KSAL Sebut Indonesia Belum Punya Alat Pendeteksi Kapal Selam Asing, Padahal Sudah Dicanangkan Sejak 2017

Pernyataan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI di Senayan, Jakarta (28/4/2025) mengejutkan jagad netizen pemerhati alutsista, pasalnya KSAL menyebut pihaknya belum memiliki alat sonar pendeteksi kapal selam asing, padahal Indonesia yang memiliki alur laut (Alur Laut Kepulauan Indonesia/ALKI) menjadi wilayah yang kerap dilintasi kapal selam asing.

Baca juga: Ilmuwan Cina Temukan Solusi Berbasis ‘Jejak Magnetik’ untuk Mendeteksi Keberadaan Kapal Selam Seawolf Class

Seperti dikutip Detik.com, KSAL mengatakan pihaknya telah mengajukan alat pendeteksi tersebut kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). Mulanya, Ali mengatakan saat ini TNI AL tengah meningkatkan kemampuan Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) yang ada di Mabes AL maupun sejumlah armada.

Ali menjelaskan Sistem Pusat Komando Pengendalian TNI Angkatan Laut (Sispuskodal) disiapkan untuk mendukung konsep pemantauan keamanan laut. Sispuskodal digunakan agar pemantauan angkatan laut dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, adaptif, responsif dan inklusif.

“Integrasi pembangunan Sispuskodal tahap I, saat ini meliputi peningkatan kemampuan server, integrasi 7 satker TNI AL, kemudian peningkatan kemampuan penginderaan jarak jauh dengan satelit,” jelasnya.

Ilmuwan Cina Adopsi Teknologi Seluler 6G untuk Mendeteksi Keberadaan Kapal Selam

“Kemudian perkembangan intelijen multimedia komunikasi, pengembangan intelijen sosial media analisis, dan peningkatan kemampuan tools monitoring dan analisa untuk memandu dan pengendalian TNI Angkatan Laut,” sambungnya. Ali kemudian memaparkan capaian Sispuskodal. Ali mengatakan pencapaian pengawasan bawah laut wilayah Indonesia 0%.

“Capaian Sispuskodal secara komprehensif dalam aspek pengawasan jarak jauh mencapai 50%, kawasan pesisir dan perairan teritorial 30%, pengawasan bawah laut 0%,” kata Ali. “Ini pengawasan bawah laut kita belum memiliki sensor sama sekali, baru pengajuan ke Kementerian Pertahanan,”ujarnya.

Bukan Lewat Selat Malaka atau Selat Sunda, Kapal Selam Nuklir Cina Mungkin Pilih Lintasi Selat Lombok

Ali mengakui TNI AL masih kesulitan mendeteksi adanya kapal selam asing yang mendekat wilayah laut Indonesia. Hal itu, kata dia, lantaran belum adanya alat pendeteksi kapal selam milik TNI AL.

“Jadi harusnya ada fixed detect sonar, jadi yang dipasang di bawah laut, tapi kita belum memiliki sehingga mungkin kelemahan kita dipendeteksi kapal selam asing yang melalui ALKI itu kita tidak bisa monitor,” tuturnya.

Padahal rencana TNI AL untuk mempunyai sistem pendeteksi kapal selam asing telah mengemuka sejak tahun 2017. Saat itu dikabarkan pemerintah akan memasang instalasi sonar dasar laut atau ‘deep ear’ di ALKI. Hal itu diutarakan Panglima Armada Indonesia kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Aan Kurnia,

Bukan Hanya Decoy, Kapal Selam Juga Mampu Mengirimkan Sinyal ke Permukaan Lewat Perangkat Ini

“Kalau proses berjalan dengan lancar, instalasi tersebut akan dipasang di titik-titik selat strategis ALKI. “Jadi (instalasi sonar) itu akan memagari selat-selat kita,” ujar Aan usai bertemu Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Pandjaitan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Jakarta, Senin (31/7/2017).

ALKI I dan ALKI II memang menjadi perlintasan yang paling ramai. Selama ini, patroli kapal perang TNI AL beberapa kali mendeteksi kapal selam negara asing melintas di bawah laut pada beberapa titik ALKI. Masalahnya, kapal perang tidak dapat berpatroli terus menerus karena secara berkala harus kembali ke pangkalan.

ALKI terbagi menjadi tiga perlintasan. ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda, dan Samudera Hindia. ALKI II melintasi Samudera Pasifik, Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok, dan Samudera Hindia. Sementara ALKI III melintasi Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu, Samudera Hindia.

Ilmuwan Cina Temukan Solusi Berbasis ‘Jejak Magnetik’ untuk Mendeteksi Keberadaan Kapal Selam Seawolf Class

Dengan sonar dasar laut, maka pemantauan terhadap kapal permukaan maupun kapal selam yang melintas dapat dilakukan secara terus menerus selama 24 jam tanpa perlu mengirim kapal perang ke lokasi.

Sebagai tahap awal, sonar dasar laut akan dipasang di Selat Sunda yang berada di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Lokasi lain yang akan dipasangi alat ini adalah Selat Lombok yang diapit Pulau Bali dan Pulau Lombok. Kedua selat tersebut lumayan sering dilintasi kapal perang asing, diantaranya kapal selam yang datang dari dan menuju Australia serta Samudera Hindia.

Di tahun 2017, belum ada informasi jenis teknologi sonar dasar laut yang akan digunakan, namun penempatan sonar dasar laut untuk mendeteksi pergerakan kapal selam bukan sesuatu yang baru dalam jagad Anti Submarine Warfare (ASW).

Seperti Amerika Serikat sejak tahun 1949 telah menggelar proyek SOSUS (Sound Surveillance System) untuk mengawasi pergerakan kapal selam Rusia/Uni Soviet di sepanjang Samudera Atlantik. SOSUS terkonsentrasi di dekat Greenland, Islandia, dan Britania Raya — disebut celah GIUK.

Mulanya dijalankan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat untuk melacak kapal selam Uni Soviet yang harus melewati celah tersebut agar mereka dapat disergap di sebelah barat. Lokasi lain di Samudra Atlantik dan Pasifik juga memiliki stasiun SOSUS. (Bayu Pamungkas)

Pantau Pergerakan Kapal Selam Asing, TNI AL Berniat Adopsi “SOSUS” di ALKI

9 Comments