Kemhan Siap Datangkan 20 Unit Radar Multi Mode Untuk T-50i Golden Eagle TNI AU
|Skadron Udara 15 TNI AU yang bermarkas di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur memang punya tugas khas, pasalnya arsenal alutsista di skadron ini punya peran ganda, yakni ‘rumah’ dari pesawat tempur taktis yang sekaligus berperan sebagai pesawat latih lanjut bagi kadet pilot fighter. Meneruskan jejak Hawk MK53, kini Skadron Udara 15 menjadi armada jet tempur buatan Korea Aerospace Industries (KAI), T-50i Golden Eagle.
Baca juga: T-50i Golden Eagle – Pesawat Tempur Taktis Modern Pencetak Pilot Fighter TNI AU
Baca juga: [Virtual Tour] Lanud Iswahjudi: Home of Fighters – Jantung Kekuatan Udara Nasional
Dari total 16 unit T-50i Golden Eagle, kini T-50i yang dioperasikan TNI AU ada 15 unit, setelah satu unit T-50i TT-5007 mengalami total lost pada kecelakaan saat pertunjukan aerobatik di Lanud Adisutjipto, Yogyakarta (20/12/2015). Uniknya Skadron Udara 15 memberi dua corak cat berbeda untuk T-50i, Delapan pesawat memiliki warna biru dan kuning khas tim aerobatik legendaris TNI AU Elang Biru. Sementara delapan pesawat lagi berwarna kamuflase hijau khas misi tempur. TT-5007 yang jatuh di Yogyakarta adalah salah satu yang mengadopsi corak tim aerobatik Elang Biru.
Meski sudah dinobatkan sebagai elemen TT (Tempur Taktis), tapi ironisnya T-50i saat hadir di Indonesia belum dibekali radar udara. Hal ini menjadikan operasional T-50i belum optimal 100% untuk misi tempur, seperti CAP (Combat Air Patrol). Bila ada kebutuhan operasi pertahanan udara yang mendesak, T-50i memang masih mampu beraksi dengan panduan dari radar ground control yang akan memandu pilot menuju sasaran. Namun untuk eksekusi tembakan, selanjutnya pilot hanya bisa mengandalkan kemampuan visual mata langsung. Ironisnya, karena tidak adanya perangkat radar, maka saat ini pada bagian dalam hidung pesawat hanya dibekali ballast (pemberat) agar pesawat seimbang.
Baca juga: Lockheed Martin AN/TPS-77 (AN/FPS-117) – Mengenal Radar Intai Jarak Jauh Kohanudnas
Tentu saja, TNI AU dan Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI sudah mencanangkan keelengkapan radar untuk armada T-50i, sehingga pilot nantinya dapat beropeasi secara mandiri. Pilihan yang digariskan oleh KAI adalah jenis multimode radar AN/APG-67 besutan General Electric. Ini jenis radar yang dulu sempat digunakan pada prototipe F-20 Tigershark. Radar ini bisa mendeteksi target sejauh 80 nautical mile (148 km) pada mode air to air, air to surface, dan air to sea.
Baca juga: AN/APG-78 – Radar Pengendali Tembakkan Untuk Helikopter AH-64D Apache Longbow TNI AD
AN/APG-67
Dalam list MEF (Minimal Essential Force) II pada periode 2016 – 2019, Kemhan berencana untuk mendatangkan 20 set radar berikut suku cadangnya untuk T-50i. Pesanan lebih diluar kebutuhan dipercaya akan dipergunakan sebagai unit radar cadangan.
Dari spesifikasinya, AN/APG-67 masuk ke segmen radar multi mode X band. Radar ini sedari awal sudh menganut sistem serba digial koheren dengan pulsa Doppler. Debut AN/APG-67 mencuat setelah General Electric mengkampanyekan kehadiran radar ini sebagai kelengkapan jet tempur penerus F-5 E/F Tiger, yakni Northrop F-20 Tigershark. Sebagai radar multi mode, AN/APG-67 mampu menjalankan mode search and tracking untuk misi udara ke udara, udara ke permukaan, sea search, pemetaaan, dan General Electric sejak 1980 menjamin radar ini punya kompabilitas dengan sebagian besar sistem senjata yang digunakan AU AS.


