Menhan Ryamizard: “Tunggu Saja, Negosiasi Harga Su-35 Masih Berjalan”
Setahun telah berlalu sejak Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI memutuskan untuk membeli jet tempur Sukhoi Su-35 Super Flanker dari Rusia, namun faktanya sampai saat ini belum juga ada akad pembelian jet tersebut. Alih-alih ada titik terang, pembicaraan tentang pengadaan jet twin engine ini masih berkutat pada negosiasi harga yang alot, belum lagi persoalan nilai ToT (Transfer of Technology) yang kesemuanya terdengar begitu melelahkan bagi pihak yang terlibat, dan tentunya publik yang akfif menyimak berita ini sejak tiga tahun silam.
Baca juga: Demam Sukhoi Su-35 Telah Mencapai Anti Klimaks
Jika menuruk ke timeline, pada September 2015 Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah memutuskan untuk membeli Su-35 sebagai pengganti jet tempur F-5 E/F Tiger II Skadron 14 TNI AU. Berlanjut pada Februari 2016, Menhan Ryamizard menyebut lebih detail bahwa yang dibeli sejumlah 10 unit Su-35. Awalnya jadwal penandatanganan (MoU) pembelian Su-35 dijawalkan pada bulan Maret 2016, lalu bergeser ke bulan April 2016.
Baca juga: KnAAPO Kebanjiran Order, RI Baru Bisa Terima Sukhoi Su-35 Mulai 2018, Sabarkah Indonesia?
Pada akhir April lalu bahkan Menhan Ryamizard telah bertandang ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, pihak Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa Menhan Indonesia dan Menhan Rusia Jenderal Sergei Shoigu sepakat, kedua negara bakal menandatangani perjanjian pengadaan Su-35 bulan Mei 2016.
Baca juga: Network Centric Warfare – Kemampuan Yang Selayaknya Hadir di Jet Tempur Terbaru TNI AU
Dan setelah keberangkatan Presiden Jokowi ke Rusia pada Mei 2016, lagi-lagi belum ada pengumuman tentang pembelian Sukhoi Su-35. Nyatanya memang belum terjadi penadatanganan terkait Su-35 untuk Indonesia. Maju mundurnya kesepakatan pembelian Su-35 disinyalir disebabkan beberapa faktor, diantaranya belum ada deal terkait sistem pembayaran, detail ToT dan adopsi perangkat datalink untuk interoperability Su-35 dengan standar alutsista TNI yang mengacu ke NATO. Spesifikasi kustom dari Indonesia dipastikan juga akan menambah biaya dan waktu delivery time yang lebih lama.
Baca juga: Menerawang Plus Minus Sukhoi Su-35 Super Flanker Untuk TNI AU
Meski terdengar agak membosankan, situs Janes.com (12/12/2016) menyebut bahwa negosiasi terkait harga masih terus berlangsung antara pihak Rusia dan Indonesia. “Tunggu saja, kami masih melakukan tawar-menawar ,” ujar Menhan Ryamizard. Dari keterangan tersebut juga dipastikan bahwa yang dibeli nanti bukan 10 unit, melainkan delapan unit Su-35. Menhan menambahkan bahwa seharusnya pemerintah Indonesia mendapatkan harga beli yang tidak mahal, mengingat selama Indonesia sudah banyak membeli produk persenjataan dari Rusia. “Kita ada persenjataan dari mereka (Rusia), tapi Rusia tidak ada dari kita, tapi kita beli produk mereka dengan harga mahal,” kata Menhan. Sebagai ilustrasi, harga satu unit Su-35 dalam kondisi ‘komplit’ bisa mencapai US$165 juta. Harga tersebut sudah termasuk training, ground equipment, persenjataan, upgrade dan ToT.
Rusia Tertarik Kembangkan N-219
Meski dikenal kurang luwes dalam hal kerjasama, tapi bukan berarti Rusia tak berminat pada produk Indonesia. Pada Oktober 2015, Rusia menyatakan ketertarikannya untuk mengembangkan industri pesawat terbang di Indonesia. Negeri beruang merah tersebut bahkan siap bekerjasama dengan industri pesawat dalam negeri seperti PT Dirgantara Indonesia (DI).
Baca juga: N-219 Maritime Patrol – Pesawat Perintis Mulitrole Pengganti N22/N24 Nomad TNI AL
Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Suryono menyampaikan hal itu usai mendampingi Menteri Perindustrian Saleh Husin menerima kunjungan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin beserta perwakilan dari perusahaan-perusahaan asal Rusia.
Suryono mengungkapkan, Rusia telah menyampaikan keinginannya untuk bekerjasama dengan Indonesia sektor kedirgantaraan. Rusia menawarkan untuk meneruskan pembangunan pesawat jenis N219 yang sebenarnya sudah didesain oleh PT DI namun belum diproduksi secara komersial.
