LAPAN LSU-03 NG: Siap Perkuat Kemampuan Intai Kodam di Perbatasan
|Selain drone Wulung yang telah beroperasi, di Indonesia ada beberapa jenis prototipe fixed wing UAV (Unmanned Aerial Vehicle) produksi Dalam Negeri yang masuk kategori ‘papan atas,’ sebut saja LSU-05, OS-Wifanusa dan Super Drone. Ketiganya punya kapabilitas yang lumayan baik dari sisi jarak jangkau, endurance dan payload. Namun guna menyesuaikan kebutuhan pasar, institusi pengembang drone menyajikan beberapa alternatif varian drone agar match dengan kebutuhan operasi dan tentunya budget.
Baca juga: OS-Wifanusa – Prototipe Drone Pesawat Amfibi Untuk Misi Intai Maritim
Baca juga: Super Drone TNI AD – Andalkan Tangki Bahan Bakar Cadangan dan Kendali via BTS
Salah satu institusi di Dalam Negerin yang punya rekam jejak pada pengembangan drone adalah LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Sejak tahun 2014, LAPAN cukup gencar menggelar riset UAV, sebagai wujudnya munculah keluarga drone LSU (LAPAN Surveillance UAV). Koleksi drone besutan LAPAN dimulai dari LSU-01, LSU-02, LSU-03, LSU-04, dan LSU-05. Dari kelima tipe drone LAPAN, LSU-02 dan LSU-05 adalah yang paling dikenal publik. LSU-02 menjadi drone pertama yang berhasil take off dari kapal perang TNI AL, yakni KRI Diponegoro 365. Sementara LSU-05 sebagai penyandang spesifikasi tertinggi dari keluarga LSU, digadang mampu terbang 8 jam dengan jarak jangkau hingga 800 km.
Baca juga: LAPAN LSU-02 – UAV Pertama yang Take Off dari Kapal Perang TNI AL
Di jenis lain, LAPAN juga tak ketinggalan menggarap pengembangan LSU-03. Dengan dimensi yang lebih kecil dari LSU-05, LSU-03 dalam serangkaian uji coba sanggup membawa muatan (payload) hingga 10 kg. LSU-03 secara teknis punya kecepatan jelajah 100 km per jam dan kecepatan maksimum 150 km per jam. Menggunakan tenaga mesin piston 2 tak 100 cc dan pusher propeller 24×12, plus kapasitas bahan bakar Pertamax Plus 7 liter, LSU-03 generasi awal sanggup terbang radius 350 km. Untuk sumber listrik, drone ini memakai baterai Lippo.
LSU-03 NG
Mungkin karena dianggap punya potensi pasar cukup besar, LAPAN di periode 2015 – 2016 kembali mengembangkan kemampuan LSU-03. Masih menggunakan mesin dan kapasitas bahan bakar yang sama, LAPAN kini telah sukses meluncurkan versi LSU-03 NG (Next Generation). Dengan atribut NG, LSU-03 dipercaya sanggup punya jarak tempuh lebih jauh dan payload lebih besar. Bila di versi awal, LSU-03 hanya sanggup menempuh 350 km plus payload 10 kg, maka di LSU-03 NG jangkauan terbang bisa digenjot hingga 600 km, endurance sampai 6 jam, plus payload menjadi 24 kg.
Baca juga: LAPAN LSU-05 – UAV dengan Kemampuan Terbang 8 Jam dan Jarak Jangkau 800 Km!
Peningkatan performa LSU-03 NG dipercaya berkat beberapa modifikasi yang dilakukan untuk meringankan bobot pesawat saat mengudara. Salah satunya adopsi material GFRP (Glass Fiber Reinforced Polymer) dengan menggunakan ply-wood sebagai penguat dengan konsep semi monocoque. Teknologi material yang serupa telah digunakan pada drone LSU-05.
Meski tidak disebutkan berapa unit yang diproduksi, LSU-03 NG kini telah merampungkan tahap fliht test, dan masuk dalam masa produksi untuk memperkuat kebutuhan Kodam (Komando Daerah Militer) TNI AD. Bersama dengan drone Wulung dan Rajawali 330, LSU-03 NG dipersiapkan untuk meronda area perbatasan di Kalimantan dan Papua. Seperti dikutip dari lapan.go.id (10/2/2016), LSU-03 NG juga dirancang melakukan pemantauan kebakaran hutan, banjir, kondisi kepadatan jalur lalulintas, daerah perbatasan, tanah longsor, gunung berapi, dan laut.
Baca juga: Perkuat Surveillance di Perbatasan, Menhan Pesan Drone Rajawali 330
Baca juga: UMS Skeldar Mulai Latih Awak Drone Rajawali 330 TNI AD
LAPAN juga telah menyelenggarakan pelatihan kepada 10 Kodam di Indonesia. Sebagai operator drone adalah Direktorat Topografi Tentara Nasional Indonesia (Dittop) Angkatan Darat. Dalam pelatihan, para peneliti dan perekayasa LAPAN telah memberikan pelatihan yang berkaitan dengan teori Ground Control Station (GCS) yang menggunakan software Mission Planner. Kegiatan telah berlangsung pada 2 hingga 8 Februari 2016 di Pameungpeuk, Jawa Barat. LSU-03 NG saat ini dalam proses produksi oleh mitra LAPAN UKM CV Mandiri Mitra Muhibbah dalam proses hilirisasi.
