasang sebagai fitur standar di KFX/IFX.
Merujuk dari rekam jejaknya, radar AESA untuk KFX/IFX mulai dikembangkan pada tahun 2016 dengan melibatkan Hanwha Thales Systems dan Agency for Defense Development (ADD), lembaga litbang di bawah Kementerian Pertahanan Korea Selatan. Sudah barang tentu Korea Selatan tak bisa sendirian mengembangkan radar AESA, dalam proyek ini digandeng perusahaan asal Israel, Elbit Systems – anak perusahaan Israel Aerospace Industries (IAI) – yang bertindak sebagai mitra kolaborasi dalam transfer of technology. Salah satu peran perusahaan Israel tersebut adalah membantu dalam tahap uji coba perangkat keras.
Dan pada 7 Agustus 2020, DAPA secara resmi merilis sosok prototipe radar AESA tersebut ke publik dalam sebuah upacara kecil. Lantaran masih berupa prototipe, pihak Korea Selatan masih irit memberikan informasi tentang kemampuan radar ini, hanya disebut-sebut kemampuan radar ini dapat mendeteksi dan melacak ratusan sasaran secara simultan di udara dan permukaan.
Prototipe radar AESA KFX memiliki sekitar 1.300 Transmitter-Receiver Module (TRM). Sebagai informasi, radar F-22 Raptor memiliki 2.000 TRM dan radar F-35 memiliki 1.200 TRM. Menurut sumber tak resmi, radar AESA untuk KFX punya jangkauan deteksi hingga jarak 200 km.
Dari flightzona.com (11/8/2016), langkah Seoul untuk mengembangkan radar AESA di dalam negeri sebenarnya didasari atas keputusan Washington DC yang tidak mau memberikan lisensi ekspor kepada Korea Selatan. Bahkan, Amerika Serikat pada tahun 2015 juga telah menolak lisensi untuk teknologi infrared search and track (IRST), electro-optical target tracking devices dan perangkat jammers.
Baca juga: Northrop Grumman AN/APG-83, Radar AESA di F-16 Viper Block 72 TNI AU
Manufaktur besar dari Amerika Serikat, seperti Lockheed Martin dan General Electrics memang terlibat dalam program KFX, tetapi Washington melarang transfer teknologi utama untuk pesawat siluman dan sistem radar AESA. Bagi Korea Selatan, radar AESA buatan dalam negerinya digadang akan lebih baik dari radar AESA AN/APG-83 yang kini terpasang di F-16 Viper. (Gilang Perdana)
Itulah amerika, mereka tidak akan pernah mau ada negara yang lebih maju dari mereka dan mereka akan terus berusaha membuat negara lain tergantung dengan mereka, amerika bangsa hipokrit dan standar ganda. Sudah jelas negaraang menguasai teknologi dan informasi pasti akan diuntungkan dalam kompetisi global ini
Kok yg disalahkan As toh, Tidak ada klausa di konvensi Jenewa yg menyatakan kesenjangan teknologi adalh kejahatan perang.
Klo negara2 gak maju salahkan birokrasi dan kualitas mutu pendidikan beserta SDM rakyatnya.
Klo mereka menguasai arus informasi gak mungkin BLm dan Antifa muncul dan bikin rusuh
Tidak ada teman sejati dalam hubungan internasional, yang ada adalah kepentingan yang abadi. Semua negara di dunia akan mendahulukan kepentingan negaranya, tidak terkecuali Indonesia.
Melas….
Belum mampulah Indonesia utk bisa buat pesawat tempur 100 pct sendiri. Bukannya pesimis tp realita yg ada mmg kita msh hrs bekerjasama dan berkolaborasi dg negara lain yg secara teknologi lbh maju dari Indonesia. Kerjasama dg Korsel ini sdh bagus dan “on the track”, namun entah kenapa di tengah jalan jd ada mslh spt ini. Apakah mgkn krn perjanjian awal yg kurang mensupport Indonesia agar mampu membuat pswt tempur sendiri sehingga tdk hanya menjadi pembeli atau penjahit tp benar2 sebagai produsen ,,, atau ada hal politik lainnya yg tidak kita ketahui. Mgkn semuanya ingat, sempat dokumen2 Indonesia hilang dan kamar salah satu kontingen Indonesia yg ikut bernegosiasi dimasuki intelejen Korsel. Entahlah ,,,
Bahkan tanpa ada Indonesia pun, proyek ini akan tetap jalan.
Secara teknis, Korea Selatan punya kemampuan mengembangkan pesawat tempur sendiri dan tidak perlu keterlibatan Indonesia, kecuali dalam hal pendanaan. Mereka cuma butuh uang Indonesia.
Mereka butuh Indonesia sebagai pasar, makanya Indonesia diajak
Sebagai pengamat militer abal2 ya kan.Ilmu itu mahal dalam teknik mesin.kalo mau murah saran saya nih bikin sendiri semua dalam negeri pakai temuan sendiri,seperti pertamina yang sukses membuat b100 dengan katalis buatan dalam negeri,seperti cina walaupun mirip tiruan yang pentingkan bisa terbang ya kan. korea tu sekutu amerika,dan Amerika membeda bedakan memperlakukan sekutu/negara lain embargolah.jadi mau berdikari gak si?.minimal buat tu cn 235 dulu bikin yang agak besar ya kan, di kasih kanon biar bisa brrrrrrrrt,lumayankan buat gantikan hercules.kok jadi kaum mendang mending sih?.klo urusan jet tempur mah buat sendiri,pakai temuan sendiri,pakai mesin jet buatan Indonesia saya rasa itu mungkin nunggu mungkin 12 abad ya kalo jadi.ya kalo se andainya ifx jadi saya yakin mesin impor, elektronik impor.indonesia tinggal ngarakit di ptdi mungkin.
