Knebworth Corvus: Sistem Pengecoh Serangan Rudal di Korvet Fatahillah Class
Usia pengabdiannya tak lagi dibilang muda, maklum korvet Fatahillah Class telah berdinas 37 tahun di Satuan Kapal Eskorta TNI AL. Meski pamornya tergeser Sang Junior seperti korvet Diponegoro Class, Bung Tomo Class, dan Perusak Kawal Rudal (PKR) RE Martadinata Class, namun identitas Fatahillah Class masih dianggap strategis bagi kekuatan tempur TNI AL. Dengan Bofors 120 mm pada anjungan, Fatahillah Class sampai saat ini menjadi jenis kapal perang TNI AL yang mempunyai kaliber meriam terbesar, dan tentunya dianggap paling afdol untuk melalukan operasi bantuan tembakkan.
Baca juga: Bofors 120mm – Meriam Kaliber Terbesar di Frigat TNI AL
Karena dianggap sebagai alutsista strategis, Dua unit Fatahillah Class, KRI Fatahillah 361 dan KRI Malahayati 362 kini telah mendapatkan paket upgrade radar dan sensor. Sementara satu unit lainnya, KRI Nala 363 masih menunggu kabar untuk dilakukan upgrade pada sistemnya.
Upgrade yang dilakukan pada Fatahillah Class menitikberatkan pada modernisasi pada sistem radar intai, persisinya dengan mengganti radar Thales WM-28 dengan jenis radar jenis baru. Pada KRI Fatahillah 361 mengadopsi radar Terma SCANTER 4100, sementara KRI Malahayati mengadopsi modernisasi teknologi sensor dan perangkat kendali penembakkan dari Negeri Matador. eknologi yang digadang pun bukan berstatus trial and error, melainkan selama ini sudah digunakan pada kapal perang AL Spanyol. Sebagai wujud dari ToT (Transfer of Technology), proses pengerjaan upgrade pada KRI Malahayati akan digarap oleh PT PAL, Surabaya.
Baca juga: Terma SCANTER 4100 – Radar Intai Terbaru Untuk KRI Fatahillah 361
Poin utama dari paket modernisasi di KRI Malahayati 362 mencakup upgrade pada elemen sensor dan fire control system (FCS) yang diintegrasikan lewat modem CMS (Combat Management System). Lebih detail, Indra yang kampiun dalam produksi radar maritim dipercaya untuk memasok perangkat Rigel ESM (Electonic Support Measure), solusi ini digadadang agar KRI Malahayati 362 sanggup meladeni peperangan elektronik, termasuk menangkal jamming dari lawan.
Baca juga: Thales WM-22/WM-28 – Radar Pengendali Tembakan Khas Kapal Perang TNI AL Era 80 dan 90-an
Meski mendapat paket modernisasi, sayangnya belum ada revolusi untuk meningkatkan fire power di Fatahillah Class. Yang paling kentara masuk kategoroi out of service adalah rudal anti kapal MM38 Exocet. Masih belum jelas, apakah nantinya Fatahillah Class akan dipasangi MM40 Exocet, ataukah rudal anti kapal lansiran Cina, seperti C-802/C-705. Lain dari itu, ‘titik lemah’ Fatahillah Class adalah pada sistem senjata anti serangan udara. Tidak ada kanon reaksi cepat model CIWS (Close In Weapon System), pun tidak ada rudal hanud SHORAD (Short Range Air Defence). Untuk peran pertahanan udara, Fatahillah Class bertumpu pada meriam Bofors 40 mm pada buritan dan dua pucuk kanon Rheinmetall Rh202 20 mm pada anjungan, keduanya dioperasikan secara manual.

Baca juga: Rheinmetall Rh202 20mm – Kanon PSU Yang Ditakuti Perompak
Walau ada titik lemah, pada dasarnya korvet buatan Wilton-Fijenoord, Belanda ini sudah dirancang untuk mengantisipasi serangan dari rudal anti kapal dan rudal udara ke permukaan yang diluncurkan dari pesawat tempur. Dari spesifikasi, Fatahillah Class dilengkapi 2 x Knebworth Corvus 3-tubed launchers. Persisnya Knebworth Corvus launchers adalah sistem pengecoh rudal berupa peluncur chaff yang diproduksi Vickers Ltd Shipbuilding Group. Dalam modusnya, Chaff dispenser yang diluncurkan dari roket akan membentkuk ‘perisai’ di sekitar kapal. Sistem ini terdiri dari two multi-barrelled rocket launchers, panel kendali penembakkan, dan chaff (radar countermeasure). rockets.

Baca juga: Video – Penembakkan Kanon CIWS Type 730 dan Chaff dari KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376
Sistem perisai yang tergolong quick reaction ini menawarkan mode operasi gangguan (distraction) dan sentroid, dengan keduanya berbeda satu sama lain dalam sudut azimuth saat ditembakkan dan jangkauan saat chaff dilepaskan. Panel penembakan dan kontrol berada di Pusat Informasi Tempur (PIT). 16 roket chaff dapat dilepaskan dari dua sistem peluncur untuk melindungi kapal perang dari terjangan tiga rudal secara simultan. Setelah roket chaff telah dilepaskan, sistem peluncur dapat dengan cepat diisi ulang (reload). Konstruksi rotasi silinder yang menempatkan tabung peluncuran yang dipasang di tiga set peluncur (disilangkan pada sudut 90° azimut). Dua tabung selanjutnya dipasang di atas susunan ini dan diselaraskan di tengah-tengah antara tabung lainnya, semuanya pada ketinggian 30°. (Gilang Perdana)
seharusnya kepal perang TNI AL memiliki standar sistem pertahanan udara seperti
1. KCR minimal memiliki 1 unit ciws 7 laras dan dan 2 pucuk canon otomatis.
2. Korvet atau LCS memiliki minimal 1X8 SHORAD dan 2 ciws 6 laras
3. PKR memiliki minimal 24 VLS maksimal 30 km, 1X10 SHORAD, 1 35MM Oerlikon rheinmetall, dan 2 unit CIWS 7 laras.
4. Real Fregat memiliki minimal 36 VLS ASTER 30, 2 x 10 SHORAD, 1 35MM Oerlikon Rheinmetall, 2 unit canon 30 mm otomatis dan 2 unit CIWS 7 laras.
pasti kapal2 Indonesia akan disegani
Admin,
Tolong dong sesekali dibahas KRI TELUK LAMPUNG.
