Kapal Perang Cina Mulai Berlabuh di Pangkalan Angkatan Laut Kamboja ‘Yang Didanai Beijing’
Meski terus dibantah oleh Kamboja, namun pembangunan pangkalan angkatan laut (Lanal) Ream di Teluk Thailand yang didanai Cina telah mendapat sorotan dari komunitas pertahanan. Setelah update foto satelit pembangunan Lanal Ream terungkap, maka belum lama ini terkuak secara tidak sengaja, bahwa dua kapal perang Angkatan Laut Cina tengah berlabuh di Lanal Ream.
Dikutip dari AP news (7/12/2023), kapal Angkatan Laut Cina menjadi kapal pertama yang berlabuh di dermaga baru di Lanal Ream yang menurut Amerika Serikat dan beberapa analis keamanan internasional ditakdirkan untuk berfungsi sebagai pos strategis bagi Angkatan Laut Cina.
Docking kedua kapal tersebut, yang hanya mendapat sedikit publisitas, bertepatan dengan kunjungan resmi pejabat tinggi pertahanan Cina, yakni Wakil Ketua Komisi Militer Pusat He Weidong, ke Kamboja minggu ini.
Berita tentang setidaknya dua kapal perang AL Cina berlabuh di Lanal Ream muncul secara tidak langsung, yakni melalui postingan Facebook pada hari Minggu oleh Menteri Pertahanan Kamboja Tea Seiha. Dikatakan bahwa Ia sedang mengunjungi pangkalan tersebut untuk melihat persiapan pelatihan angkatan laut Kamboja dan untuk memeriksa kemajuan pembangunan infrastruktur.
Ia juga mengunggah foto-foto yang memperlihatkan para pejabat Kamboja bersama Duta Besar Cina Wang Wentian, dan sedang meninjau para pelaut Angkatan Laut Cina. Setidaknya dua kapal perang Cina terlihat di foto-foto tersebut, salah satunya diidentifikasi sebagai korvet Wenshan.
Foto satelit yang diambil hari Minggu oleh Planet Labs PBC yang dianalisis oleh The Associated Press menunjukkan dua kapal perang Cina berlabuh di pangkalan tersebut. Analisis AP, yang membandingkan ukuran kapal dan foto yang dirilis oleh menteri Kamboja menunjukkan bahwa kedua kapal perang tersebut mungkin adalah korvet Type 056A (Jiangdao Class).
Kontroversi mengenai Pangkalan Angkatan Laut Ream awalnya muncul pada tahun 2019 ketika The Wall Street Journal melaporkan bahwa rancangan awal perjanjian yang dilihat oleh para pejabat AS akan mengizinkan Beijing menggunakan pangkalan tersebut selama 30 tahun, di mana Cina dapat menempatkan personel militer, menyimpan senjata. dan kapal perang berlabuh.
Perdana Menteri Kamboja saat itu, Hun Sen, membantah adanya perjanjian semacam itu. Ia menekankan bahwa konstitusi Kamboja tidak mengizinkan pangkalan militer asing didirikan di wilayahnya, namun Ia mengatakan kunjungan kapal dari semua negara dipersilakan.
Pangkalan tersebut terletak di Teluk Thailand, berdekatan dengan Laut Cina Selatan, tempat Cina secara agresif menegaskan klaimnya atas seluruh jalur perairan strategis tersebut. AS telah menolak untuk mengakui klaim besar Cina dan secara rutin melakukan manuver militer di sana untuk menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah perairan internasional.
Cina adalah investor terbesar dan mitra politik terdekat Kamboja. Dukungan Beijing memungkinkan Kamboja untuk mengabaikan kekhawatiran Barat mengenai catatan buruknya dalam hal hak asasi manusia dan politik, dan pada gilirannya Kamboja secara umum mendukung posisi geopolitik Beijing mengenai isu-isu seperti klaim teritorialnya di Laut Cina Selatan. (Gilang Perdana)
realitanya apakah Iran bebas menggunakan F-14 mereka untuk melawan USA saat ini?? Jawabannya jelas bebas apapun resikonya.
@agatol
Kalo Indonesia ngirim Flanker ke Ukraina ya itu namanya ngajak musuhan, wajar aja diembargo. Kalo Indonesia jual F-16 ke Russia atau Tiongkok juga wajar diembargo Amerika.
Yang jadi masalah itu adalah Indonesia bahkan ga boleh pake senjata buatan barat untuk konflik dalam negeri sendiri tanpa izin dari si penjual (contoh yg tak terbantahkan pada saat konflik Timor Timur).
Sedangkan senjata buatan Russia bebas aja mau dipake untuk konflik dalam negeri ataupun konflik dengan negeri tetangga. Bahkan untuk lawan Tiongkok ga dilarang, yang penting bukan untuk lawan Russia.
hahaha pada ngga nerima kenyataan nih ye
iran itu cuma nyisain aiframenya aja untuk f-14 karena mereka heavy fighter sekelas itu belum bisa bikin, palingan jerosn yang asli tinggal mesin sisanya homemade elektronik avionik dll, kalau ngga gitu ya mana terbang itu
Menyebut Pembelian produk alutsista dari USA sebagai meminjam itu tidaklah bijaksana. Iran adalah contohnya walopun kemudian setelah era Syah Pahlevi mereka berseberangan dengan USA nyatanya mereka masih mampu menggunakan alutsista buatan USA macam F-14, Kalopun kemudian Iran mendapatkan embargo karena bertentangan dg USA itu adalah suatu hal yg wajar karena politik kepentingan atas penggunaan alutsista yg dibeli pasti akan ada.
Jangankan USA, jika Indonesia secara terang-terangan mendukung Ukraina dengan mengirimkan Flanker yg Indonesia miliki kepada Ukraina, Rusia pasti akan melakukan Embargo alutsista kepada Indonesia karena Indonesia dianggap bertentangan dengan Rusia.
So, janganlah bersikap terlalu naif dalam bersikap.
@Chimpunk: China bukanlah penerus dari Mongol dan begitu sebaliknya. Kebijakan Resmi mereka menyebutkan bahwa Bangsa Mongol dalam dinasti Yuan adalah penjajah.