Laut Cina Selatan Memanas, TNI AU Gelar Garnisun Udara dari Natuna
Insiden kapal patroli Penjaga Pantai Cina yang menerobos wilayah Perairan Natuna pada 19 Maret lalu menjadi pertanda bahwa Indonesia dapat terseret ke pusaran konflik Laut Cina Selatan. Saat itu kapal Penjaga Pantai Cina nekad merangsek masuk teritori RI untuk mencegah upaya penangkapan KM Kway Fey yang melakukan illegal fishing oleh pihak Satgas KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan TNI AL. Dan sangat diyakini bila meletus peperangan di kawasan yang disengketakan enam negara tersebut, maka Indonesia akan terimbas langsung.
Baca juga: Imbas Konflik Laut Cina Selatan, Pacu Modernisasi Kekuatan Laut di Asia Tenggara
Menjawab potensi ancaman serius, terutama yang dihadapi adalah kekuatan ekspansi militer raksasa Negeri Tirai Bambu, sejak awal era Orde Baru TNI telah menaruh perhatian serius kepada Natuna. Kepulauan Natuna merupakan daerah terdepan karena terletak paling utara di wilayah NKRI (pulau Sekatung) dan wilayah yang sangat strategis, karena satu-satunya pulau yang berada pada lintasan jalur perhubungan di Asia baik jalur perhubungan laut (sea lines of communication/SLOC) dan jalur perhubungan udara (air lines of communications/ALOC) dari wilayah Asia Tenggara, Asia Selatan, Arab dan Afrika ke wilayah Asia Tengah, Asia Timur, Pasifik dan Amerika atau sebaliknya.
Baca juga: Pesawat Amfibi Dalam Gelar Kekuatan Militer di Perbatasan
Dengan latar belakang diatas, maka wajar jika TNI mengkonsentasikan kekuatan matra udara dan laut di Natuna. Dalam wujud penggelaran pangkalan militer dengan ribuan prajurit. Dan dipicu dengan insiden 19 Maret lalu, gugus tempur laut di Natuna langsung mendapat penguatan. Sementara dari unsur udara, keberadaan Lanud Ranai di Natuna juga menjadi elemen vital, baik perannya sebagai jalur penerima logistik dan basis operasi pertahanan udara.
Baca juga: [Virtual Tour] Lanud Iswahjudi: Home of Fighters – Jantung Kekuatan Udara Nasional
Baca juga: Tiga Lanud TNI AU Resmi Naik Kelas, Kanon Oerlikon Skyshield Siap Beraksi
Melihat potensi konflik besar yang bersinggungan dengan kekuatan negara agresor, sebelum gesekan dengan militer Cina, pada bulan Januari 2016 Lanud Ranai telah dinaikkan kelasnya, dari Lanud kelas C ke Lanud kelas C, dan saat ini dipimpin komandan berpangkat kolonel. Meningkatnya status lanud tentu diikuti dengan penambahan fasiltas dan prasarana, termasuk mendukung gelar operasi pesawat tempur.
Tetap Jadi Pangkalan Aju
Meski peran Lanud Ranai terbilang strategis, namun belum ada rencana untuk menjadikan Lanud Ranai sebagai home base dari skadron tempur. Mengutip pernyataan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara (Pangkoopsau) I Marsma TNI, Yuyu Sutisna di Keprinet.com (13/1/2016), belum perlu di bangun skadron udara khusus di markas Lanud Ranai. Menurut dia, untuk menempatkan skadron harus terlebih dahulu melihat efisiensi serta biaya yang akan dikeluarkan. Karena setelah dibangun, skadron harus di dukung dengan sarana dan dan fasilitas perbaikan pesawat seperti penyiapan suku cadang dan lainnya.
Baca juga: Gelar Satu Skadron Gripen Ke Pangkalan Aju, TNI AU Hanya Butuh Satu C-130 Hercules
“Natuna masih belum memadai dalam hal ini, makanya masih kita datangkan pesawat tempur dari skadron terdekat untuk melalukan patroli pengawasan dan pengamanan dari udara,” ujar Yuyu Sutisna. Selain itu, dalam rencana strategi (renstra) kedepan, skadron udara di Natuna memang tidak termasuk dalam pembentukan. Keterbatasan anggaran juga menjadi pertimbangan pimpinan TNI AU belum membangun skuadron pesawat tempur secara permanen di Ranai.
