Mengenal Senjata Pelontar Granat Arsenal SAGL dan Munisi RLV-HEFJ
|Belum juga tuntas terkait isu video anggota Brimob yang sedang berlatih dengan RPG (Rocket Propelled Grenade) atau kondang disebut granat berpeluncur roket, pada Jumat lalu (29/9) perbincangan netizen di Tanah Air kembali ramai dengan tibanya paket senjata dan munisi untuk Korps Brimob yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Paket senjata tersebut berasal dari Arsenal Ltd, manufaktur persenjataan asal Bulgaria.
Baca juga: RB M57 – Mungkinkah Ini Jenis RPG Yang Digunakan Brimob Polri?
Dalam paket ratusan senjata dan ribuan munisi yang diangkut pesawat charter Antonov An-12TB dari Ukraine Air Alliance, terdiri dari SAGL (Stand Alone Grenade Launcher) 40 x 46 mm sebanyak 280 pucuk. Kemudian ada munisinya dari tipe Arsenal RLV-HEFJ (High Explosive Fragmentation Jump Grenade) dengan jumlah total mencapai 5.932 butir. Semenjak kabar beredar luas di media, sontak polemik pun berkembang tentang asal usul pengadaan, perizinan sampai kapasitas penggunaan senjata tersebut oleh Brimob.
Terlepas dari polemik diatas, sejatinya model senjata pelontar granat stand alone bukan sesuatu yang asing, baik di lingkungan TNI dan Polri. Prinsip kerja senjata ini pada dasarnya serupa dengan pelontar granat asap yang digunakan Satuan Sabhara dalam mengatasi tindakan kerusuhan. Salah satu senapan serbu yang digunakan Brimob, yakni AK-101/102 juga dilengkapi pelontar granat yang terintegrasi dengan laras (under barrel), yaitu GP-30 Obuvka kaliber 30 mm. Ini artinya adopsi pelontar granat, baik stand alone dan under barrel bukan sesuatu yang asing lagi di lingkungan Polri.
Baca juga: AK-101/102 – Senapan Serbu dari Rusia Bercita Rasa NATO, Ikon Brimob di Awal Reformasi

Terkhusus pada Arsenal SAGL 40 mm yang kini sedang jadi buah pembicaraan, ini merupakan bentuk pengembangan dari pelontar granat stand alone M79 yang kondang di Perang Vietnam. PT Pindad pun tak ketinggalan dalam penguasaan senjata konvensional ini, BUMN Strategis ini juga punya pelontar granat stand alone yang diberi label SPG-1, yang mengambil desain popor dan grip ala senapan serbu SS-1. Ciri khas dari pelontar granat laras tunggal ini adalah pola penembakkannya satu-satu.
Yang menarik dari Arsenal SAGL adalah desain popornya yang mengusung model tarik – dorong, seperti Submachine Gun MP5. Desain ini tentu menjadikan SAGL tampil sebagai senjata yang ergonomis dan ringkas. Tepat di atas laras disematkan picatinny rail yang dapat diintegrasikan dengan beragam aksesoris seperti teropong. Sistem pembidik SAGL ini menggunakan telescopic foldable butt.
Karena mengusung standar pelontar granat NATO, maka SAGL pesanan Brimob ini dapat menggunakan amunisi dari pelontar granat milik TNI yang juga berkaliber 40 x 46 mm. Berdasarkan catatan Indomiliter.com, deretan pelontar granat TNI seperti Pindad SPG-1A, Colt Defence M-203, H&K AG36, AGL 40 dan Milkor MGL MK1L kesemuanya mengadopsi kaliber 40 mm NATO. Dengan kaliber yang serupa, maka jarak tembak pun bisa ditakar mirip-mirip, meski jenis munisi yang digunakan juga akan berpengaruh pada jarak tembak efektif.
