M2A2 105mm : Howitzer Tua Yon Armed TNI AD
|Bicara tentang alutsista (alat utama sistem senjata) tua yang dimiliki TNI seolah tak ada habisnya. Dari serangkaian perangkat yang berumur ‘sepuh’, ada satu jenis alutsista dari korps Artileri Medan (Armed) TNI AD yang tak asal tua, tapi juga sangat legendaris, bahkan punya rekam jejak prestasi tempur yang begitu panjang di banyak peperangan. Alutsista tersebut adalah meriam M2A2 Howitzer kaliber 105mm (4.2 inchi), sebuah meriam ringan battle proven (dari versi awal) sejak Perang Dunia II.
Baca juga: Dari Analog ke Digital, TNI AD Upayakan Upgrade Kemampuan Howitzer M2A2 105mm
M2A2 adalah jenis meriam tarik (towed) dengan dua roda, dimana pada lingkungan TNI AD, meriam ini umumnya ditarik dengan truk Unimog atau Reo. M2A2 beroperasi dengan pola recoil mechanism, dan dilengkapi sistem pendingan udara (air cooled). Soal keampuhan, M2A2 maksimum dapat melibas target sampai jarak 11.270 meter dengan kecepatan proyektil 472 meter per detik. Untuk keperluan dalam pengenaan target, laras meriam ini dapat digerakkan dengan sudut elevasi mulai dari -5 sampai maksimum 66 derajat.
Menurut Wikipedia, M2A2 dibuat oleh Rock Island Arsenal, manufaktur senjata dari AS. Versi awal meriam ini dikembangkan dari platform Howitzer M101, dan mulai dioperasikan oleh AD Amerika Serikat pada 1940. Mengawali kiprah di tahun 40-an, meriam ini sudah pasti diikutkan dalam kancang Perang Dunia Kedua, digunakan oleh AS baik saat melawan Nazi Jerman dan Jepang di palagan Pasifik. Hingga akhir Perang Dunia II, meriam M101 telah diproduksi sebanyak 8.536 pucuk. Dari informasi yang didapat, hingga 1953, meriam yang laris manis ini telah diproduksi 10.202 pucuk.
Meriam yang diawaki 8 personel ini memang hadir pas dengan kebutuhan Amerika Serikat akan sista artileri medan dengan bobot relative ringan, namun punya daya hancur mematikan. Lepas dari Perang Dunia II, meriam ini terlibat aktif dalam perang di Semenanjung Korea di tahun 50-an. Bahkan kiprahnya terus berkibar, dengan pengembangan di versi M2A2, howitzer ini juga digunakan secara penuh oleh kekuatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam di tahun 60-an dan 70-an. Beratnya yang 2.030Kg, menjadikan M2A2 mudah dimobilisasi lewat udara oleh helikopter sekelas CH-47 Chinook.
Menurut pengamatan penulis, howitzer ini juga cukup kondang tampil di layar kaca, sebut saja film Thin Red Line (latar perang AS melawan Jepang), film Hamburger Hill, dan serial TV Tour of Duty (berlatar perang Vietnam). Keluarga howitzer ini juga telah banyak mengenyam laga tempur di belahan dunia lainnya, pasalnya selain digunakan oleh AS, meriam ini juga dipakai oleh 23 negara lebih, untuk kawasan Asia Tenggara, selain Indonesia, meriam tua ini juga digunakan oleh Thailand, Myanmar, Kamboja, dan melirik ke benua sebelah, Australia pun ikut mengadopsi meriam ini, bahkan M2A2 milik Australia pernah dilibatkan untuk membantu AS saat perang Vietnam.
M2A2 di Indonesia
Untuk Indonesia, dilihat dari tahun kedatagannya, sebenarnya umur M2A2 tidak terlalu tua, ini lantaran meriam ini dibeli dalam kondisi bekas pakai dari AS pada tahun 1982/1983. Meski tidak didapatkan informasi berapa pucuk M2A2 yang didatangkan ke Indonesia, namun diprediksi jumlahnya lumayan banyak, pasalnya ada 10 batalyon armed yang mengoperasikan meriam jenis ini, sebut saja :
1. Batalyon Armed 1/105 mm berkedudukan di Singosari, Malang.
2. Batalyon Armed 2/105 mm berkedudukan di Deli Tua, Deli Serdang.
3. Batalyon Armed 3/105 mm berkedudukan di Magelang.
4. Batalyon Armed 5/105 mm berkedudukan di Cipanas.
5. Batalyon Armed 10/105 mm Kostrad berkedudukan di Bogor.
6. Batalyon Armed 12/105 mm Kostrad berkedudukan di Ngawi.
7. Batalyon Armed 16/105 mm berkedudukan di Ngabang, Kalimantan Barat.
8. Batalyon Armed 17/105 mm berkedudukan di Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam.
9. Batalyon Armed 18/105 mm berkedudukan di Berau, kalimantan Timur.
10. Batalyon Armed 19/105 mm Kostrad berkedudukan di Bolang Mongondow, Sulawesi Utara.
Dalam sebuah hitungan diatas kertas, sebagai contoh Yon Armed 1/105mm, dilengkapi dengan 3 baterai meriam dengan jumlah total 18 pucuk. Sebagai informasi, satuan di bawah batalyon untuk artileri disebut baterai sebagai pengganti elemen kompi. Bila satu batalyon memiliki 18 pucuk meriam, maka populasi M2A2 yang dimiliki TNI AD paling tidak ada 180 pucuk.
