Lindungi Ibu Kota, Satrudal 111 “NASAMS” Teluk Naga Resmi Beroperasi
|Setelah menanti lebih dari lima dekade, akhirnya Indonesia kembali meresmikan pengoperasian sistem rudal hanud (pertahanan udara) jarak menengah – MERAD (Medium Range Air Defence), maklum pasca Orde Lama, sistem rudal hanud yang diadopsi Indonesia hanya berkutat di lini SHORAD (Short Range Air Defence).
Baca juga: Satuan Rudal Hanud Teluk Naga – Dari Era SA-2 Guideline Menuju Penggelaran NASAMS
Dikutip dari tni-au.mil.id (26/11/2021), KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo pada Kamis lalu telah meresmikan beroperasinya Satuan Rudal (Satrudal) 111 di Teluk Naga, yang notabene menjadi sarang dari sistem hanud NASAMS (Norwegian Advanced Surface to Air Missile).
“Satuan peluru kendali pertahanan udara 111 dibangun sebagai pertahanan udara terhadap potensi serangan musuh khususnya di wilayah Ibukota Jakarta dan sekitarnya,” ujar KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. KSAU mengatakan, kehadiran Satrudal 111 adalah momentum kebangkitan kembali sistem pertahanan udara nasional, di mana era tahun 60 an, TNI AU menjadi dominan dan disegani di kawasan Asia pasifik.
“Saya minta seluruh pihak yang terkait untuk beradaptasi dan menguasai keahlian yang dibutuhkan guna mengoperasikan Alutsista ini,” tegas KSAU.
Seiring diresmikannya Satrudal 111, dilantik pula Letkol Lek Eko Patra Teguh, sebagai Komandan yang akan memimpin satuan tersebut. Hadir pada acara tersebut Duta besar Norwegia, para Asisten Kasau, Pangkohanudnas, Pangkoopsau 1, Pangkosekhanudnas 1, Kadiskonau, dan pejabat dilingkungan Kementrian Pertahanan.
Sistem NASAMS yang ditempatkan di Teluk Naga terdiri dari peluncur rudal AIM-120 AMRAAM berpemandu active radar homing, radar Raytheon MPQ-64F1 Sentinel high-resolution, sensor infra red (IR) dan electro optic (EO), dan command post atau FCU (Fire Control Unit). MPQ-64F1 adalah 3D beam surveillance radar yang punya jarak pantau hingga 75 km.
Sementara untuk rudal AIM-120 AMRAAM bisa dipilih, mulai dari varian AIM-120 A/B dengan jarak tembak 55- 75 km, AIM-120C (105 km), AIM-120D (180 km), dan AIM-120 ER (Extended Range) dengan jarak tembak 40 – 50 km lebih jauh dari AIM-120D.
Dirunut dari sejarahnya, Satrudal Teluk Naga sudah sejak tahun 1962. Pada dekade 60-an, TNI AU berdasarkan Skep Men/Pangau Nomor 53 Tahun 1963, tanggal 12 September 1963, telah mengaktifkan sistem rudal hanud jarak jauh dengan alutsista berupa rudal V-75 “Dvina” (kode NATO – SA-2 Guideline) buatan Uni Soviet.
Baca juga: Mengenal Canister Launcher System – Ujung Tombak Satuan Tembak Hanud NASAMS
Namun, lantaran Indonesia tidak lagi mengoperasikan rudal V-75, maka Satrudal Teluk Naga sudah tidak aktif sejak tahun 1980, dan kini bangkit kembali dengan kehadiran sistem NASAMS. (Gilang Perdana)
Big no buat Pantsir. Kalau tujuan sebagai air defense umbrella atau SPAA buat TNI AD lebih baik wacana pengadaan Osa dihidupkan kembali
Untuk TNI AU lebih baik NASAMS ditambah sesuai target MEF yaitu 8 satbak
Bismillah semoga dapat ditambah dengan rudal buk,tor dan pantsir yang sudah batlle proven dalam perang Suriah.Setidaknya tahun 2022 selain memproduksi n.250 sebagai pesawat AEW&C juga dapat memproduksi c.130 seri j dan A.400 atlas.
Jangkauan pantau radarnya pendek bgt, cuma 75 km, kalah dari radar lokal buatan PT RTI yang radiusnya 80 KM dan sudah dipakai arhanud
Jika ibukota pindah, NASAMS ikutan Pindak ngak?
Biasanya jarak rudal AAM dibagi 3 dari jarak aslinya kalau diluncurkan berbasis darat. Denger2 inventaris TNI AU AIM120C yg jaraknya 120km, berarti kurang lebih jarak maksimal kalau vertikal 40km
@deni : tahun 1960-an TNI Angkatan Udara pernah dipersenjatai dengan Peluru Kendali (Rudal) SAM 75 buatan Uni Soviet. Alutsista ini dipersiapkan untuk mendukung rencana Operasi Trikora pada saat itu. Keberadaan Rudal SAM 75 di Indonesia saat itu membuat negara – negara tetangga sangat segan, bahkan Indonesia mendapat julukan “Macan Asia”. Hal ini karena SAM 75 memiliki efek detterent yang tinggi dan telah terbukti handal dalam menghancurkan berbagai sasaran di udara (battle proven). SAM 75 resmi dinon-aktifkan di awal tahun 1980-an, setelah berjaya dalam memayungi langit Nusantara selama 20 tahun.
https://www.kemhan.go.id/baranahan/2021/04/16/membangun-kembali-satuan-rudal-tni-au.html
Setelah 20 tahun lebih dinonaktifkan (SAM 75) TNI tidak memiliki pertahanan udara dengan range puluhan kilo meter.
Sebenarnya ada negara luar yang menawarkan system untuk payung udara kepada kita, akan tetapi dikarenkan untuk 1 unit batrai system pertahanan udara yang sangat mahal (range medium – long) dan juga geo politik dunia yang terkadang menunda keinginan kita maka prosesnya membutuhkan waktu yang panang.
Bukan rahasia umum bahwa berulang kali pihak Rusia menawarkan S-300 dan S-400 ke Indonesia, akan tetapi rencaana tersebut mendapatkan warning keras dari blok Barat.
Seperti yang baru saja terjadi kepada negara Turki yang telah mengakusisi S-400 buatan Rusia.
Sebenarnya Indonesia harus meniru China, mereka (China) telah berhasil mengembanygkan beberapa varian untuk dijadikan payung udaranya, diantaraya adalah HQ-9A, HQ-9B, HQ-17AE, FK-3 dan lainnya.
Para pakar China telah berhasil membuat segala sesuatunya dengan segala macam cara.