KRI Panah 626 Tuntaskan Sea Trial, Kecepatan Maksimum Melampaui Yang Disyaratkan dalam Kontrak
|Di awal 2023 ini, ada kabar dari PT PAL Indonesia, bahwa Kapal Cepat Rudal (KCR) 60M ke-6, yakni KRI Panah 626 berhasil melakukan uji pelayaran dengan performa baik. Setelah Desember 2022 yang lalu, sister ship nya KCR 60M ke-5 KRI Kapak 625 menutup akhir tahun 2022 juga dengan keberhasilan uji pelayaran dengan mencapai hasil optimal.
Uji pelayaran atau yang juga dikenal dengan Sea Acceptance Test (SAT) adalah pengujian kapal dan sistemnya dalam rangka memastikan kapal yang dbangun sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipesan. Uji pelayaran KRI Panah 626 dilaksanakan selama tiga hari (11 – 13 Januari 2023).
SAT dilaksanakan untuk memastikan poin-poin penting yang mendukung performa utama kapal, yakni baik kecepatan, performance, endurance, serta kemampuan berbagai manuver kapal pada kapal yang telah dilengkapi senjata utama.
“KRI Panah 626 telah sukses menjalankan Sea Acceptance Test (SAT) dengan mampu mencapai kecepatan rata-rata yang melebihi kecepatan yang disyaratkan dalam kontrak. Hal ini tentu menjadi bukti bahwa dari sisi desain, performance dan balance tidak ditemukan masalah berarti, justru pencapaian ini menjadi wujud improvement terhadap varian KCR 60M,” ujar Iqbal Fikri selaku Chief Operating Executive (COO) PT PAL Indonesia.
Pengujian yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut menuai hasil yang memuaskan baik bagi PAL selaku builder maupun bagi Kementerian Pertahanan RI sebagai user. Rangkaian pengujian kali ini terdiri atas performa kapal dalam keadaan muatan penuh (full load), dimana capaian kecepatan yang mampu ditorehkan oleh KRI Panah 626 yakni rata-rata 29,1 knots pada kondisi kapal full load progresif 100 persen.
Capaian kecepatan di atas telah melampaui yang disyaratkan pada kontrak (28 knots). Tidak hanya itu, hasil memuaskan juga ditunjukkan melalui hasil pengujian pada total ship performance test yang terdiri dari stopping test, reversing test, dan crash stop astern test.
KRI Panah 626 ditenagai 2x mesin diesel MTU 16V400M73L yang menghasilkan tenaga 3.900 BHP. Kecepatan patroli kapal ini adalah 15 knots, kecepatan jelajah 20 knots dan kecepatan maksimum 28 knots. Jarak jelajah KCR60M mencapai 2400 nautical mile (4444 km) dan endurance berlayar selama 5 hari.
Dengan pengalaman PAL dalam mengembangkan produk KCR 60M yang terus bertansformasi, Iqbal Fikri menyebut, “Saat ini PT PAL tengah mengembangkan desain KCR next generation, dimana dilakukan perbaikan pada hull form dan sistem penggerak yang menjadikan kapal lebih lincah dan mampu mencapai kecepatan lebih dari 35 knots” ungkapnya.
Sebagai salah satu state of the art PT PAL Indonesia, KRI Kapak 625 dan KRI Panah 626 merupakan proyek pengadaan paling lengkap, dimana keseluruhan rancang bangun kapal perang sekaligus pemasangan senjata dilakukan dalam satu kontrak.
Baca juga: Kecepatan Kapal Jadi Dilema di Satuan Kapal Cepat TNI AL
Suksesnya uji pelayaran (SAT) ini diharapkan dapat menjadi awal yang baik dari rangkaian pengujian mendatang, salah satunya yakni uji penembakan senjata utama. Seperti diketahui, KRI Panah 626 mengusung senjata utama berupa meriam Bofors 57mm Mk3 yang telah mengadopsi sistem penembak otomatis. (Gilang Perdana)
min, proyek arrowhead ngga ada kabar kah?
👍👍👍
kalau kecepatan meningkat dengan spek mesin dan Cd (aerodynamic). Kalau mau meningkat lagi kecepatan di atasnya, desain bentukan di depan kapal perlu dilancipkan supaya membelah angin dengan lembut sehingga meningkat kecepatan lebih lagi.. saya pernah nonton nation geographic ada test top speed mobil porsche yang memutar sirkuit oval, (lupa top speed brp). kalau udah sampai 290km/jam, masih disetting mesin, meningkat jadi 300km/jam, masih dicari utk meningkat kecepatan, 2 spion kanan kiri dilepas. kecepatan malah mencapai 310 km/jam.. itu berkat tidak ada “tembok” yang menciptakan penahanan oleh angin. nah usahakan agar bangunan kokpit, menara, dibuat lancip di depan supaya angin dipecahkan lembut, menciptakan bisa saja 32knot.. ilmu aerodynamis sudah ada di ajang balapan F1 dan aerospace..