Dengan konsep mendatangkan pesawat tempur secara bergiliran dari skadron tempur terdekat, maka model operasinya menjadi garnisun patroli udara. Mirip dengan yang berlaku di Lanud Halim Perdanakusuma, meski menyandang Lanud kelas A, di Lanuma (Pangkalan Udara Utama) Halim Perdanakusuma tidak terdapat home base skadron tempur. Namun guna melindungi obyek vital di Ibukota Jakarta, secara bergiliran jet-jet tempur dari luar Halim melakukan misi CAP (Combat Air Patrol) ditempatkan di Lanud Halim.

Baca juga: EMB-314 Super Tucano – Tempur Taktis Penjaga Perbatasan NKRI

Untuk kasus di Lanud Ranai, bisa disebut masih akan menjadi pangkalan aju. Tidak seperti Lanud Halim Perdanakusuma, di Lanud Ranai tak semua pesawat tempur TNI AU bisa mendarat. Sampai saat ini pesawat tempur yang bisa mendarat di Ranai adalah jenis Hawk 109/209 dan EMB-314 Super Tucano. Sedangkan pesawat tempur yang punya daya deteren tinggi, seperti Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker dan F-16 Fighting Falcon belum bisa melakukan pendaratan di Lanud Ranai. Mengapa belum bisa?
Baca juga: OEPS-27 – Penjejak Target Berbasis Elektro Optik di Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU
Jawabannya terletak dari kondisi landas pacu yang belum memadai, atau semisal dipaksakan dapat membayakan keselamatan penerbang dan pesawatnya. Dengan landasan pacu yang dilapisi aspal hotmix, panjang landasan pacu Lanud Ranai 2.550 meter dan lebar 30 meter. Konon pesawat sekelas C-130 Hercules untuk melakukan pendaratan harus ekstra ngerem. Ini artinya bila ada kondisi darurat, Hawk 109/209 dari Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat yang terpakir di aprom akan beraksi lebih dulu.
Baca juga: Hawk 209 – Lightweight Multirole Fighter Penantang F/A-18 Hornet
Meski tak melakukan pendaaratan di Ranai, Sukhoi Su-27/Su-30 Skadron Udara 11 yang mengambil posisi di Lanud Hang Nadim, Batam dapat menjangkau Natuna dalam tempo tidak terlalu lama. Masih ada bala bantuan lain, F-16 C/D dari Skadron Udara 16 dan Hawk 109/209 dari Skadron Udara 12 Lanud Lanud Roesmin Nurjadin dipercaya dapat memberi andil dalam operasi udara di Natuna. Terkait potensi agresi di batas teritori laut, harus diakui duo Sukhoi Su-27/Su-30 yang paling letal jika menghadapi eskalasi peperangan di lautan, pasalnya TNI AU telah memiliki rudal anti kapal Kh-59ME.
Baca juga: Kh-59ME – Rudal Anti Kapal Andalan Sukhoi Su-30MK2 Flanker TNI AU
Terkait dengan peningkatan status Lanud Ranai dipercaya membawa pengaruh pada jenis pesawat tempur yang bisa mendarat. Pada bulan September tahun 2015, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pernah menyebut landas pacu Lanud Ranai akan ditingkatkan kemampuannya agar bisa didarati Sukhoi Su-27/Su-30.
Baca juga: Pulau Natuna Akan Dipersiapkan Sebagai Basis Drone UAV
Kedepan Lanud Ranai memang bakal ramai, tak hanya karena keberadaan shelter jet tempur, tapi Lanud Ranai juga akan dijadikan basis pangkalan drone/UAV (Unmanned Aerial Vehicle).
