KnAAPO Kebanjiran Order, RI Baru Bisa Terima Sukhoi Su-35 Mulai 2018, Sabarkah Indonesia?
Meski pengadaan 10 unit Sukhoi Su-35 Super Flanker telah diputuskan Kementerian Pertahanan RI, namun bukan berarti armada Su-35 bisa datang sesuai waktu yang diinginkan pihak Indonesia. Saking larisnya pesanan, manufaktur Su-35, Komsomolsk-na-Amure Aircraft Production Association (KnAAPO) harus berkonsentrasi memenuhi pesanan yang berstatus kontrak resmi, yakni dari dalam negeri Rusia, Cina dan Aljazair. Indonesia meski telah memutuskan membeli Su-35, statusnya belum melakukan penandatanganan kontrak pembelian.
Baca juga: Menerawang Plus Minus Sukhoi Su-35 Super Flanker Untuk TNI AU
“Saat ini, kami tengah mempertimbangkan untuk fokus pada produksi jet tempur modern Su-35. Namun demikian, ini semua tidak akan memengaruhi antrean. Dalam lima tahun ke depan, pabrik kami memiliki kontrak untuk memproduksi 50 unit pesawat untuk Angkatan Udara Rusia, dan 24 unit untuk Tiongkok. Sementara, menurut perkiraan kami, Indonesia baru bisa menerima dua jet pertamanya pada 2018,” kata nara sumber dari Kementerian Pertahanan Rusia, dikutip dari Izvetia lewat situs Indonesia.rbth.com (10/3/2016).
Baca juga: Inilah Dilema Pengadaan Jet Tempur – Acquisition Cost Vs Life Cycle Cost
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, sampai saat ini KnAAPO telah memproduksi 14 unit Su-35, beberapa unit Su-30MK2 untuk Vietnam, dan armada Su-27 yang dimordenisasi pada tahun 2015 lalu. Lamanya pesanan Su-35 Indonesia juga disebut-sebut karena karakteristik teknis Su-35 yang dibuat untuk Indonesia perlu kustomisasi dan persetujuan khusus. “Sepertinya, Indonesia ingin memasang sistem buatan non-Rusia pada pesawatnya. Karena itu, perlu lebih banyak waktu untuk mensurvei dan menguji coba apakah sistem tersebut bisa bekerja dengan optimal,” tutur sumber di Kemenhan Rusia. Seperti diketahui, interoperabilitas antar alutsista TNI menjadi isu yang selalu mengemuka, pasalnya TNI terbiasa membeli alutsista dari beragam pemasok, baik yang bestandar NATO dan Rusia. Salah satu kasus yang harus dipecahkan seperti data link antar sistem senjata tersebut.
Baca juga: Saab Dukung Implementasi Data Link dan Interoperability di Lingkup Kodal TNI
Baca juga: Melihat Skema Combat Radius (Calon) Jet Tempur Baru TNI AU
Sebagaimana yang ditulis banyak media, dengan membeli pesawat Su-35, Indonesia akan mendapatkan teknologi pembuatan pesawat yang sangat mirip dengan teknologi pembuatan pesawat generasi kelima.
Benarkah Indonesia siap menunggu untuk dua unit kiriman pertama Su-35 pada tahun 2018? Jawaban pastinya kita tunggu saja dari acara penandatanganan kontrak pembelian. Menteri Pertahahan Ryamizard Ryacudu pernah menyebut akan berangkat ke Rusia untuk penandatanganan pembelian 10 unit Su-35 senilai US$1 miliar pada pertengahan Maret 2016, namun kabar terbaru proses penadatanganan diundur ke bulan April 2016.
Baca juga: Thrust Vectoring – Teknologi Dibalik Kelincahan Manuver Sukhoi Su-35 Super Flanker
Benarkah Indonesia akan sabar menanti hingga 2018? Di 2018 pun hanya dua pesawat yang baru bisa diserahkan. Ataukah di detik-detik terakhir pilihan jet tempur akan berganti? Sebelum ‘janur kuning’ melengkung, segala sesuatu memang bisa terjadi, yang jelas Skadron Udara 14 sangat membutuhkan jet tempur pencegat baru sebagai pengganti F-5 E/F Tiger II. Selain Indonesia, negara lain yang berpotensi membeli Su-35 dalam waktu dekat adalah Venezuela dan Vietnam. (Haryo Adjie)
[Open Sale] Air Force Shirt Sukhoi Su-35 Super Flanker – Multirole Air Superiority Fighter
korea selatan perlu belas kasihan AS dalam proyek KFX IFX. nantinya IFX 100x lebih mahal tapi lebih inferior dibandingkan dengan F16V. sebaiknya indonesia Cut loss proyek ini. thanks
korea selatan perlu belas kasihan AS dalam proyek KFX IFX. nantinya IFX 100x lebih mahal tapi lebih inferior dibandingkan dengan F16V. sebaiknya indonesia Cut loss proyek ini.
Rumit jg urusan nya kalau sampai nungu lama, menurut saya, lbh baik pemerintah fokus dgn project IFX sm korea, kalau dana su 35 di alihkab semua ke proyek ifx. Kita sdh tentu lbh terhormat, sprti negara jepang, india, china, iran dan turky yg fokus produksi sendiri jet tempur bangsa sendiri, dan lapangan kerja pun tercipta.
Jet tempur Gripen kecil cabe rawit.. Walaupun bukan tandingan SU 35/Sukhoi Pak-fa atau F22Raptor tapi biaya operasional murah, gak ada sejarah embargo.. transfer teknologi ditawarkan produsen Full (gak setengah2) itu baru tawaran lho belum kita yg nawar, belum nego apa saja syarat yg dibutuhkan Indonesia… Yg jelas penting buat jangka panjang itu transfer teknologi.
Kombinasikan SU 35(jet berat) * KFX/IFX(sedang) *Juga pesawat Saab Jas Gripen (pesawat jet body ringan dan ringan biaya ) dengan transfer teknologi menggiurkan.
Transfer teknologi SU 35 harusnya dikerjakan oleh ahli yg menangani KFX /IFX di Korea juga. Biar tambah jago merakit membuat pesawat jet tempur dengan pengalaman mumpuni.
Sabar saja, walaupun nunggu sampai tahun 2018 baru dapat 2 SU 35, belinya kan baru 10, nanti seiring dengan waktu, malah tambah lagi 6 , jadi satu Skuadron, dan jangan lupa, IFX jalan terus, PAL dg kapal sselamnya jalan terus, penelitian Roket LAPAN jalan terus…yaaa MEF II jalan terus sesuai rencana….begitu sih menurut saya.