Kavaleri Udara : “Kuda” Perang Tangguh Pemukul Musuh dan Benteng Serangan Terorisme
|Anda pernah menonton film We Were Soldiers yang dibintangi Mel Gibson dan di sutradarai Randall Wallace tahun 2002? Jika belum, bagi Anda penikmat dunia militer dan juga film ada baiknya menonton film ini. Mengapa? Karena film ini diadaptasi dari kisah nyata yang juga dibukukan We Were Soldiers Once…And Young karya Letnan Jenderal (Ret.) Hal Moore dan Joseph L. Galloway. Kisah dalam film dan buku tersebut menggambarkan salah satu peristiwa pertempuran terhebat dalam Perang Indochina antara Divisi Kavaleri Udara ke-1 Amerika Serikat berkekuatan +/- 400 prajurit dengan tentara Viet Minh Vietnam Utara yang berkuatan +/- 4000 personil di bukit La Drang.
Baca juga: Bell 204B – Lintasan Sejarah Tiga Dekade Helikopter Utility TNI AU
Divisi Kavaleri Udara Angkatan Darat Amerika Serikat pertama kali digunakan sejak pecah perang Indochina. Unit tersebut pada awalnya dibekali sejumlah “kuda” perang yang terdiri dari helikopter UH-1 troop carrier, UH-1-C gunship dan CH-47 Chinook sebagai pengangkut perbekalan dan CH-54 sky crane. Kavaleri ini menjadi tulang punggung pasukan pemukul Angkatan Darat Amerika Serikat mengingat kondisi geografis Vietnam yang masih banyak tertutup hutan lebat dan daerah pegunungan sehingga gerak maju kendaraan lapis baja di darat menjadi sangat terbatas mobilitasnya.
Sepanjang kiprahnya di Perang Indochina, Kavaleri Udara sering dilibatkan dalam pertempuran berskala besar untuk menghadang gerak maju tentara Vietnam Utara. Perang itu antara lain Operasi Tet tanggal 31 Januari 1968, Operasi Pegasus pada Maret 1968 dan Operasi Delaware pada April 1968.
Baca juga: Mil Mi-17-V5 – Helikopter Angkut Multi Peran Andalan Puspenerbad
Bagaimana dengan Indonesia ?
Sebagai negara tropis yang memiliki kondisi geografis mirip seperti Vietnam, ide dan gagasan pembentukan divisi Kavaleri Udara di lingkungan TNI sangat penting untuk dikembangkan. Hingga saat ini, unit Kavaleri Udara TNI berada di bawah koordinasi Puspenerbad. Selama beberapa dekade, unit-unit kavaleri udara banyak mengandalkan helikopter Bell 205 A-1 dan N-Bell 412 serta NBO-105. Perlahan, peran ketiga alutsista tersebut mulai mendapat penyegaran dengan masuknya varian helicopter Mil Mi-17-v-5 buatan Rusia yang memiliki daya angkut besar dan kelincahan serta bullet proof.
Baca juga: Bell 205 A-1 Penerbad – Helikopter Sipil Dengan Kemampuan “Serbu”
Penyegaran berikutnya adalah akan keberadaan NBO-105 yang akan segera digantikan oleh AS 550 Fennec sebanyak 12 unit pada tahun 2016. Salah satu keberadaan alutsista yang membuat konsep kavaleri udara TNI mengalami perubahan yang cukup drastis adalah kehadiran Mi-35P Hind buatan Rusia. Dengan kehadiran helikopter ini, alutsista terbang Penerbad tidak hanya menyasar sasaran personil musuh yang ada di darat namun juga menyasar kendaraan lapis baja. Konsep pertahanan dan serbuan militer Penerbad juga akan mengalami perubahan yang cukup signifikan lagi menjelang kedatangan AH-64 Guardian buatan Boeing-Amerika Serikat.
Baca juga: Mil Mi-35P – The “Flying IFV” – Pencipta Teror dari Udara
Jika Mi-35P Hind Penerbad masih dapat difungsikan untuk mengangkut personil/IFV (Infantry Fighting Vehicle), maka AH-64 Guardian akan benar-benar difungsikan sebagai heli serang murni dengan target utama sasaran kendaraan lapis baja, angkut personil, instalasi musuh dan personil musuh dari jarak 12 km atau lebih.