F-16 Lebih Repot
F-16 C/D Fighting Falcon yang ber-home base di Lanud Roesmin Nurjadin akan kesulitan untuk mendarat di Ranai, sebab F-16 C/D yang dibeli secara refurbish dari AS ini tak dilengkapi dengan rem parasut, beda dengan F-16 A/B Skadron Udara 3 yang home base di Lanud Iswahjudi. Karena tak dilengkapi dengan drag chute, maka F-16 C/D bila nantinya digelar di Lanud Ranai harus menyertakan arresting cable, kabel baja penahan laju pesawat saat mendarat. Saat ini perangkat arresting cable F-16 berada di Lanud Iswahjudi dan Lanud Roesmin Nurjadin.
Baca juga: BAK-12 Arresting Cable Mobile – Kabel Penahan Laju Jet Tempur F-16 TNI AU
Kelebihan lain dari Lanud Ranai, adanya dukungan Satuan Radar 212 yang mengoperasikan Radar Thomson TRS 2215. Radar buatan Perancis ini punya jangkauan deteksi hingga 510 km dan ketinggian deteksi 30.500 meter dengan data renewal rate per 10 detik. Lebih jauh tentang radar ini telah kami kupas di link dibawah ini.
Baca juga: Thomson TRS-2215/TRS-2230 – Radar Andalan Pertahanan Udara RI Era 80-an

Anda mau berkunjung ke Lanud Ranai? Bisa saja pasalnya Lanud Ranai juga menyandang label Bandara Ranai, artinya juga digunakan untuk melayani penerbangan sipil. Mengutip dari Wikipedia.com, saat ini maskapai Sriwijaya Air, Wings Air dan Nusantara Air Charter telah melayani penerbangan domestik dari dan ke Ranai.
Pangkalan TNI AU (Lanud) Ranai terletak di Pulau Natuna yang termasuk gugusan kepulauan Natuna Utara tepatnya di Kelurahan Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, memiliki areal seluas 450,5 hektar. Pangkalan ini mulai digunakan sejak tahun 1955. (Haryo Adjie)
Semoga bisa direalisasikan…lanud yg mumpuni…anggaran bisa dianggarkan…demi kedaulatan… pasang yahknot silo..pantsir…s300/400…pesawat sukhoi sekeluarga…hasil migas natuna…setahun bisa nutup …biayanya…
pantsir atau buk sudah cukup untuk pertahanan.udara disamping dibantu radar satrad 212 , untuk pertahanan laut rbs 15 versi mobile cukup menarik … 200km , bisa menciptakan gelembung pertahanan laut 200x4sisi dengan total 800km disemua sisi
semoga bisa terealisasi
Kalau melihat gambaran tentang Lanud Ranai, jelas yang cocok untuk TNI AU adalah Gripen yang multirole dan ga rempong sama urusan landasan. Syukur2 diperkuat sama radar airborne Erieye makin moncer lahh.
Kalau kita beli Su-35 jelas ga ada efeknya buat Cina, secara Cina bakal lebih dulu kedatangan Su-35 drpd Indonesia.
Tambahan:
Gripen bisa nenteng rudal anti kapal & rudal BVR canggih Meteor.
Plus bisa pake stok rudal F-16.
Gripen C/D aja udah setara canggihnya ama F-16 52ID kita, dengan biaya operasional lebih murah & mudah dipindah2 😀
Mungkin kohaudnas akan beli ngeteng kayak Thailand, plus radar erieye & nanti dihubungkan dengan KRI.. Mungkin lho…
@admin
Oom pesawat-pesawat patmar-nya tni-au dan tni-al rute patrolinya kemana saja ya,,,padahal jauh2 hari sudah jelas daerah perairan natuna dan laut aru paling rawan terjadi illegal fishing?
Trus heron-heron yang berpangkalan di pontianak, selama ini prestasinya apa saja ya?
@Lesus: kalau rute patroli pastinya rahasia 🙂 tapi yang siaga di Ranai besar kemungkinan jenis NC-212 MPA atau N24 Nomad Searchmaster. Mengenai yang di Pontianak bukan Heron, tapi Aerostar. Soal prestasi? Masih kita tunggu babak2 berita selanjutnya.
