KC-10 Extender: Serba Serbi Pesawat Tanker ‘Pendukung’ Ferry Flight F-16 TNI AU

Meski hingga saat ini statusnya masih menanti kontrak pembelian, rencana pengadaan pesawat tanker untuk TNI AU sudah dicanangkan sejak tahun 2015, dan nama yang mengerucut adalah Airbus A330-200 MRTT (Multi Role Tanker Transport), kabar yang terbaru dalam proyeksi malah sudah disebut empat unit jenis pesawat ini yang akan diakuisisi.

Baca juga: Jelang 2018, Inilah Proyeksi Terbaru Kekuatan TNI AU di Masa Depan

Lepas dari menunggu kontrak Airbus MRTT, beberapa penerbang tempur TNI AU juga sudah mengenal jenis pesawat tanker lain, khususnya KC-10 Extender dan KC-135 Stratotanker. Penerbang tempur F-16 TNI AU dalam latihan bersama AU AS dalam beberapa kesempatan pernah menjajal proses air refueling. Terlebih pada momen ferry flight saat pengiriman F-16 A/B Block15 dan F-16 C/D Block52ID, selama penerbangan lintas samudera belasan kali dilakukan air refueling dari KC-10 Extender.

Khusus tentang KC-10 Extender, pesawat ini praktis kini menjadi pesawat tanker terbesar yang dioperasikan AU AS. Memang Boeing tengah merancang KC-33 yang berbasis Boeing 747-400, tapi statusnya masih berupa rancangan yang akan ditawarkan. Dibanding KC-135 Stratotanker yang berasal dari platform Boeing 707, KC-10 Extender yang dicomot dari platform Douglas DC-10 30 punya kapasitas bahan bakar lebih besar, nyaris dua kali lipas kapasitas BBM yang bisa dibawa KC-135.

Merujuk ke sejarahnya, KC-10 Extender terbang perdana dari kandang McDonnell Douglas pada 12 Juli 1980. Sementara resmi mulai dioperasikan AU AS pada Maret 1981. Hampir 88 persen komponen KC-10 Extender identik dengan DC-10 yang digunakan penerbangan sipil, ini menjadi poin penting ketertarikan pihak operator, mengingat ada kemudahan dalam sistem perawatan dan kesamaan suku cadang.

Baca juga: Membelah Pasifik, Butuh Belasan Kali Air Refueling Untuk Hantarkan F-16 Ke Indonesia

Pihak manufaktur juga menawarkan konversi dari DC-10 ke KC-10, perubahan yang kasat mata adalah perunahan desain jendela dan desain pintu kargo yang ditata lebih rendah. Perlu jadi catatan, label MRTT bukan hanya mulik Airbus, KC-10 Extender pun juga berstatus MRTT, selain fungsi utama sebagai pesawat tanker, pesawat trijet ini juga dapat berperan sebagai pesawat kargo.

Dengan menjadi KC-10 Extender, secara fisik pesawat ini dilengkapi Advanced Aerial Refueling Boom (AARB) dan tangki bahan bakar tambahan yang terletak di kompartemen bagasi di bawah dek utama. Dengan tangki di bawah dek inilah kapasitas bahan bakar yan siap disalurkan ke pesawat lain bisa mencapai 161.478 kg. Sebagai perbandingan, kapasitas bahan bakar Airbus A330-200 MRTT hanya 111.000 kg.

KC-10 Extender melakukan air refueling dengan metode Hose.
Boom operator di KC-10
KC-10 melakukan air refueling dengan metode Boom dengan F-16.

Untuk kendali proses air refueling, dilakukan oleh operator di bagian belakang lewat sistem digital fly by wire. Dalam satu kali kesempatan, operator mengendalikan V-tail dalam mode air refueling dengan mekanisme boom. Selain itu masih di bagian ekor, juga dapat dilangsungkan air refueling dengan mekanisme hose, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan pipa lentur yang ujungnya dilengkapi drogue, seperti parasut kecil. Dalam pola ini, pesawat penerima yang harus aktif mencari ‘puting susu’ dari tanker tersebut.

Hose dan Boom pada centerline.

Awalnya KC-10 Extender hanya dilengkapi satu centerline refueling, artinya dalam satu waktu pesawat hanya bisa menyuplai bahan bakar ke satu jenis pesawat saja. Baru kemudian dilakukan modifikasi dengan penambahan wing pod dengan drouge, menjadikan dalam satu kesempatan KC-10 dapat melayani air refueling kepada dua pesawat sekaligus, dengan begitu kemampuan KC-10 Extnder setara dengan Airbus A330-200 MRTT yang juga dilengkapi wing pod. Total ada 60 unit KC-10 Extender yang dioperasikan AU AS, dengan 20 unit diantaranya sudah dilengkapi wing pod.

Selain mampu menyalurkan bahan bakar, KC-10 Extender juga dapat menerima bahan bakar di udara.

Baca juga: Multi Role Tanker Transport – Solusi Air Refuelling Aneka Jet Tempur TNI AU

Dalam kapasitasnya sebagai pesawat kargo, KC-10 Extender dalam modal full cargo dapat memuat payload hingga 77.110 kg. Atau dengan membawa 75 personel dengan kargo seberat 66.225 kg. Untuk memudahkan loading dan unloading, tersedia pintu kargo di sisi kiri pesawat.

Selain digunakan oleh AS, KC-10 Extender tercatat dioperasikan dua unit oleh AU Belanda, khususnya untuk mendukung pergerakan armada F-16 Fighting Falcon. KC-10 milik AU Belanda berasal dari konversi DC-10 pada tahun 1984. Uniknya, KC-10 Extender AU Belanda dan dua F-16-nya pernah bertandang ke Indonesia untuk memeriahkan ajang Indonesian AirShow 1996 di Bandara Soekarno-Hatta.

Informasi unik lainnya, satu unit KC-10 Extender ternyata juga dioperasikan oleh operator sipil, yakni Omega Aerial Refueling Services, perusahaan swasta yang berbasis di San Antonio, Texas. Jasa KC-10 dari Omega Aerial pernah digunakan F/A-18 Hornet Australia dalam penerbangan menuju latihan Red Flag di Alaska. Meski usianya tak muda lagi, AU AS rupanya sangat percaya pada KC-10 Extender, tak heran bila pesawat yang sudah kenyang dalam beragam operasi militer ini digadang masih digunakan hingga tahun 2043.

KC-10 dengan wing pod milik Omega Aerial Refueling Services.

Walau acap kali mendukung pengiriman F-16 TNI AU dari AS ke Indonesia, tak semuanya aksi KC-10 Extender berjalan mulus, pada pengiriman gelombang pertama F-16 C/D Block52ID (Juli 2014), rombongan pesawat sempat tertahan selama lima hari di Lanud Eielson, Alaska dan sehari di Lanud Andersen, Guam akibat permasalahan teknis pada pesawat tanker udara KC-10 yang berasal dari Lanud Travis, California. (Haryo Adjie)

Spesifikasi KC-10A Extender
Crew: 4 (Aircraft Commander, copilot, flight engineer, boom operator)
Length: 55,35 meter
Wingspan: 50,41 meter
Height: 17,70 meter
Empty weight: 109.328 kg
Loaded weight: 268.980 kg
Max. takeoff weight: 267.620 kg
Maximum fuel capacity: 161.480 kg
Powerplant: 3 × F103/General Electric CF6-50C2 turbofans
Maximum speed: 996 km/h
Range: 7.080 km
Ferry range: 18.507 km
Service ceiling: 12.800 meter
Rate of climb: 34,9 m/s

4 Comments