Baca juga: Gandiwa – Konsep Helikopter Tempur “Gado-Gado” AH-64 Apache dan AH-1 Cobra
Menurut hemat penulis, seiring dengan modernisasi alutsista untuk memenuhi Minimum Essential Force/MEF yang berpengaruh terhadap perubahan strategi dan metoda pertahanan, ada baiknya konsep pertahanan awal terbentuknya kavaleri udara tetap dipertahankan. Konsep tersebut adalah mengandalkan mobilitas pasukan dalam jumlah besar dengan helikopter untuk menangkal gerakan-gerakan sipil bersenjata yang banyak bersembunyi di lebatnya pegunungan sejumlah daerah di Tanah Air.
Sebut saja kelompok Santoso yang masih bersembunyi di Gunung Biru-Sulawesi, juga kelompok sipil bersenjata di pedalaman Aceh serta pegunungan Papua adalah “surga” persembunyian bagi kelompok-kelompok tersebut. Sangat tidak efektif jika aparat keamanan yang biasa beroperasi di kota dengan menggunakan kendaraan darat berusaha menghancurkan sarang-sarang teroris yang mengandalkan taktik perang gerilya di hutan dan pedalaman. Menurut hemat penulis, ada baiknya jika Densus 88 Polri dibekali dengan kemampuan kavaleri udara untuk melakukan penyergapan, penangkapan dan memantau pergerakan kelompok sipil bersenjata yang terus menebar teror pada masyarakat di pedalaman. (oleh: Muhamad Sadan – Pemerhati Militer dan Dirgantara)
Film favorit ini…gak bosen biarpun sering lihat…
kayak nya TNI-AD kurang banget punya armada kavaleri udara di daerah luar jawa kayak papua,kalimantan yg sebenarnya sangat butuh banget.Di Papua saja pernah dapet cerita dari sodara yg jadi tentara di papua waktu mudik pulang kampung kalo di papua armada Heli cuma 2 unit…padahal OPM semakin merajalela…coba kalo ada minimal 8 biji lah,dengan kombinasi heli angkut & heli jenis serang kayak apache,kalo apache mahal Fennec juga cukup kasih Roket FFAR buat pengawalan Heli angkut….
Assalamu’alaikum
tapi saya lihat cavalerinya udaranya as sekarang ini dikordinasi penuh dengan kapal induk, termasuk tambahan jenis pespur.
Sejarah “Kavaleri Udara” AS mengalami perubahan definisi. Pada era Perang Vietnam, konsep Kavaleri Udara adalah pasukan infanteri yang diangkut dan digelar menggunakan helikopter. Mungkin mengacu pada konsep cavalry sebelumnya yaitu pasukan berkuda.
Karena operasi sebenarnya adalah infanteri, di mana helikopter adalah sarana angkut dan bantuan tembakan, bukan senjata langsung seperti pasukan berkuda (dapat menembak / bertempur langsung di atas kuda), maka unit masif pengguna angkutan heli ini pada era selanjutnya digeser dari 1st Cavalry Division ke 101st Airborne Division (Airmobile Infantry), di mana 1st Cavalry Division menjadi pengguna kendaraan tempur seperti M1 Abrams dan M2 Bradley (seperti konsep Korps Kavaleri di TNI).
Di TNI-AD sendiri, saat ini sedang masif konversi ke unit infanteri berkualifikasi Raider dgn salah satu kemampuannya adalah Mobil Udara yaitu daya gelar menggunakan helikopter. Dengan tiap Kodam memiliki minimal 1 yonif Raider (beberapa Kodam memiliki 2, 3, bahkan lebih, yonif Raider), dan seluruh yonif Infanteri Kostrad akan berkualifikasi Raider.
Dan Puspenerbad sendiri akan bertambah arsenalnya mulai dari heli kelas angkut ringan seperti H135 (penerus Bo 105), sedang, dan berat (CH-47) yang juga bersama heli untuk bantuan tembakan dan serang.
Dan tentunya ditambah satuan infanteri dari matra udara seperti yonko Korpaskhas dan matra laut seperti yonif Korp Marinir yang juga berkemampuan mobil udara via heli, sehingga konsep gelar cepat pasukan via heli sudah cukup besar diterapkan TNI.