Dengan kondisi Lanud Ranai sekarang (yg katanya masih ‘berkekurangan’ tapi cukup untuk Hawk), apa Gripen C/D masih bisa operasi?
Kalo ya, Gripen brarti emang cocok untuk ngisi kuda beban patroli harian karena akan banyak pangkalan aju pas2an yg bisa dipake.
Kalo nggak, brarti jargon2 Gripen selama ini terlalu lebay (kayak mendarat di jalan raya lurus) 😀
Bisa ditanyakan ke Thailand sebagai salah satu pengguna
Kalau tanya ke kesini (orang Indonesia) sama juga bohong, karena kita bukan pengguna Gripen
Baru terasa bawa sebagian besar Lanud kita membutuhkan pespur yang tidak memerlukan dukungan logistik terlalu besar.
Gripen memang pilihan paling rasional, realistis dan smart.
2500 m kok ga cukup buat Herky, Min?
Abdul Racman Saleh bertahun-tahun jadi kandang Herky dengan panjang landasan hanya 2300 m sebelum dipakai penerbangan sipil sehingga diperpanjang menjadi 3000 m.
Mas @Irawan, maksudnya bukan ndak cukup, mungkin ada faktor lain. Ini berdasarkan pengakuan rekan yang kebetulan pernah naik C-130 TNI AU ke Natuna tahun 2012 🙂
@irawan
Faktor safety nggak boleh diabaikan om…misalnya ada kejadian overshoot kan bisa fatal, lebih baik diantisipasi lebih dini.
Di ska.32 pesawatnya herky seri B…bobotnya lebih ringan dr seri H/ska.31,,,mgk selamaa ini dipandang masih aman2 saja dg panjang landasan yang terbatas
Sedikit aneh.
Ga ada yang berteriak “Ganyang China”.
Padahal dari segi insiden sama beratnya dengan Tanjung Datu atau Ambalat. Jiper, pilih-pilih lawan atau politis??
Berkonflik dengan Cina ibarat semi bunuh diri, 30% alutsista kita berasal dari Cina. Mulai dari sekarang mari stop pengadaan senjata dari Cina. Setuju?
Bukan China saja, juga Rusia, Amerika, Eropa
Harus MANDIRI
Maaf mau nanya klo gripen hanya perlu 1 c130 h herkules untuk beeopersi di pangkalan aju,kalau f 16 kira kira kira kebutihan logistiknya muat 1 pesawat c 130 gk ya ????
Mas @Nagarangsang: ya tentu muat2 saja mas, tinggal kebutuhannya untuk berapa lama operasi dan jenis misinya.
lebih baik pilih opsi bertahan, beli bastion-p atau sejenisnya yg jarak jangkaunya jauh.
kalau landaan kurang panjang, coba direklamasi ke depan utk memperpanjangkan landasan. bisa didarat oleh semua pswt termasuk pswt angkut pasukan terjun, pswt pembom
Kembali ke ketersediaan Dana
semua selalu ngobrol tentang penempatan alutsista. ada satu hal yang selama kurang diperhatikan oleh kita, sistem komunikasi. dengan lokasi yang sangat strategis seperti Natuna, percuma kalau bisa deteksi tapi ga bisa ngasih laporan cos udah di jamm sama China.
Tentunya sudah dipikirkan oleh TNI, sekarang tinggal ketersediaaan dana saja.
Seperti alat Anti Jammer ciptaan Serka Widodo dan Sertu Anggit Rudiyanto, mereka bisa, apalagi LEN sebagai BUMN perusahaan Elektronika.