Saat pemasaran F-20 Tigershark mangkrak pada pertengahan dekade 80-an, General Electric lantas menjual divisi radarnya ke Lockheed Martin. Nah, ditangan manajemen Lockheed Martin, AN/APG-67 justru digenjot penggunaannya ke beberapa jet tempur. Secara marketing, Lockheed Martin menggadang AN/APG-67 sebagai radar yang ideal untuk jet tempu ringan dan jet latih. Karena lobi yang kuat, Lockheed Martin akhirnya sukses memasok AN/APG-67 untuk jet tempur Taiwan Ching-kuo, jet tempur latih FMA IA 63 Pampa buatan Argentina, dan T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan.
AN/APG-67 resmi diperkenalkan pada tahun 1979. AN/APG-67 tergolong radar modern yang mengusung planar phased array antenna and simplified electronics dalam tiga line-replaceable units. Bobot sistem radar ini terbilang ringan, sehingga pas diadopsi pada jet tempur ringan, keseluruhan termasuk antena hanya 73 kg, plus ruang yang hanya membutuhkan 0,5 meter kubik.
Kecanggihan radar ini termasuk sudah mengadopsi MIL-STD-1553 data bus, artinya semua komunikasi di kokpit sudah menggunakan data bus, ini memungkinkan sensor pada pesawat untuk ditampilkan outputnya pada layar display di kokpit, bahkan juga dimungkinkan untuk mengirimkan parameter data tersebut ke pesawat lain atau ke ground base menggunakan akses data link.
Baca juga: Saab Dukung Implementasi Data Link dan Interoperability di Lingkup Kodal TNI
AN/APG-67 mengkonsumsi tenaga 396 watt, memungkinkan radar dapat mendeteksi sasaran berupa jet tempur dari jarak 75 km dalam mode tracking. Bahkan bila menggunakan velocity search, radar sanggup mengendus jet tempur dari jarak 150 km. AN/APG-67 dapat men-track 10 sasaran di udara secara simultan. Mode lain yang tersedia pada radar seperti dogfight mode. Sebagai radar multi mode, AN/APG-67 juga sanggup mendukung pelacakan pada obyek di permukaan. Mode ini berguna untuk mendukung misi SAR di lautan lepas. (Haryo Adjie)
Kenapa kita suka mengadopsi teknologi yang ditinggalkan/tdk jadi dipakai?
Kalo alasannya semata2 karena harganya yang miring dan bisa langsung memenuhi seluruh kebutuhan radar T-50 memang iya…tetapi dg populasinya yang terbatas (tidak sebanyak APG-68 misalnya), lantas dikemudian hari siapa yang akan membiayai upgrade software radar tsb? Dan bukankah biaya upgradenya akan mjd tinggi?
Atau yang penting ada, besok kalo radarnya sdh obsolote tinggal diganti dg baru (sukur2 sekalian sma pesawatnya)
Atau kalo mau dikasi radar multimode buatan ELTA atau bahkan yang aesa…takut F-16nya jadi kebanting?
IMHO Setahu saya jika yg digunakan an/apg-67(v)4 itu barang baru, baik teknologi pengembangan dan produksinya. Bahkan radar ini adalah bawaan standar KAI utk T-50, dimana Indonesia rupanya berhemat dg tak membeli radar ini.
Radar ini dinilai cukup utk keperluan pesawat latih lanjut dan atau paling banter pesawat serang ringan, sesuai rencana pengadaan awal, yaitu utk pilot pemula. Ini juga kemungkinan volume ruang radome radar yg relatif lebih kecil utk varian T50
Beda dengan versi FA50, dimana mesinnya menggunakan F414 yg lebih kuat, volume ruang radome radarnyapun lebih besar, shg bisa ditambah radar pengontrol senjata dari Elta. Utk FA50 pilihan radar bisa an apg 67v4 ini atau dari selex atau bahkan modifikasi Elta-Lig
@budiman
Oooh…baru ngeh saya, yang dibeli AU bukan TA-50, tapi T-50 citarasa Indonesia yang berfungsi ganda sbg pesawat latih dan dalam keadaan ttt bisa digunakan sbg pes serang ringan.
