Mayoritas Netizen Indomiliter.com, Pilih “Apache” untuk Bantuan Tembakan Udara di Papua
Kondisi medan yang berat di Papua, mengharuskan adanya operasi mobil udara (mobud), khususnya menggunakan wahana helikopter untuk fungsi dropping personel/logistik, termasuk pada upaya evakuasi jenazah salah satu anggota TNI pada insiden pembunuhan brutal pekerja proyek Trans Papua pada 2 Desember 2018 di Nduga, Papua.
Baca juga: M230 Chain Gun – Kanon Otomatis yang Bikin AH-64 Apache Tampil Perkasa
Dan ironisnya, saat operasi evakuasi jenazah anggota TNI pada 5 Desember 2018, tiga helikopter TNI dilaporkan mendapat tembakan sporadis dari Kelompok Separatis Bersenjata atau media meyebut sebagai KKB (Kelompok Krimimal Bersenjata) Papua Merdeka. Mengingat kondisi yang rawan di Papua, helikopter TNI dengan kelengkapan door gun dan window gun sudah jamak dilihat.
Tembakan balasan sudah dilakukan dari atas helikopter, namun tetap saja, helikopter adalah sasaran empuh timah panas. Seperti pada peristiwa 5 Desember tersebut, satu unit NBell-412 diwartakan bagian baling-balingnya terkena tembakan. Sebelumnya pada Februari 2013, helikopter angkut Mi-17-V5 Puspenerbad juga ditembaki KKB. Penembakan mengakibatkan Lettu Tek Amang terluka di jari manis dan kelingking tangan kiri.
Dalan kedua insiden di atas, helikopter akhirnya masih dapat beroperasi setelah mendapatkan perbaikan, namun perlu dicatat, terjangan proyetil dari senapan serbu KKB bisa berakibat fatal, apa jadinya bila yang terkena tembakan adalah pilot/kopilot, atau bagian mesin yang dihajar proyektil. Sementara helikopter-helikopter yang digunakan di atas tidak dilengkapi dengan lapisan khusus penahan proyektil.
Atas dasar peristiwa tersebut, Indomiliter.com pada 5 Desember 2018, menggelar polling singkat (24 jam) di Facebook Fan Page dan Twitter. Poin pertanyaan yang diajukan adalah kebutuhan elemen bantuan tembakan udara atau Close Air Support (CAS) dalam mendukung dropping dan evakuasi helikopter TNI.
Pilihan jawaban yang disertakan adalah jawara CAS saat ini, yaitu AH-64E Apache Guardian dan Mil Mi-35P The Flying IFV (Infantry Fighting Vehicle). Keduanya adalah aset utama milik Puspenerbad. Mengapa hanya ada dua opsi jawaban, sebenarnya lebih ke ketersediaam slot jawaban yang ada di Fan Page. Lain dari dua wahana tempur tadi, ada nama lain yang juga diunggulkan, seperti pesawat tempur COIN (Counter Insurgency) EMB-314 Super Tucano Skadron Udara 21.
Mengingat kondisi geografis, helikopter tempur di atas secara teknis sangat memenuhi syarat dalam operasi di Papua. Keduanya punya double engine yang kuat dan dilengkapi persenjataan standar yang tak hanya mematikan, namun punya efek deteren luar biasa pada lawan.
Karena menghadapi lawan tradisional, sapuan kanon internal GSh-30K kaliber 30 mm pada Mi-35, dan chain gun M230 pada AH-64 Apache pada perkubuan lawan dipandang sudah lebih ‘cukup.’ Tapi isu yang mencuat di kalangan netizen adalah lebih ke soal penggunaan alutsista tersebut, beberapa pembaca mempertanyakan, apakah Apache dapat digelar di Papua? Mengingat Amerika Serikat dan NATO kerap membatasi penggunaan produk militernya untuk operasi di dalam negeri. Sanksi berupa embargo atas penggunaan Hawk 209 dan tank Scorpion semasa Daerah Operasi Militer di Aceh kembali dibahas.
Baca juga: GSh-30K 30 mm – “Si Penghantar Maut” – Kanon Internal Mil Mi-35P
Meski di atas kertas nampak lebih ideal Mi-35P, karena dapat membawa 8 pasukan atau 4 tandu, plus keseluruhan bodi heli dirancang untuk mampu menahan tembakan proyektil kaliber 12,7 mm, termasuk pada lima bilah rotornya. Tapi toh suara mayoritas netizen Indomiliter lebih memilih AH-64E Apache Guardian untuk misi CAS di Papua. Pertimbangan kecanggihan sensor M-TADS adalah pilihan utama, plus kuatnya aroma promo Apache yang laris tampil di banyak film-film Hollywood.
Secara keseluruhan, polling 24 di Fan Page diikuti 550 responden, dengan 55 persen suara memilih AH-64E Apache. Sementara polling 24 jam di Twitter diikuti 119 responden, dengan 67 persen memilih Apache.