Kembali ke DANA
dana kan soal angka mas…pengaturannya tergantung pemerintah dan dpr. lah mindsetnya mau yang murah tapi bagus kan sulit…
murah tapi bagus kan butuh uang pak
Su-35 yang murah saja tetep ngutang dan ngeteng
selama mindset petinggi kita soal pertahanan masih belum dirubah kondisi apapun yang berpotensi ancaman akan sulit ditangani. program MEF aja masih setengah jalan jadi gak usah berfikir terlalu jauh untuk pilah pilih alut sista. konsep harus didukung konsekuansi pemerintah dan dpr. budget bisa diatur pemanfaatannya. musuh udah di depan mata masih aja ada berdebat sana sini soal pilihan alutsista. perang itu gampang …menang perang itu yang susah. suplai logistik aja gak pernah dipikirin…emang AL punya berapa kapal suplai ? AU punya berapa pesawat tanker. trus AD pernah pikirin gak suplai logistik buat mobiliasi prajuritnya…kalo cuma modal nekad kita bisa..dan pasti…tapi kalo bisa menang belum tentu. ranai aja gak pernah ditingkatkan fasilitasnya…halim aja malah dipakai buat sipil…radar aja msih kurang …gak usah banyak bicara deh…soal perang…mari kita kejar ketinggalan kita dorong dpr biar mendukung renstra dan MEF TNI….
Dana…? iya, saya sudah pernah melempar ide, bagaimana kalau kita gotong royong, tidak membebani anggaran negara untuk beli Alutsista, karena sifatnya patungan dengan cara Memotong gaji pokok 10% setiap bulannya, diambil dari :
NOMOR 1. PNS, TNI dan POLRI, Pegawai Plat Merah BUMN, gaji pokoknya saja, toh mereka sudah ada tambahan gaji dari Tunjangan kinerja. untuk Selama 5 tahun (Insya Allah Bpk. jokowi akan terpilih kembali jadi Presiden, Aamiin. Jadi bisa berkelanjutan), Berapa yg akan terkumpul ? ini hitungan kasarnya, dan dasar pemotongannya dicontohkan dari Gaji pokok saya sendiri yg riil dengan asumsi kita rata ratakan misalnya : Gaji saya 4 jt x 10% = 400 rb x jml PNS sekarang 4,5 jt = 1,8 Trilyun x 12 bln = 21, 6 Trilyun x 5 tahun = 108 trilyun, INGAT ini kita potong dari pegawai pegawai Plat Merah, bukan dari Rakyat yang Non Pegawai Plat Merah. JUDULNYA PROGRAM INI NAMANYA ” NEGARA MEMANGGIL” dalam konteks Melindungi Seluruh Tumpah Darah Indonesia.
NOMOR 2. Seluruh Perusahaan Swasta Nasional yg ada di Indonesia diminta dg sukarela dalam Proyek patungan Nasional untuk ikut patungan.
NOMOR 3. Membuka kesempatan secara sukarela kepada seluruh penduduk NKRI untuk ikut patungan bagi yg mampu dan terpanggil hati Nuraninya.
NOMOR 4. Seluruh Agama Yg ada Di Indonesia, diajak juga untuk patungan dg cara Kalau Yg Agama Islam, Sumbangan Infak Setiap Hari Jumat yg dari masjid dikumpulkan (BAYANGKAN RIBUAN MASJID, GEREJA, PURA DAN VIHARA), cuma sekali dalam sebulan. Yg Agama Nasrani/Katholik, Agama Hindu dan Agama Budha serta Agama Konghucu langkahnya sama, hanya sekali dalam sebulan.
NOMOR 5. Lelang Barang Milik Negara yg Rongsokan dari pada teronggok kurang manfaat, contohnya besi besi rel kereta Api, Gerbong kereta api yg rongsok dan barang barang yg serba rongsok dilelang untuk rakyat, hasilnya dikumpulkan juga untuk patungan.
NOMOR 6. Dan Kamu Yg Korupsi, negara dalam kebutuhan mendesak, masih mau Korupsi juga ? kalau masih…Bikin rumusan, korupsi berapa Milyar yg harus dihukum mati, orang lagi berjuang kok masih korupsi, itu namanya jelas dan nyata “PENGHIANAT NKRI”, sementara sitaan sitaan harta dari para koruptor dikumpulin untuk patungan. Insya Allah, kita yakin akan terkumpul lebih dari 250 Trilyun dalam 5 tahun kedepan, cocok banget dengan semboyan “REVOLUSI MENTAL BPK JOKOWI” dan semangat “GOTONG ROYONG” yg digelorakan kembali oleh Bpk. Jokowi.