Karena setau saya, M-346 singapur, israel&itali hanya berfungsi sbg pesawat latih saja shg tidak dilengkapi radar.
Betul.
Kode untuk Indonesia adalah T-50i (ada huruf “i”) bukan T-50, sehingga kemungkinan ada yang disesuaikan dengan pesanan Indonesia
T-50i adalah modifikasi dari TA-50 yang disesuaikan dengan pesanan Indonesia, namun akhirnya malah lebih condong ke T-50
Mian apa FA-50 pke radar ini jg?
radar ini memang untuk FA-50 dan TA-50
Kalau buatan ELTA saya rasa nanti ada yang kurang setuju.
dan saya rasa Depo Iswahyudi sudah terbiasa merawat radar seri APG sehingga bisa menghemat pembelian alat maintenance dan pelatihan karyawan Depo, karena komponennya sama dengan APG-66 milik F-16
Radar ini sudah sangat canggih, buktinya AIDC F-CK-1 Ching-kuo milik Taiwan yang merupakan pesawat tempur sejati sudah memakainya
versi terbaru bahkan katanya sama dengan APG-68 (V)9, hanya saja jangkauan karena dimansi APG-67 lebih kecil
Untuk admin
Koreksi sedikit saja. Pada kata “lanar” di kalimat “lanar phased array antenna and simplified electronics” harusnya jadi “planar” sehinga seharusnya kalimatnya menjadi “planar phased array antenna and simplified electronics”.
Pertanyaan.
Disebutkan “phased array antenna” dan juga terlihat bentuknya di foto, apakah Radar ini sudah masuk kategori AESA?
@DropZone, terima kasih untuk koreksinya, akan segera kami ralat 🙂 AN/APG-67 tidak termasuk dalam list radar AESA.
Phased array antenna masih di bawah PESA, dan jelas masih jauh dari AESA.yang berjajar (kotak-kotak) tersebut adalah hanya flat antenna saja
masing masing blok antenna kemudian diteruskan ke kontroler dan diteruskan ke prosesor
sedang pada PESA dan AESA, chip kontroler langsung jadi satu dengan Antena, PESA hanya Rx (penerima) saja, sedang AESA sudah lengkap Rx dan Tx (pemancar) sudah menjadi satu
“phased array” di sini apakah berarti dapat melakukan steering / scanning secara elektronis bukan mekanis? Kalau iya, berarti lumayan, karena steering / scanning secara elektronis itu lebih cepat dan stabil dibandingkan mekanis.
Betul.
Kode untuk Indonesia adalah T-50i (ada huruf “i”) bukn T-50, sehingga kemungkinan ada yang disesuaikan dengan pesanan Indonesia.
Kalau Fighter Ringan FA-50/Hawk-209 peran/fungsi utama nya untuk apa ya ?
Untuk peran keunggulan udara secara terbatas dan selebihnya mendukung misi ground attack.
Spesifikasi sdah di bahas di komen2 yg ada,
tp kembali lagi ini pesawat pengadaannya pada jaman sby, sesuai dengan fungsinya yg ganda kenapa pengadaan alutsista tidak langsung lengkap dg system persenjataannya klo memang duit ga cukup ya jangan langsung 1 skuadron / ditunda dulu, jangan beli senengnya nyicil aja
Saya bingung dg pola pikir pemerintahan kita yg dulu
Sebagai negara yg berkembang yg anggaran pertahanan terbatas
Klo beli yg bagus sekalian dan lengkap karena kita makenya buat jangka panjang … klo beli nyicil ya harus ngadain2 lg