#ngomenin indomiliter.com
#gabut
Entah ap yg trjadi sbnarnya dng kfx/ifx…
G ada dana…at g ada “deal”….at keduanya…
Wajar korsel berusaha jual mahal ilmuny….
Wajar juga indonesia minta lebih nego2nya….
Semoga ada dananyq…ada dealnya….ada pesawatnya….ada transfer ilmunya…
JANGAN CUMA ADA RAME BERITANYA DOANK….nanti jd pespur stealth…..g ada wujudnya….setuju bos ku..???
Alasan kita blm byr bukan krn gak ada uang atau anggran tp krn teknologi yg akan kita dptkan..spt kita mnta 2 teknologi inti dri 5 teknologi inti KFX..dan ni masih nego.
Proyek jufa trus jalan.
Yg punya teknologi keberatan laahh buat korea ngasih indonesia. US persulit ini-itu di proyek KFX selain krn ada indonesia ya buat jaga market pespurnya agar ga belok ke korea. Spt nya diusahakan agar spek pespur ini tetap dibawah dagangannya US.
Kenapa Amerika pelit sekali dlm memberikan lisensi teknologi spt radar, IRST, perangkat jammer,dll dalam pengembangan pespur KFX/IFX padahal korsel sdh memborong cukup banyak pespur siluman F 35.
Mungkin salah satunya krn ada indonesia diproyek itu. mamarika persulit ini-itu di proyek KFX selain krn ada indonesia ya buat jaga market pespurnya agar ga belok ke korea. Spt nya diusahakan agar spek pespur ini tetap dibawah dagangannya.
Lagian kemaren2 korea dtawarin teknologi aisah nya saab malah jual mahal. Lbh milih ngemis2 ke mamarika. Mamam dah tuh F-35 buat pelicin. =D
Korsel penghianat suatu saat kena karmax nanti di bom korut baru tau rasa, ujung-ujungx minta Indonesia buat meredakanx, soalx sy marah dg admin medsos FB Republic of Korea Armed Forces yg suka merendahkan warganet indonesia soal berbagi transfer teknologi kata mereka mengapa kami hrs memberikan teknologix ke indonesia jd intix yg penting bayar buat beli pespurx tapi teknologix tidak
Masbro ini kaga bisa terima kenyataan. Setiap transfer teknologi yang canggih butuh duit banyak masbro, mana bisa dapat murah. Udah capek riset teknologi terus ada yg minta beli murah teknologinya. Ya ga bisa lah
komen warganet indonesia bersedia bayar kehendak korsel tapi admin rokaf korsel tanya ke warganet indonesia buat apa mereka transfer teknologi ke indonesia intix mereka melindungi HAKI tdk mau berbagi, mungkin mereka belajar dari kalah tender LPD di filipina
Adeehh boos, patungan ngasihnya dikit mintanya banyak. Setau ane dr beberapa formil kerjasama RI dgn korea adalah membangun pesawat tempur ini, krn bagian urunan dana RI kecil, nantinya pemerintah hanya berhak memproduksi utk dipakai sendiri, gaboleh utk dijual. Lagian ini pespur speknya dibawah spek yg dimau TNI, spek dsesuaikan dgn geografisnya korea. Mungkin klo udh jadi punya TNI dimodif jd punya jarak jelajah yg lbh jauh n bisa lebih lethal.
Indonesia cuma diijinkan punya 20% saham oleh Korea. Mereka khawatir jika terlalu besar, pengaruh Indonesia dalam pengambilan keputusan dalam proyek akan membesar pula dan hasil akhir pesawat tidak sesuai dengan kebutuhan Korea. Turki yang awalnya berminat bahkan ditolak karena Turki minta 50% saham.
Indonesia kolaborasi proyek bikin radar juga song dengan negara lain untuk nanti dipasang ke IFX biar isi pesawat tidak beli dari luar negeri terus.
Katanya ingin bikin pesawat sendiri agar bebas embargo, tapi tidak ada proyek membuat software dan hardware isi pesawat seperti perangkat elektronik dan mesin. Belum bicara senjatanya.
Percuma bikin badan pesawat sendiri tapi isinya tetap dari luar negeri. Kalau negara asing mau embargo ya mereka tinggal embargo suku cadang isi pesawat IFX Indonesia nanti.
PTDI bikin badan pesawat pasti jago, tapi perusahaan mana dari dalam negeri yang bisa bikin perangkat elektronik dan mesinnya?
semua bumn & swasta lokal bisa selama ada T.o.Tx kecuali buat mesinx utk itu negara Ukraina yg bisa memberikan teknologix krn secara geopolitik kita tdk bentrok dg negara mereka cuma hub kita dg rusia pasti buruk solusix indonesia hrs mendamaikan kedua negara tsb krn saat ini rusia & ukraina masih gencatan senjata
Klo duit IFX yg sekian triliun itu dipake buat riset sendiri keknya PT DI n partner2 mampu asal pemerintah dukung penuh, ga takut intervensi2an ala koboi US.
Ya, memang harus dimulai dari industri hulu-nya dulu. Mesin mungkin agak sulit (walau bukan tidak mungkin, tp butuh waktu sangat lama), karena sampai sekarang pun cuma segelintir negara yang bisa buat mesin jet. Tapi setidaknya komponen selain mesin harus dipersiapkan dulu. Siapa yang buat avioniknya, siapa yang bikin ejection seat-nya, siapa yang bikin roda pendaratnya, etc, etc. Dan kita tidak bisa bergantung pada BUMN, harus menggandeng swasta. Dan itu yang dilakukan Amerika. Swasta dibiarkan saling gontok2an membuat desain terbaik. Pemerintah cuma memberi bantuan dana.