KRI Badau 841 dan KRI Selawaku 842 – Kapal Patroli Eks Brunei yang Pernah Dipasangi Rudal Exocet MM38
Satuan kapal patroli (Satrol) TNI AL mengemban tugas yang tak ringan, di tangan satuan inilah dipecayakan operasi ‘ronda’ di sekitaran perairan dangkal NKRI yang padat aktivitas ekonomi kelautan. Untuk menjalankan tugas patroli tersebut, Satrol di Koarmada I, Koarmada II dan Koarmada III dilengkapi dengan kapal-kapal bertonase ringan, lincah bermanuver, dan relatif punya kecepatan tinggi.
Baca juga: Oerlikon 30 mm Twin Cannon – Andalan Armada Satuan Kapal Patroli TNI AL
Meski lincah dalam bermanuver dan bisa ngebut untuk mengejar speed boat perompak, kapal perang di Satrol umumnya hanya dibekali persenjataan secara terbatas. Jangan bicara soal rudal dan torpedo di Satrol, karena kedua senjata tadi di lingkungan TNI AL sudah menjadi ‘pegangan’ Satuan Kapal Eskorta yang terdiri dari frigat dan korvet, dan Satuan Kapal Cepat yang terdiri dari unsur KCR (Kapal Cepat Rudal) dan KCT (Kapal Cepat Torpedo).
Di lingkungan Satrol TNI AL, hingga kini senjata penggebuk kriminal di lautan maksimum masih dipercayakan pada kanon Bofors 40mm, kanon Bofors ini terdapat pada kapal patroli jenis Attack Class buatan Australia. Sementara kebanyakan sebatas mengadopsi kanon 20 mm, kanon 30 mm dan SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7mm.
Karena fungsi patroli yang cukup menantang, ditambah luasnya coverage yang harus dipantau, Satrol TNI AL terbilang satuan yang paling banyak memiliki unit kapal dalam binaannya.
Tentang pengadaan, bisa lewat pembelian atau pun hibah. Seperti KRI Cucut 866 misalnya, dulunya adalah kapal patroli Singapura RSS Jupiter. Kemudian KRI Sibarau 847, dulunya adalah HMAS Bandolier, diperoleh TNI AL melalui prorgram hibah dari Australia pda tahun 1973. Dan yang relatif baru adalah KRI Badau 841 dan KRI Salawaku 841, kedua kapal perang kembar ini merupakan hibah dari Kerajaan Brunei Darussalam pada 15 April 2011.
Sesuai judul tulisan, KRI Badau dan juga KRI Salawaku disebut sebagai yang tercanggih di kelas Satrol, lantaran platform awal dari dua kapal ini terbilang paling maju diantara kapal-kapal di kelas Satrol. KRI Badau 841 (ex KDB/Kapal Diraja Brunei – Pejuang P03) dan KRI Salawaku 842 (ex KDB Waspada P02) aslinya bisa menggotong rudal anti kapal (anti ship missile) jenis MM-38 Exocet, satu kapal terdiri dari dua platform peluncur.
Dengan standar kapal cepat rudal, sudah lumrah bila sistem elektroniknya lumayan memadai untuk peperangan laut, sebut saja ada radar Kelvin Hughes Type 1007 nav (surface search). Juga dilengkapi sista untuk perang elektronik (electronic warfare) dengan Decca RDL-2 Intercept dan E/O Rademac 2500 Tracking.
Selain rudal Exocet MM38, untuk menghajar target di permukaan dan anti serangan udara, dipercayakan pada Oerlikon twin cannon CGM-B01 kaliber 30 mm. Senjata lain yang disertakan adalah 2 unit SMS (senapan mesin sedang) kaliber 7,62 mm untuk pertahanan diri jarak dekat. Kapal jenis ini dapat menampung 4 perwira dan 20 ABK (anak buah kapal)
Dilihat dari spesifikasi mesin, kapal cepat ex-Brunei ini juga cukup perkasa, ditengai dua mesin diesen MTU 20V 538 TB91b 9000 bhp. Kecepatan maksimumnya yakni 32 knots (59 km per jam), sementara kecepatan jelajahnya 14 knots. Jarak jelajahnya hingga 1.200 nm atau 2.200 km. Kapasitas bahan bakar yang dapat dibawa adalah 16 ton.
Dirunut dari sejarahnya, kedua kapal patroli ini dibuat oleh galangan kapal Vosper Thornycroft, Singapura. KDB Pejuang P03 (KRI Badau) meluncur sejak tahun 1979, sedangkan KDB Waspada P02 (KRI Salawaku) meluncur di tahun 1978. Meski kedua kapal perang ini ‘kembar,’ tapi ada perbedaan sedikit, ini bisa dilihat dari desain deck anjungan atas. Pada KRI Badau menggunakan deck terbuka dengan penutup canvas, sementara KRI Salawaku deck atasnya tertutup, seperti halnya deck anjungan dibawah.
