KRI Gadjah Mada: Flagship dan Destroyer Pertama TNI AL
|
Dalam gelar kekuatan militer, adalah hal yang wajar bila suatu angkatan laut memiliki flagship. Bila dicerna lebih dalam, flagship adalah kapal utama yang punya spesifikasi persenjataan paling mumpuni di suatu armada. TNI AL, sebagai kekuatan laut terbesar di Asia Tenggara dengan sejarah panjang dalam pengabdiannya, mengenal flagship dalam beberapa periode.
Baca juga: Setelah 70 Tahun Karam, Bangkai RI Gadjah Mada Akhirnya Ditemukan
Dalam konteks kekinian, korvet kelas SIGMA (kelas Diponegoro) bisa dianggap sebagai flagship TNI AL, karena dari segi alutsista dan perangkat pendukung kapal buatan Belanda ini adalah yang paling canggih. Mundur ke dekade 90-an, frigat kelas Van Speijk yang dibeli second dari Belanda adalah yang paling canggih dimasanya. Mundur lagi ke dekade 80-an, kita mengenal frigat kelas Fatahillah (KRI Fatahillah, KRI Malayahati, dan KRI Nala) adalah kapal perang termodern dikala itu, bahkan kapal ini dibeli gres alias baru, juga dari Belanda. Bagaimana flagship TNI AL di tahun 70-an? Ada tiga perusak kawal (destroyer escort) kelas Claude Jones yang statusnya bekas pakai dari AL AS.
Dan flash back jauh ke masa lampau, saat militer Indonesia menjadi “Macan Asia” di tahun 60-an. Adalah KRI Irian menjadi flagship nomer wahid yang dipunyai TNI AL, bahkan kala itu tiada tandingan untuk penjelajah ringan ini di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Adanya flagship dalam beberapa periode, menyiratkan ‘kematangan’ TNI AL dalam menyikapi modernisasi sistem senjata sesuai jamannya.

Masih terkait flagship armada TNI AL, penulis mengajak kita semua merenung kembali ke masa lampau, bahkan sebelum era datangnya KRI Irian dan beragam alutsista buatan Uni Soviet. Bahwa di awal tahun 50-an TNI AL (kala itu ALRI) sudah pula mengenal keberadaan flagship. Mengutip ungkapan Bung Karno, Jasmerah (Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah), maka keberadaan kapal perang yang satu ini rasanya pantas diketahui seluk beluknya lebih dalam, walau sosoknya sudah tak bisa dilihat, tapi KRI (RI) Gadjah Mada, demikian nama kapal ini, menjadi cikal bakal bangkitnya modernisasi alutsista di lingkungan TNI AL.
Baca juga: Almirante Clemente Class – Destroyer Escort TNI AL dengan Cita Rasa Italia

Berawal dari Konferensi Meja Bundar
Setelah melewati perjuangan yang panjang, akhirnya Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda lewat konferensi Meja Bundar di tahun 1949. Salah satu hasil dari KMB adalah pihak Belanda menghibahkan beberapa persenjataannya untuk militer Indonesia. Selain P-51D Mustang, dan tank Sherman, Belanda juga menghibahkan kapal perusak (destroyer) kelas N pada tahun 1951. Sebelum dihibahkan ke Indonesia, nama kapal ini adalah HrMs Tjerk Hiddes. Destroyer ini aktif berperang selama Perang Dunia Kedua.
Tidak diketahui jelas berapa nomer lambung KRI Gadjah Mada. Tapi yang cukup menarik, perusak dengan 247 awak ini punya banyak “saudara,” artinya tidak dibuat dalam wujud satu unit. Dirunut dari sejarahnya destroyer kelas N dibuat di Inggris oleh galangan W. Denny & Bros, Dumbarton di tahun 1939. Jumlah destroyer kelas N total ada 9 unit, dimana kesemuanya diperuntukkan bagi AL Inggris (Royal Navy). Kesembilan kapal itu adalah HMS Noble (G84), HMS Nonpareil (G16), HMS Napier (G97), HMS Nestor (G02), HMS Nizam (G38), HMS Norman (G49), HMS Nepal (G25), dan HMS Nerissa (G65).


