Laut Cina Selatan Memanas (Lagi), Satuan Korvet Parchim TNI AL Dibayangi Kapal Penjaga Pantai Cina
Kapal nelayan asing asal Cina kian nekat merangsek masuk ke ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Setelah insiden pada 19 Maret dan 27 Mei lalu, kabar terbaru dari wilayah Perairan Natuna kembali memanas, tepatnya pada 17 Juni lalu satuan kapal perang dari Koarmabar (Komando Armada Barat) kembali melakukan penindakan pada kapal nelayan Cina yang melakukan illegal fishing. Dan seperti dua peristiwa sebelumnya, kapal penjaga pantai Cina (China Coast Guard) ikut membayangi aksi tegas kapal perang TNI AL.
Baca juga: Laut Cina Selatan Memanas, TNI AU Gelar Garnisun Udara dari Natuna
Meski Indonesia tak langsung ikut dalam konflik di Laut Cina Selatan, dibuktikan dengan pengakuan Pemerintah Cina atas kedaulatan laut NKRI di Natuna, namun wilayah ZEE Indonesia di Perairan Natuna masuk dalam ‘Traditional Fishing Zone” Cina, dan inilah yang menjadi sengkarut masalah antara Indonesia dan Cina. Pasalnya Traditional Fishing Zone adalah pernyataan sepihak dari Cina, dan istilah tersebut tidak ada dalam hukum laut internasional.
Baca juga: Merespon Memanasnya Laut Cina Selatan, TNI AU Gelar Kanon Oerlikon Skyshield di Natuna
Merujuk ke peristiwa 17 Juni lalu, penegakan hukum yang dilakukan armada kapal perang TNI AL harus diacungi jempol. Berikut kronologis peristiwanya:
- Jumat 17 Juni Satuan Tugas Laut TNI AL memergoki 10 sampai 12 KIA (Kapal Ikan Asing) Cina pada posisi 06 38 37 U/109 20 36 T. Kecepatan KIA 1 – 2 knots dan didiga sedang menarik jaring.
-
Mengetahui kedatangan kapal perang Indonesia (KRI). Kumpulan KIA berpencar melarikan diri dengan menambah kecepatan. Selanjutnya 4 KRI melakukan pengejaran secara terpisah.
-
Seluruh KRI memerintahkan KIA untuk stop mesin via sambungan radio dan pengeras suara. Namun diabaikan dan justru KIA menambah kecepatan. Setelah beberapa jam pengejaran, dilakukan tembakan peringatan ke udara dengan senjata laras panjang. Masih juga diabaikan, ditembak ke arah laut di haluan KIA. Namun tetap lari, ditembak ke haluan kapal. Disini justru KIA bermanuver membahayakan KRI dengan hampir menabrak KRI. Tembakan diarahkan ke anjungan hanya untuk menakuti nahkoda. Namun KIA tetap lari tambah kecepatan. Diduga kemudi dikunci dan ABK (anak buah kapal) bersembunyi di dek bawah.
-
Beberapa KIA berhasil lari keluar dari ZEE. Namun 1 KIA dengan nomer lambung 19038 berputar terus dengan kemudi terkunci. Saat itu KRI IBL (Imam Bonjol) menurunkan tim VBSS (Visit, board, search, and seizure) dengan di backup tim VBSS KRI TDK (Todak). Tim VBSS berhasil naik dan kuasai anjungan serta matikan mesin. Ditemui kemudi dan komunikasi sudah dirusak. Terdapat 7 ABK (6 laki2 dan 1 perempuan).
-
Kapal CCG (China Coast Guard) 3303 mendekat dengan kecepatan 20 knots meminta KRI Melepas KIA tersebut. Kemudian KRI IBL menarik KIA. KRI lainnya menyekat kehadiran CCG 3303, dan terjadi perdebatan di radio antara KRI dengan CCG. Akhirnya CCG 3303 meninggalkan tempat ke arah Timur Laut. Seluruh unsur KRI dan KIA tangkapan menuju Sebang mawang Natuna.
-
Dalam proses perjalanan ke Natuna, datang sebuah kapal CCG 2501 dan kembali mengganggu perjalanan namun dihalangi oleh KRI-KRI yang mengawal. Akhirnya CCG 2501 meninggalkan tempat setelah perdebatan dan dikepung oleh beberapa KRI. Selanjutnya seluruh unsure KRI dan KIA 19038 menuju Sebang mawang, kecuali KRI BPP (Balikpapan) tetap bersiaga di Pulau Sekatung.
Mengutip berita dari Reuters.com (19/6/2016), Kementerian Luar Negeri Cina melaporkan terdapat satu orang nelayan yang terluka akibat tembakan peringatan tersebut. Atas kejadian tersebut, Beijing melayangkan protes resmi kepada pemerintah RI terkait insiden tersebut. Sementara nelayan yang terluka disebutkan berhasil di evakuasi ke salah satu pulau di Propinsi Hainan.