Dari Satuan Kapal Cepat ke Satuan Kapal Patroli
Saat pertama kali kedua kapal ini diserahkan dan kemudian diresmikan sebagai arsenal armada TNI AL. KRI Badau dan KRI Salawaku masuk sebagai elemen satuan kapal cepat. Hal ini ditandai dengan nomer lambungnya, KRI Badau 643 dan KRI Salawaku 642. Dari segi identitas lambung, 6xx memang menjadi penanda kapal cepat di lingkungan TNI AL, baik kapal cepat rudal dan torpedo.
Meski KRI Badau dan KRI Salawaku aslinya bisa dilengkapi rudal, tapi pada kenyataan saat kapal ini diserahkan ke Indonesia sudah tidak lagi dilengkapi rudal. Belum diketahui, bagaimana dengan sistem elektronik dan navigasi kapal, apakah ikut ‘dikurangi’ kemampuannya. Secara teori, bukan tak mungkin bila Badau dan Salawaku di setting kembali untuk dipasangi rudal anti kapal jenis C-705 dan C-802 buatan Cina. Tapi menurut penuturan mantan perwira di KRI Badau, body kapal patrol tersebut dinilai sudah cukup tua, sehingga kurang pas bila dipasangi rudal anti kapal.
Seiring kedua kapal patroli yang tak bisa tampil maksimal dari sisi kesenjataan, KRI Badau dan KRI Salawaku kini di reorganisasi menjadi kelas kapal di satuan kapal patrol, nomer lambung kapal pun berubah, KRI Badau dari 643 menjadi 841 dan KRI Salawaku dari 642 ke 842. Perubahan identitas lambung kapal juga marak sebelumnya, seperti KRI Barakuda dari jenis FPB-57, yang tadinya 814 jadi 633, KRI Todak yang tadinya 803 jadi 631. Seiring penataan numbering lambung pada kapal perang TNI AL, kini armada patroli di identifikasi dengan nomer 8xx.
Seandainya KRI Badau dan KRI Salawaku dapat dilengkapi kembali dengan Exocet MM38, maka kedua kapal perang ini bisa punya daya gempur yang hampir setara dengan KCR kelas Dagger (KRI Mandau, KRI Rencong, KRI Keris, dan KRI Badik ). Keempat kapal buatan Korea Selatan ini juga dipersenjatai MM-38 Exocet sebanyak 4 peluncur pada tiap kapal. (Haryo Adjie)
Spesifikasi KRI Badau 841
- Tipe : Fast attack craft
- Bobot : 206 tons (full load)
- Panjang : 37 meter
- Draft : 1.8 meter
- Mesin : 2 MTU 20V 538 TB91 diesels
- Kecepatan : 32 knots (59 km/h)
- Jarak jelajah : 200 nautical miles (2,200 km) at 14 knots (26 km/h)
- Sensors and processing systems : Kelvin Hughes Type 1007 (surface search)
- Electronic warfare : Decca RDL ESM
Related Posts
-
Kemhan Buka Peluang Abeking & Rasmussen Pasok Kapal Hidrografi Samudera untuk TNI AL
6 Comments | Sep 24, 2021
-
Misi Latihan Pembebasan Sandera, MH-60M Black Hawk Jatuh di Laut Mediterania, Lima Pasukan Khusus AS Tewas
5 Comments | Nov 13, 2023
-
Polandia Terima Batch Terakhir Drone Tempur Bayraktar TB2
No Comments | May 19, 2024
-
Kecewa Atas Performa Rudal Vympel R-77, India Beralih ke Rudal Derby untuk Sukhoi Su-30MKI
46 Comments | Jul 16, 2019
Denger kata hibah, kok kayanya paria banget Indonesia yaa… tak berdaya
Jangan biasakan trima bekas2 negara lain. Usahan made in domestic
Masalahnya kita menolak saat ditawarin alih tecnología rudal brahmos dr India kr n kita sdh pakai yakhof, saat ini kita Butuh kapal destroyer yg bisa mengusung 16 rudal yakhof/ brahmos,16 c 705, rudal Peñangkis serangan udara n pernah elektronika juga torpedo untuk melawan kapal selam, señapan mesin sdh hrs kembar + 2 kaliber 30mm 6 laras, percaya PAL, kodja bahari, palindo mampu bikin kapal destroyer atau fregat n kita terima tuh huí ah 10 kapal selam kls kilo, masa kalahsama negri tetangga kapal patrolinya 115 m dengan berbagai rudal SAM n rudal anti serangan udara ayo Indonesia kamu bisa
jangan kebanyakan memuji diri sendiri,kadang -kadang kecacatan badan sendiri harus di perhatikan….
kalau kapalnya aja yg canggih,tapi persenjataan serta radarnya masih kuno,karena yg dilirik harga murah…gak ada gunanya…