“Mereka tertarik mengembangkan N219, pesawat kecil dan multiguna untuk diproduksi di PT DI. Mereka juga punya produk seperti itu. Kala N219 fully desain Indonesia. Kalau mereka mau bikin disini bisa bikin made in Indonesia, ” ujar Suryono di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Baca juga: Mil Mi-26 – Kandidat Helikopter Angkut ‘Raksasa’ Untuk Puspenerbad TNI AD
Untuk memperlancar kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Rusia, pada September 2015, Kremlin telah menguncurkan pinjaman luar negeri senilai US$3 miliar untuk membantu pembelian alutsista dari Rusia. Sebagian dari paket pinjamana tersebut telah digunakan untuk proses pengadaan IFV (Infantry Fighting Vehicle) BMP-3F Korps Marinir TNI AL, helikopter Mil Mi-17 V5 dan helikopter tempur Mi-35P. Kedepannya, Indonesia akan melakukan pembelian helikopter angkut raksasa Mil Mi-26. (Bayu Pamungkas)
@basith
program pespur f-5 tdk pake tender
kampanye program tsb sdh dimulai sejak 2008 dmn tni au mmbentuk tim khusus untuk menentukan pesawat yg tepat bagi ska 14 dmn presiden sby menginginkan ska 14 kembali ke asalnx sewaktu dibentuk dijaman orde lama dgn role air superiority dimana tim khusus trsebut merekomendasikan pespur dgn mesin ganda, range jauh & payload gede. dgn opsi pertama f-15 dususul su-35 dan terakhir su-30. dlm 2010-2012 kita smpat ada nego dgn boeing ttp gagal krn harga usd 140-150 juta dianggap kemahalan. shg kita mengalihkan ke su-35. kalo su-35 gagal jelas akan dialihkan ke opsi yg lbh murah yaitu su-30 sm3
ya wajar pemerintah masih santai krn role interceptor untuk air supremacy yg sblmnx diemban f-5 akan diambil alih oleh fa-50. sedangkan utk role air superiority yg rencananx akan diemban su-35 untuk sementara ini bisa ditangani oleh falcon gurun
@ayam jago
Gak pake tender…..achhhh itu kan paradigma lama
@westland
saya mau tanya adakah pespur lain diluar f-15, su-30 & su-35 trutama dari eropa dgn range & payload hebat srrta punya kapabilitas sbg missile truck sprt ketiganx?
Tuuuuuh…ada rapale
@westland
harga krn persyaratan harga paket komplit yg diminta tdk lebih dari usd 150 juta
uea, india, mesir & qatar harga rafale perunit yg mereka beli nyaris usd 200 juta
tuh kan bener jadi rame……. buat abang” smua yg sabar ya, pasti banyak yg bosan sama cerita “tawar-menawar”
mungkin harus’a sambil nunggu Su 35 menhan jg cari opsi lain, ambil Gripen jg oke tp 24 Unit biar bisa dpt TOT
12 gripen c/d langsung kirim, 12 gripen e/f. Bungkuss
orang sabar ….cape hati
untuk urusan kedaulatan lama nya minta ampun..tpi
korupsi berjamaah….wessssss cepaaaaat
harga mahal, operasional mahal, bagaimana dengan opsi lain ???
harga mahal, operasional mahal, bagaimana dengan opsi lain ???
Pilot udah jatuh cinta cuy..
hanya dia yang bisa hadang F35 sing,SU33 liaoning & raptor di ostrali
Kalo menurut ane sih pilihan yg baik ya Saab Gripen, atau F16V.
Shukoi adalah opsi yang bagus
Tetangga sebelah sampai diulang-ulang membahas topic SU-35 ini….., belum selesai dibeli nanti akan muncul T-50 PAK FA…..heheh
Batalin aja, muak sy baca ini2 terus…menhan ga berwibawa, makanya ga dikasih2 hrg murah dan tot nya….ngomong aja ga becus…belajar lg harusnya…enakan tidur drpd mikirin si su35 rongsok
Menhan omong tok, omong tak becus, ra iso nego, belajar dl, menhan mencla mencle ..batalin su 35, udah bosen aq dgr, dasar apa2 pst lama…vietnam stroonngg
hahah sabar mas…tenang saja TNI lebih pintar,,sukhoi 35 misteri….ada persenjataan yang harus di rahasiakan publik..apalagi CIA…
SUKHOI35 SUDAH DI MILIKI TNI
Su 35 TNI Gak ada tuh. Malahan Menhan indonesia dan swedia tanda tangan kerja sama dibidang pertahanan.
akhirnx bisa juga melihat para fanboy rusia strongg pd mewek!!
biar makin mewek saya tambahin saja tntang rumor lada/amur atawa project 636 yg rencanax bakal diakuisis 2 unit. semakin jelas bhw baik 636.2 ataupun 636.6 tampaknx tni al lbh memilih opsi tanpa vls. artinx masa depan tni al yg prnah saya sebut semakin jelas yaitu kilo/amur yes, klub/yakhont/kalibbr no but clash of the scandinavians
silaken dilanjutken meweknx!!