Salah satu tantangan dalam deployment helikopter tersebut ke Papua adalah transportasi. Mengingat kedua helikopter bebasis di Pulau Jawa (Semarang), maka diperlukan media transportasi untuk membawa helikopter tersebut ke pangkalan aju. Bila helikopter ringan sekelas NBO-105 dapat masuk ke kargo C-130 Hercules TNI AU, maka untuk Apache dan Mi-35, transportasi membutuhkan pesawat angkut sekelas Ilyushin Il-76 atau C-17 Globemaster. Tentu bisa diterbangkan ferry flight, meski ada risiko pada cuaca buruk pada penerbangan melintasi laut antar pulau. (Indomiliter)
Baca juga: Emergency Flotation System, Bikin AH-64 Apache Mampu Mengapung di Air
Melihat kontak tembak antara TNI & Brimob lawan pemberontak OPM di Papua, mayoritas tembakan dari TNI/Brimob sia sia karena OPM menggunakan taktik tembak dan lari, sebab OPM menembak dari tempat yang tinggi dan berhutan lebat, lalu OPM melarikan diri ke hutan lebat tanpa terkejar TNI/Brimob. Sebagian besar operasi militer TNI/Brimob lawan OPM tidak efektif bahkan sia sia karena hanya mengandalkan mata dan senjata senapan otomatik saja. Korban jiwa dan luka sudah terlalu banyak di pihak kita.
Untuk selanjutnya, alangkah baiknya apabila setiap kompi TNI/Brimob menggunakan pesawat intai Drone dan senjata berupa mortir kaliber kecil supaya serangan TNI/Brimob tepat sasaran dan memiliki daya penghancur yang hebat terhadap pemberontak OPM. Drone berguna untuk melihat di mana tepatnya posisi pemberontak OPM untuk kemudian dihancur luluhkan menggunakan mortir kaliber kecil dan sedang. Cara ini jauh lebih efektif dan mematikan menghadapi pemberontak OPM daripada hanya mengandalkan mata dan senapan otomatik.
@hero
Bisa jadi iya, bisa juga tidak mas….
Karena dipapua, terutama didataran tingginya, kendala utama adalah cuaca yg tidak menentu yg menghambat pengoperasian drone.
Seandainya gerak maju pasukan bergantung pada “jendela waktu” yg terbatas, maka proses pengejaran KKB akan sangat lambat.
Contohnya saja waktu operasi mapanduma…drone yg dipinjam dari singapur tidak bisa berbuat banyak utk memburu jejak kelompok penyandera.
Tapi pada kondisi tertentu, drone yg bersifat portabel yg bisa dioperasikan oleh pasukan yg sedang bergerak maju mungkin sangat bermanfaat.
Atau dalam skala yg lebih luas, sebenarnya kita menggunakan radar SAR rancangan prof. Josaphat yg on board pd pesawat CN-235 skadud 5 yg memiliki kemampuan deteksi kontur bumi menembus halangan awan, untuk memetakan dan melokalisir pergerakan KKB.
Radar sar ini bisa menampilkan peta kontur bumi dengan sangat jelas, bisa mngenali jalan setapak yg lazimnya dilalui manusia, bisa menemukan sumber air dipegunungan, bisa mengenali honey…bahkan sanggup melihat menembus kerimbunan dedaunan dihutan.
Sehebat2nya kemampuan KKB, dia tetap akan bergantung pd sumber air dan makanan yg pada daerah dengan ketinggian tsb hanya sedikit jenis tumbuhan yg bisa dimakan, baik berupa keladi maupun umbi-umbian…juga dari honey/perkampungan suku-suku yg tinggal dipegunungan.
Selanjutnya, jika kondisi pendukung kehidupan bg KKB ini bisa dilokalisir, maka pasukan yg punya kualifikasi jungle&mountain warfare diturunkan sbg eksekutornya.
Btw, kemarin sempat terlihat SUV milik brimob dilengkapi sg SMB 12,7 dan AGL…rasanya ini lebih tepat untuk memberi perlindungan bagi gerak maju pasukan saat bergerak dibawah tembakan KKB dg resiko kolateral demit yg lebih kecil
“Ooooow….ternyata pasukan 330 toh yg sebenarnya membebaskan sandera di mapenduma dulu 🙆🙆🙆”
http://jambi.tribunnews.com/2018/12/04/peristiwa-mapenduma-aksi-heroik-kopassus-dan-penerbang-andalan-indonesia-saat-ditembaki-dari-bawah?page=4
Buat apa di simpen tru di smg apache ny.. Test drive dong.. Tp harus silent rider coz kt taulah Ham sll melirik kita dan jangan lupa pula ikutkan si leo buat babat alas tanah papua. Untuk sklian test drive..layak tidak diuji d medan sesungguhnya. Tp harus sll waspada dan dan silent rider usahakan media d sensor dl lh untuk yg atu enih.. Si tukino juga bisa ikut andil muter muter sambil nakuti nakutin.. kt jebak mereka ke satu titik dg 1 regu pasukan khusus..
Klau lawan gerilya harus pakai..helicopter serang….menghindari jtuh korbn di pihak kita..
Yang milih indian berarti gak kenal tank terbang