Baca juga: Tantangan Dibalik Sistem Kendali dan Komunikasi Data UAV
Pelatihan ini meliputi keterangan fitur dan setting parameter penerbangan autonomous dengan Mission Planner Sebagai Ground Control Station (GCS), prosedur koneksi GCS dengan autopilot UAV, perencanaan jalur terbang, serta praktik simulasi dan terbang. Pelatihan dan uji terbang ini sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengoperasian LSU.
Nah, untuk jenis payload yang bisa dibawa LSU-03 NG juga tak beda dengan drone-drone lainnya, masih berkutat pada kesiapan untuk di install kamera pengintai dan sensor FLIR (Forward Looking Infrared). Untuk kemampuan anti jamming dan proses kendali tak ada bedanya dengan drone lain, pada saat take off dan landing mengggunakan kendali manual remote control. Sementara saat mengudara bisa dilakukan lewat mode full control dari GCS atau menjalankan mode autonomous dengan GPS waypoint.
Bila kelak TNI/Kemhan telah mengoperaskan satelit militer, maka bukan tak mungkin drone ini dapat beroperasi diatas belantara Papua, sementara pilot di GCS beserta unsur Kodal berada di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta. (Gilang Perdana).
Baca juga: 2019! Satelit Militer Indonesia Resmi Mengorbit di Luar Angkasa
Saya prihatin dengan seringnya penghadangan TNI di papua atau poso yang makan korban jiwa .Seharusnya LAPAN;/DI merancang QUADCOPTER DRONE kecil tapi bersenjata . Bisa di bawa seperti tas ransel okeh seorang prajurit .
Begitu ada penghadangan drone ini langsung di luncurkan untuk mengetahui posisi Pengacau ,menghadang pelarian ,dilengkapi pengeras suara yang bisa di gunakan untuk meminta mereka meletakkan senjata dan menyerah .Drone hover di atas mereka sampai anggota datang untuk menangkap mereka hidup-hidup . Atau jika masih berusaha melarikan diri ,terpaksa di habisi dengan senjata yang ada pada drone tersebut .
Nyawa prajurit itu mahal,berapa banyak biaya telah di keluarkan dalam mendidik prajurit belum lagi keluarganya yang mengantungkan hidup padanya.
Jika ingin di buat pasti bisa dan mampu ,tinggal kemauan dari negara ini melindungi prajuritnya.
Semoga penggunaan drone bisa dimaksimalkan, untuk kebutuhan patroli perbatasan, saya juga punya drone tp msh kelas wl toys dg radius 150 m aja sudah bisa ngawasin tetangga hihihi
tulisan yg menarik Bila kelak TNI/Kemhan telah mengoperaskan satelit militer, maka bukan tak mungkin drone ini dapat beroperasi diatas belantara Papua, sementara pilot di GCS beserta unsur Kodal berada di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta. wah segede apa itu min UAV nya.terbang dari jakarta dan beroperasi di belantara papua.. ?
Mas @Rico, pertanyaannya sangat menarik 🙂 Tentu saja bukan drone yang terbang dari Jakarta ke Papua, drone tetap take off dan mendarat dari Bumi Papua. Kami contohkan, drone tempur (UCAV) yang beroperasi di Afghanistan, itu pilot (operatornya)-nya justru ada di daratan Amerika Serikat. Hal tersebut mengacu pada koneksi NLoS (Non Line of Sight) yang dijalankan via satelit. Untuk lebih jelasnya bisa menyimak detailnya di http://www.indomiliter.com/wulung-uav-tantangan-dibalik-sistem-kendali-dan-komunikasi-data/
Hmmm Amiin semoga terlaksana,dan mengurangi biaya meronda di wilayah perbatasan 🙂
Di Papua sudah ada Lanud tipe A yaitu Jayapura; dan Lanud tipe B yaitu Biak dan Merauke. Sudah ada batalyon Paskhas lho di sana.
Tipe A dan tipe B tersebut seharusnya sudah mendukung operasional skadron udara yang berbasis di lanud tersebut.
Jadi betul admin bahwa pesawat dapat berbasis di Papua untuk efisiensi dan efektivitas misalnya bahan bakar dan jam terbang, sedangkan pengendalian dapat dilakukan dari Jakarta atau tempat lain.
mungkin ada hubungannya dengan BRISat yang berada di atas papua
http://www.indomiliter.com/brisat-akankah-jadi-satelit-komunikasi-utama-tni/
Min saya dengar indonesia kembali melirik kilo class apa benar?
Kalau melirik sih iya, tapi kalau kepastian jadi beli atau tidak yang masih tanda tanya sampai saat ini 🙂
Yaa…kok tdk jadi…
Min bagai mn perkembngan uav heron?..
kok tdk kedengaran lagi
Heron tidak jadi dibeli mas @Saiful, sebagai gantinya TNI AU kini diperkuat drone andalan yang juga buatan Israel, yakni Aerostar, berikut ini artikelnya http://www.indomiliter.com/aerostar-tuav-drone-intai-andalan-skadron-udara-51-tni-au/
min request artikel tentang cammo TNI dong.. macam cammo kostrad yg keren itu, dan cammo TNI umum yg denger2 katanya ganti?