Menyusul berkecamuknya Perang Dunia Kedua, Inggris berinisiatif untuk menghibahkan kesembilan kapal tadi ke negara-negara sekutu, maklum saat itu sekutu harus melawan NAZI Jerman. Dua kapal, HMS Noble (G84), HMS Nonpareil (G16) dihibahkan ke AL Belanda. Kemudian lima kapal, HMS Napier (G97), HMS Nestor (G02), HMS Nizam (G38), HMS Norman (G49), HMS Nepal (G25) dihibahkan ke AL Australia, dan sisanya HMS Nerissa dihibah ke AL Polandia.
Nah, kemudian kisahnya mengerucut pada destroyer yang resmi dihibahkan ke Belanda pada tahun 1942. HMS Noble kemudian berganti nama jadi HrMs Van Galen, dan HMS Nonpareil berganti nama jadi HrMs Tjerk Hiddes. Sebelum berpindah tangan ke Belanda, kapal perusak ini aktif ‘membentengi’ Scapa Flow, yaitu pangkalan utama armada AL Inggris di pesisir utara Skotlandia, dari serangan torpedo U-Boat Jerman.

Setelah memperkuat AL Kerajaan Belanda, HrMs Tjerk Hiddes banyak ditugaskan di perairan Timur Tengah, perairan Afika Selatan, hingga palagan Pasifik. Kebanyakan misi perusak ini adalah melindungi konvoi kapal dagang dari serangan AL Jerman.
Lebih dalam tentang sosok HrMs Tjerk Hiddes, peletakan lunas pertama kapal ini dilakukan pada 22 Mei 1940 di galangan W. Denny & Bros, Dumbarton, Inggris. Kemudian selagi menyandang nama HMS Nonpareil, resmi diluncurkan pada 25 Juni 1941 dengan identitas pada lambung G-16. Seiring waktu berjalan, kapal diserahkan kepada AL Belanda pada 6 Mei 1942, kala itu sedang puncaknya Perang Dunia Kedua. Selama menjadi arsenal kekuatan AL Belanda, HrMs Tjerk Hiddes diketahui sempat beberapa kali dilakukan pergantian nomer lambung, seperti JT (Jaeger Torpedo)-5 dan D-806.
Baca juga: Jaguar Class – Generasi Awal Kapal Cepat Torpedo TNI AL
Dari sisi persenjataan, kapal perusak dengan berat kosong 1.670 ton ini dibekali senjata tempur utama berupa 6 unit meriam 4.7 inchi kaliber 120mm, 4 unit kanon Pompom MK8 kaliber 40mm, dan 6 unit kanon Oerlikon kaliber 20mm. Itu baru senjata untuk melahap target di permukaan dan udara, guna menghadapi kapal selam tersedia heavy torpedo, yakni 2 unit peluncur torpedo MK9 21 inchi, dimana tiap modul peluncur terdapat 5 torpedo yang siap dilepaskan. Menyadari tugas utamanya menghancurkan kapal selam, kapal perusak ini juga dilengkapi mortir anti kapal selam dan bom laut lewat 1 rel. Media penjejak kapal selam dipercayakan pada perangkat akustik 123 A Asdic. Dari sisi persenjataan yang melekat, sebagian besar adalah rancangan dari era Perang Dunia Pertama.
KRI Gadjah Mada
Seperti disebutkan sebelumnya, HrMs Tjerk Hiddes dihibahkan ke Indonesia pada tahun 1951. Saat itu, inilah kapal perang terbesar yang dimiliki TNI AL, maklum waktu usia ALRI masih sangat muda, selain awak yang masih hijau, umumnya kapal yang ada masih berupa tug boat yang dipersenjatai kanon ringan. Adanya KRI Gadjah Mada adalah berkah tersendiri, sekaligus lompatan teknologi yang besar pada masa itu.
