AGM-65 Maverick: Rudal Maut Pelibas Tank
|Meski anggaran belanja pengadaaan peralatan militer RI serba terbatas, tapi pemerintah masih berusaha untuk meningkatkan kemampuan yang ada. Bicara di arsenal peluru kendali (rudal), terutama di ranah rudal udara ke permukaan (air to surface missile/ASM), pasca tahun 60-an arsenal ASM TNI memang super kedodoran, setelah pernah memiliki rudal AS-1 Kennel yang fenomenal di tahun 60-an, praktis baru pada tahun 1990-an Indonesia kembali memiliki ASM.
Rudal yang dimaksud tak lain adalah AGM (Air to Ground Missile)-65 Maverick. Rudal ini awalnya dibeli TNI untuk dipasangkan pada armada F-16 Skadron Udara 3 yang datang pada tahun 1989. Maverick terbilang rudal yang battle proven, nama rudal ini sangat legendaris sejak tahun 70-an. Maverick dirancang sebagai senjata ampuh untuk menghancurkan sasaran di permukaan dengan obyek berupa lapis baja dan beton.
Rudal buatan Hughes Aircraft Company (sekarang Raytheon) ini pertama kali diproduksi pada tahun 1972, debut pertama rudal ini mulai terlihat pada ajang Perang Vietnam, dan menjadi salah satu rudal yang paling sering ditembakkan dalam Perang Teluk I dan II. Selain ampuh untuk menghancurkan obyek berupa bunker, Maverick nyatanya jauh lebih populer sebagai senjata pemusnah tank. Dalam perang Teluk I, Maverick banyak dilepaskan dari A-10 Thunderbold (tank buster) untuk menghancurkan armada tank Irak.
Maverick hingga kini masih digunakan sebagai rudal andalan di banyak negara sekutu AS, negara NATO, dan pastinya USAF, US Marines, dan US Navy. Lantaran sudah digunakan cukup lama, Maverick sudah dihasilkan dalam banyak varian. Kini Maverick sudah tak diprosuksi lagi, tapi rudal yang sudah dipakai oleh 28 negara ini sudah diproduksi sebanyak 60.000 unit. Karena tak lagi diprosuksi, sementara Maverick masih terus ‘disiagakan’, maka rudal ini beberapa telah mengalami upgrade.
Inside Maverick
Struktur Maverick dapat dibedah menjadi tiga bagian utama. Bagian terdepan berupa guidance (pemandu) unit mempunyai tiga varian (TV guidance, IR guidance serta laser guidance). Sistem ini terhubung dengan sirip pengendali. Bagian tengah berisi bahan ledak padat yang mampu membawa beban antara 57 – 136 kg dan hanya bisa meledak dengan kinetic energy. Sementara bagian paling belakang berupa tabung roket berisi solit propeland agar Maverick dapat meluncur hingga 20 nm sebelum mengenai sasaran.
Bila sensor guidance telah mengenali sasaran dan pilot mengunci (lock on), tugas selanjutnya akan dikerjakan sendiri oleh Maverick. Meskipun dalam perjalanan menuju sasaran banyak gangguan termasuk jamming, decoy ataupun upaya lain, termasuk menembak jatuhnya. Pola ini disebut juga sebagai fire and forget (tembak dan lupakan).
Dengan diameter selebar satu kaki (kira kira 30 cm, termasuk sayap manjadi 70 cm) berupa tabung sepanjang 2,5 m, Maverick menjadi sangat sulit untuk ditembak jatuh dengan senjata antiserangan udara. Apalagi Maverick melesat pada kecepatan hampir 1 Mach. Kecepatan saat mengenai sasaran akan berubah menjadi enerji kinetik. Dengan daya ini akan meledakkan isian amunisi seberat 57 kg dengan daya ledak cukup dasyat.
Ledakan ini dapat membobol beton bertulang (R300/5.000 psi) hingga tembok beton sedalam 2 meter atap tembok biasa sedalam 5 meter. Untuk menembus baja, Mavercik bisa menembus baja (R1800) setebal 15 cm. Hingga saat ini belum ada benda yang mempunyai ketebalan baja sampai 15 cm. Dengan kata lain tidak ada sasaran atas permukaan yang tidak dapat ditembus Maverick.
Agar cocok untuk segala tugas, pihak pabrikan sengaja menciptakan Maverick dengan desain modular. Alhasil dengan konsep ini perangkat penuntun bisa digonta-ganti sesuai keinginan pemesan. Sebagai contoh untuk AGM-65 A/B/H menggunakan sistem pemandu TV. Lantas masih ada lagi AGM-65 D/F/G yang memiliki pemandu infra merah. Dan yang terbaru AGM-65E dengan pemandu target dari sinar laser.