Baca juga: Milkor MGL MK1L – Pelontar Granat Semi Otomatis Andalan Kopaska dan Taifib TNI AL
Spesifikasi Arsenal SAGL 40 x 46 mm
– Weight with mechanical sight: 2.85 kg,
– Weight without mechanical sight: 2,55 kg
– Barrel length: 230 mm
– Length: (combat position) 608 mm/ (travelling position) 424 mm
– Muzzle velocity: 76 meter per seconds
– Rate of fire: 6 rounds/min
– Max firing range: 400 meter
– Effective range at area targets: 350 meter
– Effective range at point targets: 150 meter
– Barrel life: 1.000 rounds
Baca juga: M79 Grenade Launcher – Kondang di Perang Vietnam, Indonesia Pun Punya!

Spesifikasi Amunisi Arsenal RLV-HEFJ
Dari Arsenal setidaknya ada delapan tipe amunisi yang disiapkan untuk SAGL, dan tentunya dengan kaliber 40 mm NATO tak sulit untuk mendapatkan munisi yang kompatibel dari vendor lain. Terkhusus dari yang diwartakan terkait kedatangan pelontar granat pesanan Polri, yakni RLV-HEFJ (High Explosive Fragmentation Jump Grenade) masuk kategori low velocity.
Dikutip dari arsenal-bg.com, RLV-HEFJ tak mengharuskan pengenaan (impact) pada sasaran untuk mengakibatkan daya hancur. Munisi dirancang untuk menghantam perkubuan pasukan lawan di rentang jarak 40 – 400 meter. Dengan sistem fragmenteasi, proyektil akan meledak di area sasaran pada ketinggian 0,5 sampai 2,5 meter. Radius daya hancur munisi ini mencapai area 9 meter. Bila proyektil jatuh dan tak meledak, maka secara otomatis munisi ini akan meledak, pasalnya ada fitur self destruction dalam waktu 14 – 19 detik. (Gilang Perdana)
Sebenarnya SAGL ini masih tergolong standar senjata korp brimob, bukankah dengan semakin kuatnya brimob ini berarti semakin meringankan tugas TNI dalam pengamanan negara ? apalagi polri juga ikut dilibatkan dalam misi pasukan perdamaian dunia, jadi kenapa masalah ini harus dibesar-besarkan, anehnya, seperti ada kesan yg ditunjukkan bahwa seolah-olah pihak TNI ada ketakutan kalau brimob ini menjadi kuat, padahal seharusnya kedua institusi ini sama2 punya tanggung jawab sebagai benteng negara, bahkan di AS kita bisa lihat bagaimana CIA juga punya peran penting dalam mengoperasikan senjata2 mematikan seperti ucav, ini seharusnya menjadi contoh indonesia bagaimana negara yg kuat mengatur uu kepemilikan senjata untuk brimob dan BIN bukan hanya terbatas pada senpi saja…
Sejauh ini anggaran untuk polri cukup besar jadi sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan untuk pembelian senjata yg memadai…
Anggaran besar bukan berarti membeli senjata yg seenak udelnya boss. Ada aturan main. Daripada anggaran dibelikan senjata yg jg dimiliki TNI, lebih baik penanganan yg hubungannya dng teroris yg bersenjata lengkap diserahkan ke TNI yg memiliki senjata lebih lengkap. Di darat ada Satgultor, dilaut ada Denjaka dan di udara ada Satbravo-90. Kuncinya tinggal koordinasi aja antar instansi Polri dan TNI. Tdk butuh waktu lama bagi TNI utk menurunkan pasukan anti terornya kok jika diperlukan
Dalam Peraturan Menteri Pertahanan sdh diatur bahwa pengadaan senjata militer utk institusi Non Militer harus seijin Menhan dan pengawasan serta pengendaliannya oleh Mabes TNI.
Polri/Brimob boleh memiliki SAGL spt spek diartikel ini akan tetapi amunisinya hanya bisa berupa granat asap, geranat anti kerusuhan dan geranat kejut. Selebihnya granat yg bersifat membunuh tidak boleh krn itu domainnya TNI.
Contoh kasus Perburuan Teroris Santoso yg bersenjata lengkap dng granat, brimob melibatkan TNI. Contoh lainnya waktu pemberontakan GAM, awalnya ditetapkan darurat sipil makanya Brimob diturunkan namun karena persenjataan GAM lebih lengkap, ada RPG, ada mortir maka statusnya ditingkatkan menjadi darurat militer, diterjunkanlah TNI yg mampu menandingi senjata yg dimiliki GAM.