Senjata andalan pada KRI Gadjah Mada adalah 6 unit meriam 4.7 inchi Vickers MK XIV kaliber 120mm, Meriam Vickers MK XIV ini menggunakan pola tembakan semi otomatis, mempunyai jarak tembak maksimum 14.632 meter, dan jarak tembak efektif 9.144 meter. Sisa kapalnya memang tidak dapat kita jumpai, karena sudah di scrap pada 1961. Tapi sisa meriam 120mm-nya masih dapat Anda lihat hingga kini, yakni di Museum Satria Mandala. Meriam ini sekaligus menjadi koleksi meriam terbesar di museum tersebut.

Usia mesin turbin yang cukup tua, biaya operasional yang tinggi, serta sistem senjata yang sudah ‘kuno,’ menjadi dasar dibesituakannya Gadjah Mada. Sebelum di scrap, kabarnya kapal ini sempat dijadikan kapal latih. Mengenai penugasan dalam operasi militer, KRI Gadjah Mada dilibatkan secara penuh dalam mendukung penumpasan PRRI Permesta tahun 1958.
Nama Gadjah Mada, setidaknya dua kali dipakai dalam arsenal ALRI (TNI AL), sebelumnya ada RI Gadjah Mada dalam wujud tug boat yang dipersenjatai kanon Oerlikon 20mm, kapal ini rusak dan tenggelam dalam pertempuran di laut Cirebon pada 5 Januari 1947. Kemudian nama Gadjah Mada ‘dibangkitkan’ kembali untuk sosok destroyer pertama TNI AL.


Selain KRI Gadjah Mada, TNI AL mendapatkan lagi generasi destroyer, yakni kelas Almirante Clemente (2 unit) buatan Italia, didatangkan pada periode 1957 – 1959. Kemudian menyongsong operasi Trikora, TNI AL kedatangan destroyer kelas Skorry (8 unit) buatan Uni Soviet yang dibeli RI dari Polandia di tahun 1964. Dan terakhir, di tahun 70-an TNI AL memiliki perusak kawal kelas Claude Jones (4 unit), armada destroyer escort ini mengakhiri pengabdiannya pada tahun 2003 lalu. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Catatan: Di tahun 60-an dan sebelumnya, identitas kapal perang Indonesia disebut RI (Repoeblik Indonesia) dan belum menjadi KRI (Kapal Perang Republik Indonesia), penulisan KRI Gadjah Mada dan KRI Irian pada tulisan ini lebih untuk memperkuat pemahaman bagi pembaca secara luas, karena penyebutan identitas KRI dipandang lebih populer.
Spesifikasi KRI Gadjah Mada
- Tipe : Destroyer
- Dimensi : 99,5 x 10,9 x 2,74 meter
- Berat kosong : 1.670 ton
- Berat penuh : 2.330 ton
- Mesin : 2 steam turbin dengan dua baling-baling
- Tenaga : 4000 hp
- Kecepatan max : 36 knots
- Kecepatan Jelajah : 15 knots
- Kapasitas BBM : 611 ton
- Jarak Jelajah : 5.400 nm
- Awak : 183 – 247 orang
Kalau sekarang beli destroyer ngga perlulah… selain harganya mahal, laut kita juga kebanyakan dangkal. Menurut saya lebih baik beli frigate baru dengan kemampuan stealth dan dilengkapi rudal VLS untuk mengganti Ahmad Yani class sebanyak 6 unit. Kalo beli dari negara2 Eropa Barat dirasa mahal mungkin bisa beli dari RRC? Kita jangan termakan omongan Amerika yang bilang RRC harus ditakuti. Justru kita harus pandai2 memanfaatkan USA, Russia, dan RRC supaya kita bisa memperoleh senjata2 dari mereka dengan harga murah.