Jika Indonesia memiliki 15 LANTAMAL. Jika 1 LANTAMAL membutuhkan minimal 6 unit yang dikomandani oleh perwira menengah berpangkat mayor, maka diperlukan 90 KCR 60. Untuk mempercepat maka harus didistribusikan pengerjaannya ke galangan2 kapal swasta dengan tetap diawasi oleh PT. PAL. Lalu PT. PAL bisa fokus ke kapal yang lebih besar lagi seperti light fregat SIGMA KRI REM ke atas.
Lalu kapal2 LCS atau korvet di serahkan ke swasta. Jika 1 LANTAMAL butuh setidaknya 3 unit LCS dan 9 unit untuk KOARMADA maka diperlukan (15 x 3) + (3 x 9) = 72 kapal LCS (korvet).
Utk 3 KOARMADA diperlukan kapal light fregat minimal 6 unit, total 18 unit. Dan 6 heavy fregat dengan total yang sama 18 unit.
Karen setiap KOARMADA harus memiliki setidaknya 3 satuan armada tempur ringan yang dikomandani oleh seorang komodor bintang 1 yang terdiri dari 1 kapal LPD kelas berat min 168 meter dengan komandan Kolonel, 1 kapal heavy fregat dengan komandan kolonel senior (wakil komandan satuan armada tempur), 1 kapal light fregat dengan komandan kolonel, 1 kapal selam diesel elektrik dengan komandan mayor, 1 kapal selam tanpa awak, 1 kapal bantu cair yang juga berfungsi sebagai kapal dermaga kapal selam dengan komandan letkol, 1 batalyon marinir dengan komandan letkol, 1 skuadron mini (berkekuatan 12 herikopter) terdiri helikoper angkut dan serang maritim dengan komandan mayor, dan pendukung lainnya.
Jadi tidak usah menghayal dulu untuk destroyer dan LHD ya. Yang gampang dikejar dan diwujudkan dulu aja. Termasuk bisa produksi rudal anti kapal seperti C705 yang diperbesar. Kenapa harus C705 ? Ya karena rudal tersebut bisa di pasang boster untuk memperjauh sasaran tembak, Jadi bisa hemat biaya. Tanpa boster sasaran tembah minimal harus di 200 km ( INGET C705 yang diperbesar). Dengan boster bertambah bisa mencapai 350 km ( jangkaun boster 150 km ). Kelas fregat dengan boster ( lebih panjang kontenernya ), kelas KCR tanpa boster lebih pendek kontenernya. Penggunaan boster bisa menghemat biaya perawatan dari propelan yang memiliki umur pemakaian.
Andaikan ditingkatkan kemampuan KCR 60M di pasang sonar AKS dan RCWS rudal sadral mistral 3 RC, Joss dah bisa patroli mandiri selain mengawasi laut, juga mengawasi dasar laut Indonesia
Oho, hari gini masih ada yg nawarin C-705?? Udah tau gagal proyek ToTnya, negara asal udah gak pake, Pernah delay 5 menit waktu life fire ditonton Ama Pak Presiden lagi. Udah lah, beli yg paten-paten aja kayak Exocet,NSM atau RBS-15. Bisa juga ambil Neptune yg udah teruji battle proven nenggelamin Kapal Cruiser Moskva. Kalo Moskva aja bisa tenggelam, apalagi sekelas Type 055 Renhai class dan yg dibawahnya macam Type 054 dan Type 052D.
Yg bilang Destroyer/heavy Fregate dan LHD gak perlu berarti itu orang terlalu mengecilkan kebutuhan dan kemampuan anggaran TNI. Asal tau aja, per tahun itu anggaran TNI dapet USD 8-9 Billions dan Pinjaman sekitar USD 8 Billions pertahun. Totalnya bisa sampai USD 16-17 Billions pertahun. So far, bisa lah Indonesia beli Heavy Fregate/Destroyer dan LHD. Indonesia sangat butuh karena bentuk negara ini sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, 2/3 wilayahnya adalah lautan luas. Indonesia butuh kapal Heavy Fregate/Destroyer yg bisa memuat VLS dalam jumlah banyak dan dibutuhkan untuk payung udara serta body yg besar sehingga mampu melakukan patroli lepas pantai hingga ZEE dalam waktu yg lama. LHD jelas dibutuhkan untuk payung udara khususnya untuk mendapatkan keunggulan udara dalam pertempuran modern, memiliki landasan terapung yg bisa bergerak bebas di manapun hot spot berada sesegera mungkin.