Dalam eskalasi konflik apa saat ini Brimob perlu RPG dan granat RLV-HEF.? Siapa musuhnya.?
BIN pun tidak perlu senjata laras panjang karena tupoksinya sbg informasi. Masa informan nentengnya senjata laras panjang.
Ini akibat dana yg terlalu besar sehingga bingung apa yg mau dibelikan. Lebih baik dana yg besar utk digunakan kesejahteraan anggota polri agar mengurangi penyimpangan dan menjadikan polri yg profesional.
Tambahan ada pasukan RAIDER baik di KOSTRAD atau di KODAM2, ada Yon TAIPUR, KOPASUS yang biasa juga bisa meladeni teroris, MARINIR juga bisa enggak perlu DENJAKA terlalu mahal. So, nyang enoh fokus aja untuk melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Apa perlu HANSIP yang dibawah binaan TNI dihidupkan lagi. Mereka lebih ikhlas loh. Tanpa pamrih.
Setubuh sama bung Ruskye.
bang Ruskye…
Seenaknya dari mana ?
SPG masih tergolong standar brimob, jangan tanya mau lawan siapa, lebih baik sedia payung sebelum hujan, indonesia ini kaya akan sda, yg bisa memicu perang seperti beberapa negara ditimur tengah,,
Maka saya bilang, uu harus dirubah lagi agar brimob juga lebih kuat, semakin banyak pasukan korp yg kuat maka negara juga semakin kuat…
ERSAT…
Terlalu banyak pasukan komando menjadikan tidak efektif dan efisien, bahkan bisa menimbulkan salah tembak…
Ahver narang
SPG ? Sales maksudnya.?..xixixi
Kalo yg anda maksud senjata SAGL, memang boleh dimiliki polisi/brimob namun dng amunisi granat asap dan kejut saja, kalo amunisinya granat yg membunuh tdk boleh. Kalo yg anda maksudkan RPG, coba sebutkan UU atau PP atau Permen yg mengatakan RPG itu standar Brimob.! Jng ngawur boss.
Sedia payung sebelum hujan.? Payungnya sdh banyak boss dari AL ada, AU ada dan AD jg ada dan senjatanya lebih canggih fan lengkap ketimbang brimob. Krn itu tugas pokok TNI. Gak perlu lg polisi dilibatkan dng alasan apapun. Apalagi dng tujuan utk memiliki senjata militer. Polisi konsen pd tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Komen anda aja gak konsisten. Komen ke saya anda katakan “semakin banyak pasukan korp yg kuat maka negara juga semakin kuat”.
Tp jawaban anda pd komen bung ERSAT anda katakan ” Terlalu banyak pasukan komando menjadikan tidak efektif dan efisien, bahkan bisa menimbulkan salah tembak”.
Urgensinya apa merubah UU kalo hanya bertujuan utk memperkuat Brimob saja. Suatu pemborosan.
Yg lebih dibutuhkan itu merubah Permenhan utk dijadikan PP agar institusi non militer lebih patuh dalam hal pengadaan senjata.
logikanya kalau pembeliannya sudah sesuai prosedur gk mungkin lah sampai sekarang persenjataanya masih di tahan, dan masih menunggu izin dari TNI
bang ruskye..
SPG adalah senjata pelontar granat..
tentu beda dong RPG..
Maksud saya, terlalu banyak pasukan komando dalam satu operasi penggerebegan teroris yg levelnya masih beberapa puluh orang itu tidak efektif dan efisien..
Urgensinya jelas kalau kekuatan brimob memadai maka tugas TNI menjadi lebih ringan dalam penanganan teroris dan lebih fokus dalam pertahanan negara yg levelnya jauh lebih besar…
Masih ada orang2 yg membenturkan institusi polri dan tni…ngeluarkan hoax lah…kasian hanya karena syahwat politik…mau ngorbankan putra/i terbaik bangsa ini…kan parah..
apa yang anda maksud Panglima TNI?
