KOAX 3.0: Drone Hybrid VTOL Untuk Misi Khusus
Teknologi Hybrid VTOL (Vertical Take Off and Landing) yang populer digunakan pada jet tempur Sea Harrier dan pesawat angkut V-22 Osprey, nyatanya membawa inspirasi langsung pada arah perkembangan drone. Serupa dengan pengembangan drone HVTOL yang tengah berjalan di luar negeri, di Indonesia drone dengan kombinasi fixed wing dan rotary wing ini bahkan sudah mampu dibuat prototipe-nya oleh industri di dalam negeri.
Baca juga: Unmanned Hybrid Vehicle – Ketika Drone Pesawat Terbang dan Drone Bawah Air Menyatu
Persisnya drone ini masih berupa prototipe, namun KOAX 3.0 yang dirilis PT Carita Boat Indonesia telah membetot perhatian pecinta drone di Indonesia. Berwujud tak ubahnya drone pesawat, KOAX selain dilengkapi single propeller pada bagian bekalang, juga dibekali empat electric motor untuk fungsi take off and landing. Ini artinya drone punya dua sumber tenaga, dapat menjalankan moda laksana drone konvesional sayap tetap, namun drone juga dapat terbang layaknya quadcopter.
Dengan keunggulan komparatif, tak heran bila TNI AL dan salah satu instansi penegak hukum disebut-sebut tertarik pada drone ini. Menurut pihak PT Carita Boat Indonesia, drone KOAX pada dasarnya menjadi incaran bagi institusi atau kesatuan yang dalam operasinya tidak memiliku airstrip atau runway. Sebagai contoh, penerapan drone HVTOL di kapal perang kelak bisa menjadi wahana intai yang optimal.
Dalam simulasi, KOAX 3.0 terbang menggunakan empat electic motor pada empat unit rotor. Setelah drone mengangkasa di ketinggian tertentu, selanjutnya mesin utama (propeller) akan hidup dan mengambil alih fungsi kerja electric motor, dan kemudian drone melaju layaknya moda penerbangan konvensional. Begitu juga saat mendarat, electric motor akan dihidupkan, sementara mesin utama akan dikurangi tenaganya.
Baca juga: Elang Laut 25 – Telah Resmi Dioperasikan Direktorat Topografi TNI AD
KOAX 3.0 yang ikut ditampilkan dalam Pameran Alutsista di Kantor Kemhan pada hari Minggu (13/8/2017), disokong mesin bensin 3W-28i 2 stroke electronic fuel injection berkapasitas 28 cc sebagai penggerak utama untuk fungsi cruising. Sementara empat motor electric untuk VTOL menggunakan T-Motor. Kecepatan maksimum KOAX 3,0 adalah 150 km per jam, sementara jarak jelajah bisa lebih dari 100 km. Endurance di udara memang tidak lama, yakni hanya sekitar 2 jam.
Dari dimensi, KOAX 3.0 punya panjang 1,8 meter dan lebar sayap keseluruhan 3 meter. Bobot drone maksimum saat take off adalah 15 kg, sedangkan payload yang bisa dibawa mencapai bobot 5 kg.
Baca juga: Microdrone MD4-1000 – Drone Quadcopter Pilihan Satuan Elite TNI AL
Mirip Rajawali 330
Dari desain fuselage, ada kemiripan antara KOAX 3.0 dan Rajawali 330, drone lansiran PT Bhinneka Dwi Persana yang kini telah digunakan TNI AD. Selain mirip sisi fuselage, desain pada sayap ekor-nya terlihat mengacu pada konsep yang sama. Meski begitu, Rajawali 330 punya dimensi, bobot, termasuk kapasitas payload yang lebih besar dibandingkan KOAX 3.0. Mengenai detail drone Rajawali 330 dapat Anda simak pada tautan artikel dibawah ini.
Baca juga: Perkuat Surveillance di Perbatasan, Menhan Pesan Drone Rajawali 330
Sebelum KOAX 3.0, di tahun 2015 penulis pernah melihat drone HVTOL di fasilitas produksi PT Hariff Daya Tunggal Engineering. Namun sampai saat ini, baru PT Carita Boat Indonesia yang secara resmi telah memperkenalkan prototipe drone HVTOL di Tanah Air. (Haryo Adjie)
brushless segitu berapa duit sebijinya x 4 lagi… ditambah penguatan sayap dan balok tambahannya…. terasa klu experiment sendiri, untung semua dana dari negara….:)…. ayo buat terus mumpung ada yg dana-in…..:)
sory… swasta to…:)
Assalamu’alaikum wr. wb.