Kalau ada yg sanggup untuk menggerakan Proyek “NEGARA MEMANGGIL”, saya Insya Allah ingin melamar jadi salah satu anggota Panitianya sebagai relawan. Siapa Panitianya : Pramuka se Indonesia untuk terus menggelorakan semangat cinta tanah air, Setneg RI, Kemendagri, KPK, Kemenkeu, BPK, Para Ketua Agama dari 6 Lintas Agama yg resmi di indonesia. KEMHAN DAN PANGLIMA TNI SERTA POLRI, CUKUP MELAKUKAN MONITORING….karena HASIL patungan ini akan diserahkAn kepada mereka TNI dan Polri di bawah Koordinasi Panitia “NEGARA MEMANGGIL”, Jadi dari kita untuk kita dan oleh kita…Nah kalau sudah terkumpul, dan jelas panitianya, baru kita alokasikan peruntukannya, misalnya : Beli tambahan kapal Selam 5 biji, tambahan Pespur apapun mereknya 4 Skuadron, Beli Helikopter canggih 3 Skuadron, selebihnya kita berikan ke LAPAN untuk memacu membuat roket yg 4 digit (jangkauan 1000 km), dan Litbang Litbang lain yg ada kaitannya dengan Alutsista. dan INGAT INI PROGRAM DILUAR PROGRAM MEF 1,2, DAN 3 YG RENCANANYA SAMPAI TAHUN 2024, program MEF jalan terus, Proyek ” NEGARA MEMANGGIL” INI SIFATNYA sebagai AKSELERASI/PERCEPATAN, pendampingan PROGRAM MEF……Itu mimpi kita, karena segala sesuatu dimulai dari MIMPI….Punya Alutsista yg siap tempur untuk Melawan Negara Manapun yg mau mencoba menggangu kita, Punya penduduk yg siap mati Syahid untuk Yg Muslim dan Mati terhormat dan mulia menurut keyakinan dan Kepercayaan Agama yg dianutnya. Kalau mau mulai, mulailah dari sekarang untuk memperesiapkan segala sesuatunya (pemotongan/pengumpulan patungan anggaran Alutsista “NEGARA MEMANGGIL”), damai adalah persiapan perang, jangan sudah perang baru siap siap……Kita cinta damai, tapi bila saatnya tiba dan harus perang…maka kita sudah bersiap siap. begitu….mohon koreksi dan responya bagi semua warga negara NKRI yg tergerak dg Program “NEGARA MEMANGGIL”. Smoga Pak Jokowi dan Pak Yusuf Kala baca ini, KALAU GAK BACA JUGA GAK PAPA, KALAU SELURUH Para Prajurit TNI dan POLRI di selurUh Tanah Air WAJIB BACA INI, karena, betapa di luar sana (diluar TNI dan POLRI) Rakyat sangat merindukan, kesiapan Tempur dg semangat baja dari TNI dg Alutsista yg memadai. KAMI TIDAK RELA PRAJURIT KITA GUGUR SEBELUM MEMBERIKAN PERLAWANAN SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN KARENA ALUTSISTANYA KURANG TERCUKUPI DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITASNYA. Insya Allah “KITA BISA”, IDE INI SEMATA MATA TERINSPIRASI DARI PATUNGAN/SUMBANGAN RAKYAT ACEH DALAM SEJARAH MASA LALU, PATUNGAN UNTUK MEMBELI PESAWAT “SEULAWAH”, PESAWAT GARUDA PERTAMA, dengan harta yg mereka miliki UNTUK INDONESIA.
@orioori
Kalo saya lebih tertarik dg norwegia oom…disana sektor perikanan dikelola dg baik dan berkelanjutan. Dg luas laut dan potensi perikanan yang lebih kecil dibanding Indonesia, tapi pendapatan negara dari sektor perikanan/kelautan saja mampu menutup/melebihi anggaran belanja militer norwegia (yang besarnya beberapa kali lipat dari anggaran militer Indonesia),,,bahkan masih berlebih rata-rata 3 milyar krone pertahun.
Gimana….masih mau arisan tank???
SETUJU OM
sangat setuju