Baca juga: Imbas Konflik Laut Cina Selatan, Pacu Modernisasi Kekuatan Laut di Asia Tenggara

Baca juga: RBU-6000 – Peluncur Roket Anti Kapal Selam Korvet Parchim TNI AL
Sebelumnya, seperti dikutitp dari Janes.com (17/6/2016), Koarmabar TNI AL memang tengah menggelar latihan rutin pengamanan di Laut Natuna dan Laut Cina Selatan. Dalam latihan yang digelar selama 12 hari, yakni dari 9 – 20 Juni 2016, TNI AL mengerahkan KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376, KRI Sutanto 377, KRI Imam Bonjol 383, dan KRI Teuku Umar 385, keempatnya adalah jenis korvet Parchim Class buatan Jerman Timur. Selain itu satuan tempur laut ini juga diperkuat satu unit KCR (Kapal Cepat Rudal) KRI Todak 631. Dan menunjang operasi di lautan lepas, turut bergabung kapal tanker KRI Balikpapan 901. Tidak ketinggalan sebagai unsur intai dari udara disertakan pula satu unit CN-235 220 MPA (Maritim Patrol Aircraft) dari Puspenerbal.
Baca juga: FPB-57 Nav V TNI AL: Varian Kapal Cepat dengan Bekal Senjata dan Sensor Maksimal
Dari keseluruhan gugus tempur yang dilibatkan, sayangnya hanya KRI Todak 631 yang dilengkapi rudal anti kapal. Jenis FPB Nav V ini memang dilengkapi dua peluncur rudal anti kapal buatan Cina, C-802. Sementara untuk unsur korvet Parchim, KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 menjadi yangb tercanggih dengan mengadopsi kanon CIWS (Close In Weapon System) Type 730 buatan Norinco, Cina.
Baca juga: Type 730 – Kanon CIWS Tujuh Laras Andalan Korvet Parchim TNI AL
Baca juga: Video – Penembakkan Kanon CIWS Type 730 dan Chaff dari KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376
Peristiwa 19 Maret 2016
Insiden kapal patroli Penjaga Pantai Cina yang menerobos wilayah Perairan Natuna pada 19 Maret menjadi pertanda bahwa Indonesia dapat terseret ke pusaran konflik Laut Cina Selatan. Saat itu kapal Penjaga Pantai Cina nekad merangsek masuk teritori RI untuk mencegah upaya penangkapan KM Kway Fey yang melakukan illegal fishing oleh pihak Satgas KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan TNI AL. Dan sangat diyakini bila meletus peperangan di kawasan yang disengketakan enam negara tersebut, maka Indonesia akan terimbas langsung.
Baca juga: Yakhont – Rudal Jelajah Supersonic TNI-AL
Peristiwa 27 Mei 2016
Frigat KRI Oswald Siahaan 354 melakukan aksi penangkapan illegal fishing kapal nelayan Cina di Laut Natuna. Sebuah aksi yang dramatis, melalui proses pengejaran dan tembakan peringatan, serta dibayangi kapal penjaga pantai Cina. Sebagai informasi, KRI Oswald Siahaan (OWA) 354 adalah satu-satunya kapal perang TNI AL pengusung rudal anti kapal Yakhont. (Haryo Adjie)
Sepertinya negara2 asean perlu membentuk organinasi pakta pertahanan bersama semacam NATO biar bisa membendung arogansi china akhir2 ini.klo asean tidak bersatu,kita bakalan kesulitan mengatasi adidaya yg lagi ” naik daun ” ini.
Masalahnya adalah beberapa negara asean mempunyai tujuan yang hampir sama dengan china ingin menguasai lcs
Penguasaan LCS oleh negara-negara ASEAN berdasarkan UNCLOS justru minim konflik. Kita yang merintis penguasaan ZEE ala UNCLOS sejak tahun 80-an ga ada masalah dengan Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Timor Leste dan Australia. Hanya dengan Palau yang kita belum sepakat.
Yang bikin masalah itu justru nine dash line ala Cina yang sebenarnya mencaplok ZEE negara-negara ASEAN dan sebagian ZEE Indonesia di utara Natuna.
Melawan china dengan produk china (?)
hahaha Anda betul, ini biar membuka mata DepHan, agar ga usah diteruskan belanja produk cina lagi. Emang mau pas ada konflik sama cina nantinya, alutsista nya mogok ga ada suku cadangnya. Tuh namanya goblok dipiara 🙂
Pemerintah harus tegas terhadap kedaulatan wilayah zee d natuna. Bukti dengan pongahnya costguard china masuk k zee untuk membebaskan kapal nelayan yg d tangkap, memberikan signal ‘harus’ ada pangkalan militer d natuna. Perbanyak alutsista laut dan udara dan latihan militer d laut natuna hrs lebih sering dilakukan.