Sepertinya KCR memang pantas untuk digunakan di indonesia melihat keadaan indonesia yang sekarang ini, selain irit uang (karna badannya kecil), juga cocok untuk perairan indonesia yang banyak berupa selat dan lainnya (airnya tidak terlalu dalam).
jika tidak membaca kita gak tau kalo kita belum punya destroyer sekelas kri Gajah mada, kenapa ya? padahal ini kapal perang pemukul utama dengan kemampuan hanya di bawah kapal induk, sebaik nya dan seharus nya TNI AL memiliki Destroyer baik dari Rusia maupun German. untuk mengkaver wilayah nkri yang luas, TNI AL perlu 12 unit Destroyer untuk pengamanan laut lepas atau ZEE 200mil. jangan pikir panjang kita wajib miliki agar kita bisa mengimbangi negara2 disekeliling kawasan yang sudah demikian maju lihat India, China, sudah memiliki kapal Induk Indonesia tidak butuh kapal induk, tapi sangat memerlukan Destroyer disamping Fregat dan Korvet, selain Destroyer indonesia masih membutuhkan dan perlu Kapal selam class 636 rusky, atau uboat U-214 Germany ( MEF 12 unit) , Indonesia jangan indahkan negara 2 yang mempertanyakan untuk apa kita miliki alutsista tsb, tapi kita harus siap dan waspada kepada siapapun, kepada negara2 yang memiliki potensi berambisi teritorial, kepentingan ekonomi dan geo strategis politik dikawasan LCS, Asia tenggara ( selat malaka ), Papua dan perbatasan kalimantan serta pengaman ZEE 200mil tidak perlu dipublish untuk pembelian alutsista yang topsecret. juga untuk pembelian ? s300, s400 untuk payung udara dan wilayah strategis.
pak menhan kalau beli alutsista janganlah dari negara yg pernah jajah INDONESIA.belilah dari nagara sahabat yg setia speri RUSIA.masak belinya dari menner..us.autralia…inggris..pak menhan kan tau sendiri kalau mereka ini adalah musuh-musuh indonesia sebenarnya.musuh dalam selimut.ingat gak pak menhan..kemaren SBY beserta ronbongan ke england telah di sadap perbualannya..oleh inggris,us,dan australia…bahaya…bahaya..jangan2 di dalam alutsista yg di hibbahkan mereka telah di pasang cip-cip mata2..wajarkan kalau indonesia ada rasa curiga,bukan tidak mungkin.YG JELAS RUSIA ITU AMAN…..BARANG-2 NYA BAGUS ,CANGGIH,FRESH YG PENTING BEBAS EMBARGO…..EMBARGO..
setuju!
kalaulah alutsista INDONESIA dicipta sangat kecil,namun punyai kecepatan serta persenjataan yg canggih mungkin lebih baik,agar musuh kalang kabut menghadapinya .seperti IRAN.kapal selamnya hampir semua supermini namun US takut juga menghadapinya…apa bila membaca sejarah ke emasan indonesia pada waktu dulu.senang dan ada perasaan bangga juga dirasakan.tapi apabila mengamati pada era reformasi ini.sedih juga ..disana sini banyak lubang-lubang besar masih belum ditutupi..
ada kebaikannya kemampuan tni di pertahankan.namun kekurangannya perlu juga di ajukan agar lubang2 besar sgera ditutupi oleh menhan..sista lama segeralah di pensiunkan tukarlah kalau bisa dengan yg fresh dan lebih canggih…
Identitas destroyer memang masuk dalam rencana strategis TNI AL, tapi wujudnya destroyer escort, bukan destroyer kelas berat. Dan lebih merujuk kepada peran kesenjataan di fregate, hanya saja punya tonase yang lebih besar. Sebagai bukti kini sedang digarap 4 PKR (Perusak Kawal Rudal) di Belanda.
PKR itu sebenarnya little destroyer sekelas frigat.namun kemampuannya setara destroyer.ngapain gede badan gak efektif cuma buat angkut senjata lebih banyak aja.trend masa depan adalah pertempuran harus dimenangkan dalam waktu singkat dengan sekali pukul musuh di eliminir.AS dan RRC (minus rusia karena tumpuan AL Rusia adalah KS bukan kapal permukaan) ngebanyakin destroyer pertama ngedongkrak gengsi karena setelah cruiser dan battleship di hapus dari persenjataan muka bumi,destroyer adl.kapal terbesar.kedua,tugas destroyer mereka adalah mengawal cruiser bkn berperang dengan destroyer lain.ketiga, meskipun besar destroyer mereka gak mudah diserang karena mereka perang terintegrasi dengan navy aviation di cruiser dan sistem shield semacam aegis.mampukah indonesia seperti itu?tentu tidak! Tugas utama ALRI adalah memukul armada musuh secara cepat sehingga dibutuhkan kapal kecil berkemampuan siluman yg mampu mendekati armada musuh diam2 dalam jarak tembak dan melepaskan rudal atau torpedo.destroyer is a bullshit bagi indonesia.launch the stealth missile carrier immideatly!