Selain urusan sensor, desain modular juga diberlakukan pada kapasitas bopong hulu ledak. Ada dua opsi yang dipilih, standar 57 kg untuk varian AGM-65 A/B/D/H dan 136 kg bagi AGM-65 E/F/G/H/K. Dalam penerapan di lapangan, untuk hulu ledak ringan biasanya dipakai oleh pesawat-pesawat tempur milik US Marine dan USAF. Sedangkan hulu ledak berbobot lebih besar untuk menghantam target diatas permukaan laut lebih condong digunakan oleh pesawat-pesawat US Navy.
Keluarga Maverick
AGM-65A Maverick adalah varian pertama yang dilansir pada 1972 atas pesanan AU AS. Saat itu AU AS mengisyaratkan untuk mengganti bom konvensional dengan peryaratan ketat bahwa bom tersebut harus memenuhi kriteria berupa berat maksimal 500 lbs (226 kg), dapat dikendalikan dengan sistem sederhana, dapat diangkut pesawat tempur yang ada serta mudah perawatannya. Setelah mengajukan berbagai contoh, terpilihlah produk Raytheon System Co., dengan wujud rudal kecil, manis, mempunyai empat sayap delta, mampu membawa hulu ledak seberat 57 kg serta mampu diluncurkan mulai dari ketinggian 10 hingga 27 kilometer
Dalam uji coba yang diperagakan, Maverick dapat diluncurkan pada variasi kecepatan mencengangkan. Mulai dari 200 knots hingga 2 Mach. Hampir mustahil saat itu ada rudal atas permukaan mampu dilepaskan pada kecepatan supersonik. Hal ini dimungkinkan karena Raytheon System Co., telah melengkapi rudal ini dengan motor roket yang akan bereaksi dua tahap, yaitu tahap realesed selama 0,5 detik dengan daya dorong sebesar 10.000 lbs (4536 kg) dan tahap launching selama 3,5 detik dengan daya dorong 2.000 lbs .
AGM-65A: diproduksi pertama 1972 sebanyak 25.000 unit untuk keperluan AU AS dengan hulu ledak 125 lbs, dikendalikan infra red video over come. Hanya untuk sasaran siang hari.
AGM-65B: dilengkapi pemandu electro-optical television guidance system yang memungkinkan pilot dapat melihat sasaran lebih kecil serta jarak jangkau pembidikan lebih jauh.
AGM-65C: pengembangan model-A tetapi dapat dioperasikan pada malam hari.
AGM-65D: pengembangan dari model sebelumnya dengan tambahan adverse weather limitations yang memungkinkan rudal dapat melihat target pada cuaca buruk pada jarak pandang terbatas.
AGM-65E: khusus pesanan US Marine Corps berpemandu laser guided system dengan hulu ledak lebih besar.
AGM-65F: digunakan hanya oleh AL AS dengan laser guidance seperti varian terdahulu tetapi jenis ini mempunyai hulu ledak 300 lbs.
AGM-65G: diluncurkan pada Februari 1986, pengembangan tipe D berupa penambahan software agar mampu dikendalikan dengan Infra Red Seeker terbaru, sehingga rudal mampu mengendus sasaran lebih jauh termasuk sasaran kapal laut. Mempunyai hulu ledak seberat 300 lbs.
AGM-65H: mengambil rancang bangun tipe D dengan meningkatan kemampuan daya ledak. Banyak digunakan sewaktu Perang Teluk.
AGM-65K: masih dalam uji coba dan ditengarai sebagai Maverick generasi terakhir, pesanan khusus AU AS.
Maverick TNI AU
Dari beragam tipe Maverick diatas, tipe manakah yang dimiliki TNI AU? Jawabannya adalah seri AGM-65G. Jadi bisa dikatakan dari segi teknologi, versi yang dimiliki TNI AU tak terlalu ketinggalan jaman. Cuma sayang dari beragam jenis pesawat tempur yang dimiliki TNI AU, nyatanya Maverick hanya bisa digotong oleh F-16 Fighting Falcon dan Hawk 100/200. Tidak diketahui berapa unit yang dibeli Indonesia, tapi kabar menyebutkan jumlahnya mencapai lusinan.
Untuk F-16, dalam sekali terbang dapat membawa hingga 4 unit Maverick, sedangkan pada Hawk 100/200 maksimal hanya bisa membawa 2 unit rudal. Harga rudal ini terbilang cukup mahal, yakni per unit US$ 225.000, saat dibeli pada tahun 1990. Mengenai harga memang tergantung varian, dalam pembelian mencakup pula penambahan untuk biaya pelatihan, fasilitas gudang penyimpanan, perawatan, biaya uji coba serta delivery, patokan harga ini dapat melambung hingga di atas US$500.000.
Tapi toh rudal ini tetap laku bak kacang goreng. Beruntung TNI AU telah membeli sebelum harga melambung setelah terbukti andal saat Perang Teluk. Kelengkapan lain yang yang tak kalah penting adalah pengadaan rudal palsu guna menambah kemahiran para teknisi atau alat peraga. Rudal palsu lainnya sebagai kelengkapan sebut saja:
TGM-65: Training Groung Missile-65. Ditandai dengan cincin putih yang berarti dummy dipakai sebagai prasarana latihan penerbang dalam hal pembidikan di udara. Mempunyai sistem serupa dengan AGM-65, cuma tidak dilengkapi motor roket, jadi tidak dapat diluncurkan.
