M-30 Howitzer 122mm: Meriam Tarik Legendaris Korps Marinir TNI AL

576153_10200340336422737_586117179_n

Banyak hal yang membuat nama Korps Marinir TNI AL begitu lekat di hati masyarakat, selain sifat prajuritnya yang solid, Korps baret ungu ini juga identik dengan beragam alutsista eks era Uni Soviet. Sebut saja seperti tank PT-76, pansam BTR-50, dan KAPA K-61, usia ranpur tersebut sudah dipastikan jauh lebih tua dari anggota aktif Marinir yang paling senior sekalipun. Tapi hebatnya, ranpur-ranpur tadi dapat serviceable hingga saat ini dengan beragam program retrofit.

Tapi alutsista eks Uni Soviet di lingkungan Korps Marinir tak hanya berwujud ranpur, di Resimen Artileri Marinir ada roket BM-14/17, yang merupakan generasi self propelled MLRS (multiple launch rocket system) di Armed Korps Marinir. Lainnya masih ada, yaitu meriam M-30 (M1938) dari jenis howitzer kaliber 122 mm. Bila dibilang tua, ya jelas meriam ini sangat tua, karena diproduksi pada awal tahun 1939, dan masuk ke etalase Korps Marinir (d/h KKO AL) pada tahun 1961. Kedatangan meriam ini digadang sebagai perkuatan dalam masa operasi Trikora dan Dwikora.

Selepas dari haluan politik yang berubah pasca 1965, meriam M-30 masih tetap eksis dengan beragam retrofit. Wujudnya yang mudah dilihat adalah penggantian roda ban, model yang digunakan sekarang mirip dengan roda pada meriam LG-1 MK II kaliber 105 mm yang juga dimiliki Korps Marinir. Penggantian roda ini selain menjadikan meriam lebih garang, mobilitas meriam pun lebih mantap untuk menyambangi medan off road. Dalam operasionalnya, M-30 Korps Marinir TNI AL ditarik dengan truk Unimog 4×4.

Versi asli M-30
Versi asli M-30, perhatikan rodanya.
M-30 retrofit milik Korps Marinir TNI AL dengan adopsi roda baru.
M-30 retrofit milik Korps Marinir TNI AL dengan adopsi roda baru.

600px-BitvaZaMoskvu-M30

Bagaimana dengan kehandalan howitzer ini? Dengan kaliber 122 mm, proyektilnya mampu melesat sejauh 11,8 km pada sudut laras 49 derajat. Secara keseluruhan, sudut laras dapat diarahkan mulai dari -3 hingga 63,5 derajat. Secara umum, komponen meriam ini terdiri dari laras, recoil dengan penyangga hidrolik, gunshield (perisai/pelindung) awak, panoramic sight sebagai pembidik, pangkal laras dengan mekanisme piston, roda, dan spilt trails untuk ditarik oleh kendaraan. Untuk urusan ditarik ada batasannya, M-30 maksimum bisa ditarik hingga kecepatan 10 km per jam.

Bicara tentang amunisi, untuk melibas sasaran berupa infanteri, meriam ini tentu tak bisa melakukan perkenaan langsung ke target. Sebagaimana sifat howitzer, senjata ini mengandalkan lintasan melambung, bahkan lintasan proyetilnya ampuh untuk melintasi perbukitan. Jenis amunisi yang digunakan mulai dari HE (high explosive), dengan fragmentasi amunisi ini dapat menembus lapisan baja setebal 20 mm pada ranpur. Sementara untuk melibas sasaran berupa tank, ada pilihan berupa munisi HEAT (high explosive anti tank). Menurut catatan, HEAT sudah digunakan sejak era Perang Dunia Kedua, tepatnya dikembangkan pada 1943. Kabarnya beberapa tank Tiger NAZI Jerman ada yang rusak berat akibat terjangan HEAT M-30.

Gelar M-30 Howitzer dalam operasi Trikora
Gelar M-30 Howitzer dalam operasi Trikora
M-30 ditarik truk Unimog dalam defile HUT ABRI ke-50
M-30 ditarik truk Unimog dalam defile HUT ABRI ke-50

Pasmar06

M-30 terbilang laris dipasaran, setidaknya 40 negara telah menggunakan meriam ini. Dirunut dari sejarahnya, M-30 memang sudah ekstra sepuh. Pertama kali dirancang tahun 1938 oleh Design bureau of Motovilikha Plants, Rusia. Kemudian masuk masa produksi saat berlangsungnya Perang Soviet melawan Jerman pada tahun 1939. Karena dibuat untuk kebutuhan perang, produksi M-30 terbilang luar biasa, yakni 19.266 pucuk. Produksi meriam ini baru berakhir pada tahun 1955. Seperti sudah menjadi kebiasaan, sista Uni Soviet ini pun dicomot oleh Cina, dan kemudian diberi label Type 54.

Secara teori ,M-30 dengan bobot tempur 2,5 ton ini dioperasikan oleh 8 awak. Bila Korps Marinir biasa menarik meriam ini dengan truk Unimog, maka saat Perang Dunia Kedua, tentara Uni Soviet kerap menarik meriam ini dengan kuda. Dalam pola operasi amfibi, M-30 biasa dibawa dari LST (landing ship tank)/LPD (landing platform dock) ke daratan dengan kendaraan angkut amfibi seperti Kapa K-61 atau PTS-10. Bagi Anda sekalian yang penasaran ingin melihat dari dekat sosok merian ini, mudah saja mencarinya, M-30 bersama dengan tank PT-76 telah dijadikan monumen di gerbang masuk Ksatriaan Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. (Haryo Adjie)

Spesifikasi
Tipe : Field Howtizer
Kaliber : 122 mm
Berat Tempur : 2.450 kg
Berat dalam mobilitas : 3.100 kg
Panjang laras : 2,8 meter
Panjang keseluruhan : 5,9 meter
Lebar : 1,98 meter
Tinggi : 1,82 meter
Rate of fire : 5 – 6 proyektil per menit
Jarak tembak max : 11,8 km

4 Comments