Hari ini baca majalah Angkasa edisi koleksi ttg Gripen. Di situ ada soal offset2 & kerjasama yg didapat negara2 pengguna Gripen.
Yg masih bingung kok bisa Hongaria yg cuma beli 12 Gripen dikasih offset/ToT 110% sama SAAB? Itu berarti terhadap nilai kontrak? Trus dua Gripen yg kecelakaan bisa segera diisi lg (yg satu direparasi, yg satunya lagi dibanti baru). Hongaria dibolehin produksi & dibantu penjualan suku cadang Gripen.
Republik Ceko dikasih offset 130% untuk pembelian secara leasing (kredit) 14 Gripen setelah sebelumnya SAAB sepakat menerima pembayaran secara bertahap (ketengan?).
Untuk tawaran ke Polandia bahkan SAAB nawarin offset Gripen 146%. Tapi LM nawarin F-16 C/D lebih tinggi sampe 170% & prosesnya masih berlangsung. Polandia sendiri secara politik deket banget sama AS.
Thailand beli Gripen C/D ketengan. Beli 6 dulu lalu tambah 6 lagi. Belinya lalu ditambah 2 AEW&C. SAAB juga bantu bikinkan sistem koneksi data antara pesawat peringatan dini, Gripen, & kapal perang Angkatan Laut Thailand. Sekarang manajemen tempur mereka lebih efisien & bisa kembangkan taktik jauh lebih maju dari TNI. Entah soal bantuan datalink ini bisa disebut bagian dari offset ato ToT? Lumayan tuh meski beli ketengan (apalagi Gripennya disebut sukses ngalahin Flanker RRC).
Yg ruwet emang Gripen di Afsel. Tp kayaknya emang ini lebih ke internal Afsel sendiri plus emang lg krisis finansial. Tempat pemeliharaan yg awalnya mau dibuat di Afsel sampe dialihkan ke Thailand (yg beli ketengan).
Baca di majalah itu negara2 pengguna Gripen ini semuanya puas & cenderung nambah pesanan pesawat. Antar penggunanya juga termasuk guyub & rajin berbagi ilmu (udah kayak keluarga). Brazil yg waktu itu lg proses pengadaan jet tempur sampe tetep milih Gripen meski AS & Rusia nawarin transfer teknologi jet tempur generasi kelima.
Entah kok jadi kontras banget dgn rumitnya negosiasi pengadaan Su-35. Dan tumben nggak ada yg triak2 embargo & antek zionis ke Su-35 meski mayoritas elektronik di dalamnya bikinan Israel & negara barat, termasuk ntar mesinnya (kayak mesin Su-27/30 kita yg mau dipasok dari AS). Nggak tau deh Gripen ada unsur Israelnya ato enggak 😀
Oia, jika paket lengkap SU-35 (termasuk training, ground equipment, persenjataan, upgrade & ToT) dihargai US$165 juta, berapa harga paket yg sama untuk Typhoon, Rafale, & F-16 Viper?
Untuk SAAB proposalnya kan US$1,14 milyar untuk 16 Gripen C/D dengan 6 Gripen dirakit di sini plus pengembangan industri pendukung & dukungan penjualan suku cadang Gripen yg diproduksi di sini ke berbagai negara.
Kalo FA-50 gimana paket2annya (terlepas dari Korsel gantian beli alutsista bikinan kita)?
@errik
kl kita nyatanx mengharapkan offset 35% saya anggap msh wajar krn tool & fasilitas memang blm mumpuni.
ketiga negara eropa timur tsb punya pengalaman membangun pespur & memproduksi sparepartnx scr mumpuni sejak jaman pakta warsawa. bhk dari 2500 pespur mig-21 bison milik india stdknx 1600 yg dibikin di 3 negara tsb
kl mengenai tawaran tot datalink & bonus erieye sprt halnx afsel & thailand kini sdh dihapus oleh saab. pemerintah sdh mempersiapkan proyek pembangunan national datalink dimana pesawat aew&c sdh termasuk dlm paket di proyek tsb.
jujur bicara proposal tot yg ditawarkan ke saab utk pengadaan 4 ska pespur workhorse nyatanx tdk ada hal yg istimewa krn para pesaing sprt viper, typhoon, fa-50 & jf-17 juga menawarkan opsi perakitan disini. berbicara offset justru amrik yg punya kans besar krn besaran offsetnx bisa lbh gede krn berani menawarkan produksi sparepart hercules
untuk harga viper paket kosongan yg ditawarkan kekita usd 75 juta
Sukhoi 35 lah… biar bertaring sedikit TNI-AU kita
SU30-SM sj kalau SU35-BM kemahalan, lebih modern dari SU30-MKI/MKM. Ver 2 seat, mungkin akan lebih optimal dlm fungsi multirole nya (1 Pilot, 1 Gunner).