KCR-60M Batch-1: Setelah Rudal Anti Kapal Dilepas, Akankah Dibentuk Kelompok Kapal Perang Baru?

Diserahkannya review desain Kapal Cepat Rudal 60M (KCR-60M) batch-1 dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) kepada Kementerian Pertahanan RI, menyiratkan beberapa upaya penyempurnaan pada struktur dan performa kapal perang pengusung rudal anti kapal tersebut. Dari hasil evaluasi internal, KCR-60M batch-1 yang terdiri dari KRI Sampari 628, KRI Tombak 629 dan KRI Halasan 630 memang ditemui sejumlah kekurangan dan kelemahan.

Baca juga: ‘Sempurnakan’ KCR Sampari Class, BPPT Serahkan Rekomendasi Review Desain KCR-60M

Dikutip dari beberapa literasi, disebutkan KCR-60M batch-1 memiliki radar cross section (RCS) yang relatif lemah. Tim KCR60 BPPT menyebut kelemahan terdapat pada bentuk bangunan atas dan lambung kapal yang mudah terdeteksi radar musuh. Pengaruh interferensi gelombang elektro magnetik pada pemasangan beberapa antena komunikasi di kapal juga menjadi perhatian oleh para desainer, pasalnya gangguan interferensi akan mengurangi kinerja antena dalam komunikasi.

Dari sisi kemampuan manuver, KCR-60M Batch-1 juga dinilai kurang handal untuk menghadapi gelombang tinggi di lautan. Untuk itu, PT PAL sudah melakukan upaya perbaikan pada KCR-60M Batch-2, dimana sudah dipasang fin stabilizer guna meningkatkan stabilitas kapal. Dari tiga pesanana KCR-60M Batch-2, yang sudah diluncurkan adalah KRI Kerambit 627.

Pada KCR tersebut sudah dilakukan beberapa langkah modifikasi, seperti peningkatan pada main engine, dari yang tadinya 2 x 2880 kW ditingkatkan menjadi 2 x 3900 kw untuk mendukung kecepatan maksimum 28 knot dalam kondisi full load. Selain itu ada penambahan telescopic crane dari yang tadinya berkapasitas 1 ton menjadi 2 ton. Di bacth-2 juga sudah dibekali teknologi sewage treatment plant, sehingga ada pengolahan limbah secara mandiri.

Sampari Class (KCR 60) sebelum dilakukan modernisasi, masih terlihat pekuncur rudal C-705.
KRI Sampari 628 setelah selesai di modernisasi, nampak terpasang kanon NG-18 dan tidak terlihat peluncur rudal C-705 (digantikan posisi RHIB).

Walau ditemui beberapa masalah pada KCR-60M Batch-1, tak lantas tiga kapal perang yang sudah operasional tersebut dianaktirikan. Justru KCR-60M Batch-1 atau yang kondang disebut Sampari Class mengundang perhatian para pemerhati alutsista, pasalnya setelah dua kapal (KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629) merampungkan tahapan modernisasi sistem persenjataan di galangan PT PAL, kedua kapal cepat rudal tersebut malah terlihat ‘kehilangan’ kemampuan serang jarak jauhnya.

Fokus ke area buritan dimana sebelumnya terdapat peluncur rudal anti kapal C-705, kini telah dilepas, dan sebagai gantinya adalah berdirinya satu pucuk kanon reaksi cepat CIWS (Close In Weapon System) enam laras kaliber 30 mm, yaitu NG-18 buatan Norinco, Cina. NG-18 (Type630) tak lain adalah copy-an dari AK-630M buatan Rusia. NG-18 sebelumnya sudah dipasang pada anjungan KCR KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642. Selain keberadaan kanon, nampak pula dibelakangnya satu unit RHIB (Rigid Hull Inflatable Boat) lengkap dengan crane-nya.

Kanon CIWS NG-18

Dengan hilangnya peluncur rudal anti kapal di KCR-60M batch-1, lantas menyiratkan pertanyaan, apakah nantinya TNI AL akan membuat definisi kapal kombatan baru? Keluarga KCR yang masuk ke dalam Satuan Kapal Cepat (Satkat) terdiri dari kelompok KCR dan KCT (Kapal Cepat Torpedo), bila tidak ada lagi peran rudal di KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629, mestinya kedua kapal tersebut tidak tepat lagi menyandang label KCR.

Sumber Indomiliter.com di lingkungan TNI AL menyebut sampai saat ini belum ada penentuan untuk penggolongan jenis kapal baru. “Yang jelas kedua kapal sesuai dengan nomer lambungnya (6xx), masih berada di dalam Satkat,” ujar sumber Indomiliter.com.

Tanda-tanda diadopsinya persenjataan dari Cina untuk Sampari Class telah menguat sebelumnya, seperti adopsi CMS (Combat Management System) dan sistem rudal anti kapal C-705. Selain adopsi kanon reaksi cepat, paket upgrade yang kedepan akan dilakukan pada KCR Sampari Class adalah memasang kanon 57 mm pada haluan, maklum saat ini yang terpasang masih kanon yang dioperasikan manual, Bofors 40 mm L/70 lengkap dengan kubahnya.

Baca juga: Burevestnik A-220M – Terpilih Sebagai Kanon di Haluan KRI Tombak 629 dan KRI Halasan 630

NG-18
Daya tembak kanon NG-18 digadang maksimum hingga 4.000 meter dan jarak tembak minimum 500 meter. NG-18 dengan kecepatan tembak 4.000 – 5.000 proyektil per menit, dipercaya sanggup mematahkan serangan dari rudal anti kapal.

Bersamaan dengan instalasi kanon CIWS NG-18, maka juga dipasang radar pengendali tembakan TR-47C dan radar searching SR-47AG.TR-47C bisa disebut sebagai elemen vital pada moda operasi kanon NG-18, tanpa radar ini maka kanon tak dapat difungsikan secara optimal. TR-47C dilengkapi dengan built in electro optical sensor berupa TV dan infra red tracker. Radar ini beroperasi di frekuensi J band pada rentang 15.7 dan 17.3 Ghz. Janngkauan penjejakan radar ini ditaksir hingga radius 9 Km. Selain radar TR-47C, di puncak menara kapal terdapat radar intai SR-47AG, radar ini dapat mendeteksi sasaran di udara dari jarak 40 Km dan deteksi sasaran pada permukaan sejauh 25 Km. (Haryo Adjie)

17 Comments