Klo yg anda maksud pnglima saya brani taruhan klo beliau gk akan masuk kedunia politik
Seberapa kuat daya hancur? Dan mampu membunuhkah?
klo ganti type pelurunya ya bisa, bukan hanya bisa membunuh tapi juga bisa menghancurkan.
Hiduuup bapak itu, bapak @ayam jago, terima kasih atas rembesany karena akuisisi nassam oleh tni au sudah ada titik terang
denger2 barang itu memang buat nembak asap…
tapi dari ukurannya memang sangat bisa dipake nembakin amunisi deodoran…
so tergantung siapa yang pake juga
Menurut saya, jika pelontar granat seharusnya Brimob boleh punya karena berperan sebagai paramiliter. Saat melawan teroris di Poso misalnya. Satuan Densus 88 juga berhak punya karena mereka melawan ancaman bersenjata dari teroris.
wkwk kok ngakak sma komentnya ahver ngatain orang ga konsisten sndirinya aja ga konsisten..jngan2 dia nyangkanya korps sma komando beda x..Korps itu istilah di kepolisian coy smntara di dunia kemiloteran dsbutnya komando
No name..
Maksud saya itu terlalu banyak pasukan komando dalam satu operasi penggerebegan teroris yg level ancamannya belum terlalu besar menjadikannya tidak efektif dan efisien yg bisa menimbulkan salah tembak,.
Lagi pula kapan saya bilang kalau anda tidak konsisten ? ada2 saja ni orang, haahaahaa…
Dasar people jaman now
BIN mau dksh UAV ngakak terbahak coy dksh pestol aja msh bnyak jdi intel melayu mnta dksh UAV sma laras panjang yg ada dgunainnya buat lawan rakyat
Kenapa tidak ? UAV juga efektif dalam pemantauan dan intelijen,,,
ketika komando sudah menerima info yg detail dan akurat, kemudian dilakukannya penggerekan, intelijen pun terkadang masih ikut dilibatkan dalam penyerbuan yg memungkinnya terjadinya adu tembak dengan teroris jdi senjata laras panjang juga perlu cuma tidak setiap saat, ada tempat dan situasinya sendiri.,
Kebanyakan nonton film S.W.A.T ya bung.? Ngawurnya gak selesai2 jd nya…xixixi
Bang ruskye…
Itu masih lebih baik, daripada tahunya cuma sinetron..haahaahha..
Ngawurnya dimana ? boleh2 saja dong orang mengajukan pendapat, untuk lebih mendorong pada kemajuan pada negeri ini tentang keamanan yg lebih memadai…
bung ruskye lagi main disini yah, di cariin bung good poeple tuh xixi
yang saya heran, kenapa untuk senjata seperti ini saja mesti beli ke luar..ada yg bisa bantu jawab?
untuk procurement apapun dah, belum tentu karena kita bisa bikin brti mampu memenuhi kebutuhan, mungkin karena butuhnya ratusan pucuk dan aksi teror di indonesia sudah sangat mendesak, polri butuh yang bisa produksi dengan cepat. ambil contoh di bidang pangan kayak beras, apa alasan kita masih impor?
berarti berita ada institusi non militer impor senjata benar adanya dan bukan kegaduhan?…mungkin RI sedang Hamil tua
sy setuju dengan bung rusky, dalam keadaan darurat sipil adalah domainnya Brimob. tapi ketika naik jadi darurat militer menjadi tanggung jawab TNI. ini mirip yang kemarin2 Brimob minta dilatih perang kayak raider TNI. ya jelas TNI menolak… eh sekarang senjatanya di beli dengan “slonong boy”
Hmmm.. klo sy blh ksh pndapat sih, knp brimon gencar menyamai snjata2 tmpur taktis tni itu krna adanya undang undang anti terorisme baru, yang mana di akan diadakan nya revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme atau UU Antiterorisme. Di dalam revisi itu nantinya PANGAB meminta TNI untuk dilibatkan. Itu sebabnya brimob tdk mau kehilangan muka hanya krna alutsista nya tdk sebanding dngn milik polri. So far so good, selama itu demi kemanan dan keutuhan bangsa, why not???