@bang nazar PKR (Perusak Kawal [tanpa] Rudal) 😛 @kamerad wehrmact russian navy masih pake heavy cruiser KIROV class tuh (peter the great) dan akan mengaktifkan+mengupgrade 2 heavy cruiser lagi dr kelas ini (admiral lazarev dan admiral nakhimov) bukan semata gaya loh ini tapi mmg sesuai tupoksi dan strategi AL russia, heavy cruiser ini merangkap flag/command ship dalam battle group mendampingi admiral kuznetsov (“kapal induk” semata wayangnya AL russia), mereka juga akan dimodernisasi dengan kemampuan BMS,deteksi target jarak menengah dan jauh,ABM,SSM,AShM dan SAM…..mengenai destroyer (DDG) vs fregat (FFG) jangan sampai job task mereka tumpang tindih dan salah kaprah, kl mmg bs dilengkapi lah kekuatan AL indo dengan DDG dan FFG tp kl melihat perkembangan skarang keknye gw agak pesimis deh (no offense) PKR yg akan dibuat damen schelde itu apa sesuai dengan blue print yg telah dibuat atau hanya “seadanya” sajah 🙂 😉
menurut saya destroyer itu wajib dimiliki,karna biar gimanapun persenjataan yg diusung destroyer jauh lebih havy. sekarang ini tni al belom memiliki destroyer bukan berati peran destroyer digantikan korvet or fregat,tapi lebih dikarenakan kocek dikantong yg belom memungkinkan, terlebih dokrin pertahanan tni al masih brown water alias mondar mandir di pesisir aja. mungkin seiring kemajuan ekonomi RI dan bertambahnya bujet pertahanan ,gak ada yang gak mungkin destroyer 2 TNI AL akan hadir lagi di bumi nusantara ini… ngarep.com
Masa kini flagship masuk kategori relatip kle om-dengan muncul ragam misile ASM-SSM dg maxrange+300km-itu sebab kle flagship yg bodi bongsor rentan jd target akurat-klo di masa60-80 sie pasti zi flagship jd coverboy sering ngeceng lama di laut.tapi skr kbalikan nya kle.trims
Setuju mas foxbat.skrg ini zamannya small,silent n deadly.gak usah banyak gembar gembor tp nakutin.saat ini kcr multifungsi dan KS adalah solusi efektif bagi pertahanan kita laut kita.klo mau gaya-gayaan dikit yah PKR dan korvet bolehlah…tapi saya yakn main striking force masa depan adalah KCR berkemampuan siluman yg sanggup menggotong rudal anti kapal menengah berkolaborasi dengan pesawat berkemampuan radar oth
Kcr kita aja gak ada rudalnya gt gan..
Coba C-705 gak alot pasti fast and deadly tuh kcr
lha wong ruskie,RRT ama USA ajah punya dan akan menambah armada destroyer (DDG) mereka kok……lha ini indo hanya puas bertumpu pada fregat dan korvet (apalagi KCR) dengan kemampuan minim 😛
Sekarang mana destroyer kita?
😀
Setelah baca artikel ini, jadi jelas skrng kenapa AL kita begitu dekat sama Belanda.. Nice Article brooo
Sekarang destroyer TNI AL sudah tidak ada lg, seiring dengan kian powerfull-nya sista di korvet/frigat, maka peran destroyer sedikit banyak sudah bisa ditangani frigat/korvet, utamanya utk tugas AKS, meski amunisi yg dibawa relatif lebih sedikit, tp akurasi senjata punya presisi yg lebih baik dgn pemandu elektronik yg lebih maju.