@ersat
C705 tunggu RE kelar. Tapi kemungkinan bisa molor. Pilihan logis tersisa Exocet atau Atmaca
@agato
2023 & 2024 anggaran militer dikebut double karena 5 tahun pertama Jokowi modernisasi TNI era Menhan RR tidak jalan. Porsi anggaran modernisasi banyak dialihkan ke program gaje seperti bela negara dll. Disamping itu ada program peningkatan infrastruktur pertahanan dari lanud, pelabuhan, peningkatan jumlah komando dll
@boby
Itu sudah masuk level korvet. Kita sudah punya desain korvet sendiri 70 m berbasis KCR tapi pengaplikasian pertama berubah jadi kapal kepresidenan
Berharap kedepannya makin diperbanyak jumlahnya begitu juga kualitasnya terlebih jika ragam persenjataan yg diusung lebih banyak terutama utk anti serangan udara sebagai pertahanan diri apalagi kita belum punya pertahanan pantai sama sekali buat back up mereka jika kepergok fregat atau destroyer yg sudah pasti akan luncurkan rudal2 serang. Pertempuran laut Arafuru jaman dulu jelas2 dimenangkan Belanda karena kita tak punya payung udara, sekarang lebih gila lagi, drone jarak jauh yg sulit terdeteksi mampu luncurkan rudal pembunuh kapal.
rudal pake buatan swedia RBS 15 itu ringan bisa bawa banyak drpd C705
Agato,
Kapal itu semakin banyak senjatanya semakin jadi high value target.
Demikian pula untuk kapal angkut semakin banyak dia bisa muat kendaraan dan pesawat maka juga akan jadi high value target pula.
Jadi baik destroyer maupun LHD adalah kapal2 high value target. High value target bagi siapa? Bagi sasaran torpedo yang diluncurkan dari kapal selam.
Oleh sebab itu sebelum mengadakan LHD dan destroyer, siapkan dulu alutsista dengan kemampuan peperangan bawah air. Jadi adakan dulu pesawat ASW seperti P8 Poseidon dan banyak helikopter ASW MH60R Romeo berikut torpedonya. Lengkapi pula KAL PC 28 kita yang banyak itu dengan sonobuoy yang bisa dilemparkan ke laut. Jadi kapal2 selam yang sembunyi di selat2 kecil bisa terdeteksi. Kalau mau kapal2 PC 40 kita bisa dilengkapi pula dengan sonobuoy dan sepasang torpedo ringan.
Jadi daripada menunggu tambahan kapal selam yang mahal biaya dan nggak tau jadinya kapan, lebih baik beli helikopter ASW yang banyak, beli sonobuoy yang banyak dan beli torpedo ringan dan peluncurnya yang banyak. Bikin helikopter, sonobuoy dan torpedo itu lebih cepat daripada bikin kapal selam.
Perbanyak dan lengkapi dulu alutsista anti peperangan bawah air sebelum bikin destroyer dan LHD. Jika tidak maka destroyer dan LHD akan jadi sasaran empuk torpedo kapal selam.
@TN: itu harusnya dilakukan secara paralel. Harus dilakukan secara bersamaan. Gak mungkin kan ngadain Heli MH60R kalo lepas landas masih dari daratan. Sekelas MH60R butuh kapal dg helipad dan hanggar untuk minimal bisa nampung 1-2 heli medium. Menempatkannya di darat bakal bikin lama saat harus melakukan operasi.
Mendeteksi kapal LHD,Kapal Induk, Heavy Fregate atau Destroyer gak bisa langsung dilakukan tindakan apalagi jangkauan torpedo itu sangat terbatas. Bukan meremehkan ancaman kapal selam musuh yg bisa bawa rudal anti kapal/permukaan juga. Tapi setidaknya kapal-kapal dgn high value target seperti diatas pasti juga akan dilengkapi dg pertahanan bawah laut. Gak mungkin mereka akan melaju sendiri tanpa pertahanan. Heli ASW, AEW, serbu, angkut, anti permukaan dsb pasti bakal dibawa oleh kelompok kapal-kapal tersebut.
Justru ancaman dari salvo rudal lah yg bikin ngeri selain drone kamikaze. Makanya payung udara AAW itu sangat penting bagi Indonesia untuk menambal kekurangan jangkauan cover Hanud yg ada di darat yg sudah ada ataupun yg akan datang nanti.