MLT-65: Munition Load Training-65. Digunakan para teknisi di darat untuk latihan loading dan un loading agar terlatih sewaktu memasang Maverick beneran. Rudal dummy mempuyai bentuk, berat, warna sama dengan rudal beneran cuma bercincin biru. Karena mempunyai kemiripan dengan rudal asli, sering dipakai saat static show.
MMT-65: Munition Maintenance Training. Dipakai teknisi guna mengecek sistem alat bidik yang ada di pesawat, untuk membedakan dari jenis lain alat peraga ini bercincin kuning. Untuk TNI AU ada dua jenis pesawat yang dapat membawa TGM-65, yaitu F-16 A/B dan Hawk Mk-209.
Barang aspal (asli tapi palsu) di atas merupakan kelengkapan yang digunakan untuk memahirkan teknisi dalam memasang rudal, memahirkan pilot dalam pembidikan serta pengecekan sistem yang ada di pesawat. Sedangkan rudal asli TGM-65G Maverick tetap terpelihara di gudang penyimpanan dan hanya dikeluarkan dan dipasang di pesawat bila benar benar akan digunakan. Rudal ini ditandai dengan cincin merah yang berarti live, mempunyai hulu ledak seberat 300 lbs, infra red guidance pada moncongnya yang selalu tetutup serta mempunyai “jendela kaca” sebesar ibu jari. Selama warna jendela ini Amber to Red, berarti sang Maverick masih serviceable.
Penembakkan Maverick oleh TNI AU
Untuk mengasah ketrampilan teknisi dan pilot, TNI AU sudah beberapa kali melakukan uji penembakkan Maverick. Khusus untuk pesawat F-16, sudah tiga penerbang yang pernah menembakkan rudal pintar ini. Yaitu Letkol Pnb Muhammad Syaugi, Letkol Pnb Agung Sasongkojati dan Letkol Pnb Fahcri Adami.
Salah satu tempat uji tembak Maverick adalah di Rambang, Lombok Timur, Blaaar… dan hancurlah sasaran menjadi kepingan tak berbentuk lagi. Itulah sebabnya-kata Komandan Lanud Iswahyudi, Marsekal Pertama F Djoko Poerwoko-yang tampak hanya nyala api dan kepulan debu tebal setelah bunyi blaar itu. Pasalnya peluru dan bom itu ditembakan dari F-16 dengan ketinggian sekitar 4.000 kaki dari atas permukaan air laut dan kejauhan sekitar 5 mil laut dari lokasi sasaran.
Sedangkan uji penembakkan juga dilakukan dari atas pesawat Hawk Skadron Udara 1. Latihan mengambil lokasi di di Air Weapon Range (AWR) Pulung, Ponorogo dengan melibatkan 7 pesawat tempur Hawk 109/209 dari Skadron Udara 1 dengan waktu pelaksanaan pada 6-17 Juni 2011. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi AGM-65G Maverick
Produsen : Hughes Aircraft Corporation (kini Raytheon Corporation)
Mulai digunakan : Februari 1986
Mesin : Thiokol TX-481 – motor roket berpendorong ganda
Berat : 301,5 Kg
Panjang : 2,55 meter
Diameter : 30,48 cm
Bentang sayap : 71,12 cm
Kecepatan Max : 1.150 km/jam
Jangkauan : 27 km (ketinggian tinggi), 13 km (ketinggian rendah)
Hulu ledak : 135 kg, pemicu dengan interval
Pemandu : Infrared
Wait, “Khusus untuk F-16, sudah 3 penerbang yang pernah menembakkan rudal pintar ini. Yaitu Letkol (Pnb) Muhammad Syaugi,…”
Nama penerbang ini tidak asing di saya, soalnya beberapa waktu kemarin beliau pernah jadi Pangkoopsau 1 dan pangkatnya sudah Marsda sebelum akhirnya berganti ke Marsda TNI Agus Dwi Putranto (buktinya silahkan cek di channel “TNI ANGKATAN UDARA DINAS PENERANGAN” di YouTube dan cari video dengan nama “KOMANDO OPERASI ANGKATAN UDARA (KOOPSAU)”, bukan “KOMANDO OPERASI ANGKATAN UDARA”)
Gue pasti sukses membuat pesawat tempur dengan stealth yang lebih tinggi, membawa rudal lebih banyak, kalo rudal AIM-120 amraam bisa 15 rudal, kalo AGM-65 maverick juga 15 rudal
seangkatan ama misil HOT neeh si mbah…ngarep T/A-50 TNI AU nanti bisa jadi tank killer juga deh 😉