Ini lebih serius daripada insiden Ambalat.
Memang harus tegas dengan Cina.
Melihat posisi dan nilai strategisnya Lanal Ranai harus ditingkatkan menjadi Lantamal. Harus ada PKR yang siap meronda ZEE maupun Laut Teritorial di sekitar Natuna.
sepertinya posisi indonesia agak di untungkan apabila terjadi sengketa dengan cina dengan sikap politik bebas aktif karna hampir semua anggota asean bersengketa dengan cina di tambah adanya as dan jepang dan korea dalam hal strategi pertahahanan kita di untungkan dengan adanya ini …ini pun menjadi sinyal halus bahwa kekuatan maritim itu penting dan menyadarkan pemerintah bahwa alutsista yang punya efek deteren akan sangat di perhitungkan sebelum perang atau terjadinya kejadian seperti ini
Untuk menghadapi China lebih baik menggunakan persenjataan dari barat, karena China sudah sangat akrab dengan senjata Rusia.
sama seperti Vietnam yang meminta bantuan As dan Eropa untuk menghadapi China
Dari barat diembargo. Pakai buatan Rusia gpp. Kunci di Rusia bukan di china. Tapi itupun alutsista tertentu yg vital seperti pesawat tempur /helikopter yang butuh kecanggihan radar dan sebagainya.. Makanya pesawat jet tempur versi ekspor dinamakan berbeda seperti SU 30MKI =Tambahan MKI itu versi yg diekspor ke Indonesia.. Senjata boleh sama.. Tapi radar bisa sama tapi mode penghilangan jejak radar dan elektronik bisa saja berbeda ini mencegah bila suatu saat negara pembeli berhadapan dengan Rusia sendiri mereka bisa punya keunggulan.
Saya berpendapat gunakan organisasi regionall yg telah ada yaitu ASEAN. Dorong negara2 ASEAN untuk berkerjasama dalam menghadapi sengketa ini. Indonesia tidak dapat menghadapi sengketa ini sendirian begitu pula Filipina, Vietnam, dan lain2. Yang menjadi permasalahannya mau kah negara2 ASEAN lainnya berkerjasama, menurut saya pribadi bila di tingkatan atas atau pemerintah tidak masalah, yg masalah ada tingkat bawah buktinya ciba lihat grop sebelah bilang nama negara aja enggak bener bagaimana kita dihormati kalau begitu.
Dan Boikot produk China. (sebagai protes)
Menghadapi kapal2 nelayan cina yang brutal begini masih berpikir membeli Beriev yang digadang-gadang “bisa mendarat dilaut dan langsung melakukan penindakan”…?
Semoga saja yang ngotot mengusulkan mau menjadi pilotnya…
Betul bung TN, Beriev Be-200 hanya tahan gelombang 1 meter, makanya meskipun sangat murah tapi tidak laku, banyak negara menyukai ShinMaywa US-2 yang tahan 3 meter, bahkan ada kejadian tahan sampai 4-5 meter, meskipun US-2 sangat mahal.
kasihan pilot kita jadi korban keputusan gila para memimpinnya, gara gara mencari uang masuk kantong besar.
India yang Pro Rusia malah beli US-2 18 unit, juga kabarnya Vietnam dan Filipiina
Beli Beriev itu buat pemadaman kebakaran hutan itu penting juga.. Dulu Indonesia pernah sewa.. . Lain persoalan dengan pencurian ikan.
Melawan cina dengan senjata cina
modernisasi kekuatan laut dan udara mutlak harus segera dilakukan sebelum situasi berubah menjadi kritis dan terlambat.
@admin
Bung admin yang terhormat,
Baru kemarin ada yang gembar-gembor meneriakkan bahaya bangkitnya komunisme di bumi pertiwi.
Sekarang giliran komunisnya datang beneran (nelayan asal negri komunis), menguras hasil laut nusantara….lho-lho yang kemarin gembar-gembor kemana nih, kok malah tidur pulas gak ada suaranya?
Bung Jawab Jujur, dari dulu yang paling vokal dan suka berteriak bahaya komunis adalah TNI. Kali ini TNI sudah bertindak tegas. Masih kurang apalagi?
Justru saya heran dengan mereka yang suka suka berteriak “ganyang xxx” bahkan untuk hal-hal sepele antar dua negara, tapi giliran berhadapan dengan Cina ga ada suaranya. Beraninya cuma dengan negara kecil??
Langkah yang bijak telah dilakoni TNI AL dalam menghadapi provokasi CCG, selanjutnya kita menunggu peran apalagi yang akan dilakukan oleh pihak China. Sekarang mereka menemukan lawan sesungguhnya
gurita hitam….
itu lambang pasukan ? atau apa ya….?
Hail Hydra hehe