Daya Gempur M2A2
Meski usianya sudah uzur, bahkan di AS dan Australia, meriam ini sudah masuk museum, tapi di lingkungan TNI AD kondisi meriam ini masih terawat baik dan siap digunakan. Kebisaan M2A2 seperti dapat menembaki sasaran di daerah yang luas dengan hanya memutar roda arah samping. Kemampuan arah samping mencapai 409 peribuan ke kanan, dan 400 peribuan ke kiri. Dengan kata lain, bila ada sasaran pada jarak 6.000 meter, maka M2A2 dapat menembaki sasaran dengan keleberan 4854 meter tanpa harus melaksanakan pindah steling
Disamping dapat melakukan tembakan dengan lintasan lengkung, M2A2 juga dapat memberikan tembakan arah langsung, baik untuk sasaran diam atau bergerak, seperti tank. Hal ini dapat dilakukan bila sasaran terlihat jelas dan tidak ada halangan antara meriam dengan sasaran. Bobot amunisi M2A2 terbilang berat, untuk amunisi jenis HE (high explosive) misalnya, bias mencapai 19kg, dan menjadi titik lemah meriam ini adalah pada kecepatan tembak per menitnya yang terbilang rendah, dengan loading manual, rata-rata 1 menit hanya mampu ditembakkan 3 amunisi, walau secara teori bisa mencapai 10 per menit. Secara umum, M2A2 dapat memuntahkan proyektil dengan hulu ledak HE, HEAT (high explosive anti tank), smoke, dan smoke colored untuk pemberi penerangan pada area pertempuran. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi M2A2 :
Negara asal : Amerika Serikat
Kaliber : Howitzer 105mm (4.2 inchi)
Berat : 2.260Kg
Panjang : 5,94 meter
Panjang laras : 2,31 meter
Lebar : 2,21 meter
Tinggi : 1,73 meter
Jarak tembak max : 11.270 meter
Kecepatan proyektil : 472 meter per detik
untuk laras memang ada usia maksimum pemakaian, jadi maksud saya laras tersebut diganti dengan laras yang lebih panjang dan ditambah muzzle brake, apakah memungkinkan?
mohon maaf, apakah ada kemungkinan meriam ini di up grade seperti produk negara gingseng KH 178, berdasar kebiasaan kita yang suka retrofit alutsista, mengingat populasi meriam ini lumayan banyak?
(terlepas kabar miring mengenai akurasi KH 178 saat uji tembak)
Kalo upgrade paling ke sistem bidik dan targeting, tapi kalau untuk urusan laras tidak bisa, sebab laras sudah ada usia maksimum untuk pemakaian.
Kalau tambah daging bisa kali bang nazar biar bisa di buatin ulir laras baru di tukang bubut he he he
*BREAKING NEWS* 37 unit caesar 155 mm SPH are on the way …penempatan 18 unit di purwakarta, 18 unit di ngawi dan 1 unit di pusdik (note: sewaktu-waktu bisa digesar pk herky ke daerah konflik)
akhirnya simbah M 101 bisa istirahat dengan tenang 😛 pleezz jangan tanya sumber yaah pokoknye adaaa azzaaaa
mantab infonya… semoga bener2 yaaa
bener gan…sori aye salah he 3x.tp kalo mortir kan cuma bisa nembak parabola gak bs nembak horisontal.gmana mo ngancurin bunker/pillbox ato sasaran terpilih yg jd sasaran PPRC ato pasukan gunung?belum lg pelurunya yg pasti lebih berat.ngerepotin drpd nguntungin kayaknya…
he he he sy senangnya memang kelas2 alutsista kita punya semua.kalo kata kawan di kemhan yg ngurusin doktrin n strategi semua yg sdh ditangan atau lg dikhayalin akan kita punya semua berdasarkan renstra 2010 sd 2024.sabar aja semua mimpi pertahanan kita akan terwujud.jangankan rocket laucher macam astros,sph 155 mm macam caesar kita jg akan punya.untuk artileri bs di bagi berdasarkan peruntukan dan penggunaan.kalo mortir berat sih menurut sy dah kuno.dari dulu kita dah punya buatan rusia dan krn gak kepake lg bahkan sudah di hibahin sm afghan melalui proyek rahasianya di LB moerdani th 80an.
maap gan setau ane yg disumbangin ke afghan taon 80an tuh stok AK-47,SPG ama kopian senapan SKS buatan tiongkok alias “chung” 😛 kalo mortir 120mm keknya TNI jaman taon 60an masih terbatas 60~81mm deh kalibernye
tua bukan berarti inferior dong.yg jelas tergantung penggunaan serta penggunanya dan itu berarti keunggulannya mobilitas.howitzer 155 dan astros memang lebih hebat daya hantamnya tapi terlalu berat untuk di geser2 di dataran tinggi ato medan yg sulit dijangkau kendaraan darat.nih meriam masih mematikan untuk medan yg sulit dijangkau karena bisa di gotong heli.alokasi penggunanya seharusnya PPRC atau pasukan gunung,bkn yon armed reguler.sepuh dan battle proven nih meriam jgn ragukan!semua tergantung peruntukan dan penggunaan,tdk ada alutsista yg mandul!
he3x ente punya motto “old soldier never dies” kali yee 😀 daripada make “reinkarnasi” M-101 kek gini untuk “off road” di bukit2x lha mending pake mortir 120mm ya toh?…mobilitasnye lebih lincah,daya tembak lebih jauh dan daya hancur lebih top
moga2 ga macet saat dipakai buat perang…hehe
Meski udah tua tapi masih berguna untuk bangsa 🙂
kalo dikompare ama howitzer 105 mm dan ASTROS tetangga apa masih bisa dibilang berguna? 😛
yah paling tidak meriam negara tetangga kudu hormat dong sama meriam buyutnya…hehehe
**koreksi howitzer 155mm