Mantab,
namun kalau bisa mesin utamanya di pisahkan tidak di kunci antara mesin dan bodi drone sehingga kalau nantinya ruang pembakarannya di topang pompa hidrolik bisa di naik turunkan seperti til rotor.
untuk sayapnya bisa diperpendek namun di beri wing tip.
Drone ini masih merupakan pembuktian konsep, tentu saja penekanannya pada butir pembuktian bahwa secara teknis, drone mampu berfungsi sesuai permintaan, sejalan pula dengan perencanaan. Jadi bentuk akhir akan jauh berbeda berbanding dengan purwarupa. Apakah butir sederhana seperti hal tersebut di atas, luput daripada pengamatan?
Kalau dari performa drone ini lebih buruk dari drone2 Indonesia keluaran 2014 keatas. Mengingat utk misi dari kapal, ada baiknya mengembangkan LSU 02 menjadi STOVL seperti ini (penambahan baling2 vertikal).
Kebetulan saya yg 2 x menerbangkan LSU 02 dari kapal dan saya di ptcarita boat indonesia mengembangkan VTol ini
bisa pak, nanti kami usahakan sampaikan ke desainer kami, tapi alangkah lebih baik kalau bapak bikin pabrik sendiri, lebih maknyos mantap bro
konsep saya, drone male amphibi multi role berkemampuan VTOL layakx perspur Yak/F-35 tdk menggunakan single propeller, melainkan ramjet, di lengkapi sistem pernika & sistem Perlawanan Elektronika, itulah konsep perang di masa depan si pilot cukup duduk manis di kocpit sambil minum & nonton bola menunggu perintah komandan
kenapa tidak diusahakan baling2 vtol dipasang di body. bukan di sayap. misalnya pipa baling diumpetkan di samping moncong. jika diaktifkan, pipa ditarik ke belakang agar tegak horizontak di samping lalu pipa berputar utk memposisikan baling2 menghadapi ke atas. Penguat ada di pipa ditarik sampai tegak, akan menahannya. Mirip pintu geser mobil. sama berlaku untuk 4 baling2. dua baling2 di belakang dekat ekor.
itu tujuan untuk meningkatkan aerodynamis menambah jarak tempuh lebih jauh, menambah kecepatan lebih baik. Jika foto di atas pipa baling di sayap, dapat mengurangi jarak tempuh, waktu makin sebentar 2 jam. itulah tidak cukup.
Ibarat pilot wanita lupa menutupkan roda2 di pesawat komersial, terbang sepanjang perjalanan, pesawat tidak stabil di ketinggian, tidak bisa lbh tinggi, lebih boros BBM, dan terpaksa mendarat darurat karena bensin udah tipis dan jarak sangat pendek. kemudian mau mendarat, pilot kaget lupa dari tadi menutupkan roda2 pesawat. itulah kenapa efek aerodynamis menghambat laju pesawat.
Bisakah mereka merapikan desain dan pembuatan spt usulku? itu cocok ditempatkan di kapal perang, pelepasan drone dari pesawat terbang menuju target. Membutuhkan terbang lebih jauh.
sebaiknya drone2 harus disediakan sebagai mata utk semua kapal perang TNI. penting nya visual untuk keperluan penembakan. drone2 kapan dibuat siluman agar tidak bisa dilacak radar musuh. mesin baling2 perlu dibuat cover penutup agar suhu panas tidak bisa keluar dari mesin sehingga tidak bisa dideteksi radar. Lihat plat menuntupi semburan pesawat F22, F35 maupun pswt siluman amerika..
jika perlu ada radiator mini atau kipas kecil di dekat mesin karena ada cover menutup. tujuan pendinginan itu agar meningkatkan daya tahan mesin untuk menambah jarak tempuh lebih jauh dan lebih irit..
Hmmm.. . Setau saya pesawat terbang tdk memerlukan radiator seperti yg anda sebutkan.. . Biasanya cuma bbrp mesin piston yang ada air intake-nya, ambil contoh yg ada di drone Rajawali 720 dan Predator. Kalau mesin jet, ya pasti ada air intake-nya.
Bisa saja bung, tapi utk yg ini ukurannya masih kecil, jadi aktuator/servo yg berguna utk menggerakkan bagian2 yg anda sebutkan bisa tidak muat… Kalau ukurannya diperbesar mungkin bisa.
Setuju, perlu pompa hidrolik seperti di ban cn 235. Paling tidak seperti drone raptor besar UAVnya