Manstab banget tuch kaprang…
Mas @Koplax sudah pernah kami bahas dalam artikel LST Frosch Class, silahkan klik http://www.indomiliter.com/frosch-class-tulang-punggung-armada-lst-tni-al/
emang udah waktunya di upgrade prepare for war ya..hmmm
Memang fungsinya sebagai kapal bomber pantai kal120mm, gak di pasangi anti udara, pastinya selalu ditemani kapal rudal anti serangan udara
Sebenarnya dari usia kapal utk “standar’ Indonesia ini kapal masih blm tua kok, d tengah usaha memenuhi MEF, Kinerja kapal selevel ini masih sgt d butuhkan TNI AL, hanya saja upgrade yg masih terkesan “tanggung’ membuat ia tak bisa memberi nilai lebih dari tugasnya. klo seandainya upgrade itu mencakup persenjataan, misalnya menginstal kembali Ashm sperti C705/802, Marte dll bahkan dlm jumlah minim 2×2 launcher, menggusur Asw Rocket dgn misil udara sekelas Sadral Simbad/ mistral RC, tentunya akan meningkatkan potensi yg d miliki kapal ini.
Asw roket itu untuk Anti submarine weapon alias anti kapal selam.
Masa ASW roket diganti misil udara Mistral yg fungsinya AAW.
Klo mas tukang ngitung memahami tulisan saya, bukan berarti ASw roket sebagai sista anti kapal selam d ganti dgn mistral dgn fungsi asasi yg sama sbg ASW, tetepi, atas dasar inefesiensi roket tsb sehingga lebih tepat posisinya d ganti dgn plarform AAM sperti sadral simbad/ manpads sbg perlindungan udaranya.
@d’boys
Yup, sependapat dg anda (komen awal) tapi tampaknya AL mengoptimalkan fungsi kaprang ini utk menjalankan tugas sbg OPV…terlihat dr konfigurasi upgrade sensor dan persenjataannya.
Pd KRI Fatahillah, radar dan sensor pendukungnya (radar therma, sensor elektro optik, esm serta persenjataan yang masih aktif) lebih dioptimalkan utk menunjang tugas2 non kombatan yaitu sebagai kapal patroli seperti layaknya OPV.
Radar therma scanter 4100 (didukung dg 2 buah sensor elektro optik&esm) dari segi kemampuan pengawasan mulltidimensional dan jangkauannya kurang sesuai sebagai radar utama sebuah kaprang, tapi dia sangat mumpuni jika digunakan sbg sensor utama sebuah OPV (terutama melakukan pengawasan thd obyek2 yang berada dipermukaan laut termasuk perahu/boat berukuran kecil seperti yang sering digunakan oleh pr penyelundup, heli/drone yang terbang rendah, maupun untuk mendukung operasi SAR).
Satu lagi konfigurasi kapal ini yang istilahnya “menembak kaki sendiri”, dg menggunakan propulsi CODOG (seperti juga pd KRI Badik dkk eks korsel) untuk kondisi AL saat ini justru menjadikannya kurang optimal..sbg ilustrasi, Laksamana Marsetio (yang pernah menjadi komandan kapal ini) dlm bukunya mengisahkan pernah mencoba menggeber mesin turbin gas kapal ini dg kecepatan maksimal, tyt BBMnya langsung habis utk menempuh pelayaran dr surabaya smp pulau belakang-padang di kepri. Sementara kalo hanya mesin dieselnya saja yang diaktifkan maka mesin turbin gasnya hanya akan menjadi beban mati (krn keterbatasan anggaran BBM).
Tapi bagaimanapun juga kapal ini memiliki pesonanya tersendiri (untuk ukuran kapal dieranya) korvet ini memiliki Draft yang pendek shg sangat optimal dan lincah beroperasi diperairan Indonesia yang banyak memiliki alur pelayaran yang dangkal dan sempit serta memiliki baling-baling khusus shg bisa merapat dipelabuhan tanpa perlu dibantu oleh kapal tunda.
Sudah waktunya bagi AL dlm membangun kekuatan kaprang tapi secara simultan mulai melakukan penyederhanaan jenis kapal maupun konten sensor dan persenjataannya.
Satu hal yang agak membuat dahi berkerut…kenapa dlm modernisasi fatahillah class menggunakan vendor yang berbeda-beda dlm penyediaan beragam. sensor dan kelengkapan manajemen tempur yang dimilikinya?
Ada kabar terbaru dari kri rem gak? Tentang penugasannya misalnya…….
ap kbr rencana akuisisi frigate pengganti van speijk clsss ???….
Masih menunggu pembukaan tender, sementara ini pihak manufaktur/galangan sedang mempersiapkan penawaran utk Kemhan/TNI AL.
Kapal jadul harusnya sudah di scrab, minimal digantikan kapal2 kelas diponegoro atau bung tomo
Defense system seperti ini harusnya Indonesia bisa produksi. Chaff, flare, dan sonar decoy itu basic self defense (bukan manuver, krn itu bergantung kru). Lebih maju lagi CIWS dan Manpads. Lalu SAM yg lebih besar.